Sebagai warga asli Bogor, jujur aja saya malu sama kelakuan sebagian orang di kota ini. Bogor tuh sebenernya punya potensi wisata yang luar biasa—dari Puncak, Kebun Raya, sampe ke curug-curug yang eksotis. Tapi, kenapa justru banyak wisatawan yang ogah balik lagi ke sini? Jawabannya simpel: banyak tukang palak di tempat wisata.
Bukan cuma sekali dua kali saya denger cerita dari wisatawan yang ngerasa kapok ke Bogor gara-gara banyak pungutan liar (pungli) yang nggak masuk akal. Anda kalau masuk ke satu tempat wisata, harus bayar karcis masuk desa, abis itu ada karcis masuk kecamatan, belum lagi karcis masuk wisatanya sendiri. Lah, ini sebenernya saya bayar buat masuk tempat wisata atau buat beli tanah di situ?
Belum lagi drama tukang parkir. Katanya sih “seikhlasnya”, tapi kalo lo kasih kurang dari yang mereka mau, siap-siap aja dapet tatapan sinis atau bahkan diajak ribut. Udah gitu, ada juga yang ngeklaim lahan parkir yang sebenernya bukan punya mereka. Jadi, intinya, di Bogor ini, parkir motor atau mobil bisa jadi ajang ketar-ketir.
Yang bikin makin gregetan, beberapa dari mereka bawa-bawa karcis yang seolah resmi dari pemerintah. Nah, ini yang bikin bingung. Mereka ini warga lokal yang emang niat malak, atau ada “restu” dari oknum tertentu? Kalau memang resmi, kenapa nggak ada pengawasan? Kalau nggak resmi, kenapa bisa bebas berkeliaran? Semua ini jadi pertanyaan besar yang bikin orang makin ragu buat balik ke Bogor.
Usulan untuk Pemda Bogor
Jujur aja, saya sebagai warga lokal pun ngerasa gerah. Harusnya kita bangga bisa tinggal di kota yang kaya akan wisata alam, budaya, dan kuliner. Tapi, dengan adanya praktik-praktik kayak gini, nama Bogor malah tercoreng. Bukan cuma wisatawan luar kota yang kena imbas, tapi juga kita, warga Bogor sendiri.
Saya paham, mungkin beberapa dari mereka ngelakuin ini karena nggak punya pekerjaan tetap atau pendidikan yang kurang. Tapi itu bukan alasan buat meresahkan orang lain. Kalau semua warga mikirnya instan dengan “malak sana-sini”, kapan kita bisa maju? Jangan heran kalau nanti pariwisata Bogor makin sepi dan yang rugi kita sendiri.
Karena itu, saya pengen kasih usulan buat Pemda Bogor. Tolong, tertibkan semua pungutan liar ini! Kalau memang ada tarif resmi, buatlah transparan dan ada pengawasan ketat. Jangan biarkan orang-orang yang nggak bertanggung jawab seenaknya menarik uang dari wisatawan. Lakukan sidak di tempat-tempat wisata, periksa semua pungutan yang ada, dan tindak tegas yang terbukti ilegal.
Selain itu, alangkah baiknya kalau ada program pemberdayaan masyarakat supaya mereka punya pekerjaan yang lebih jelas. Bisa dengan memberi pelatihan usaha kecil, membuka lebih banyak lapangan kerja, atau bahkan menyalurkan mereka ke sektor pariwisata dengan cara yang lebih baik—misalnya jadi pemandu wisata resmi atau pedagang yang tertib dan nggak merugikan wisatawan.
Kalau ini dibiarkan terus, jangan kaget kalau orang-orang bakal lebih milih liburan ke kota lain yang lebih ramah wisatawan. Sayang banget kan, kalau kota yang udah punya segudang potensi justru ditinggalkan gara-gara ulah segelintir orang?
Ayo, warga Bogor, kita sadar! Jangan sampai kita sendiri yang bikin kota kita dibenci orang lain!
Kesimpulan
Bogor punya potensi wisata luar biasa, tapi citranya rusak karena banyaknya pungutan liar dari oknum masyarakat. Wisatawan jadi enggan kembali karena merasa dipalak di berbagai titik. Jika dibiarkan, pariwisata Bogor bisa terpuruk dan merugikan banyak pihak, termasuk warga sendiri.
Pemerintah daerah harus segera menertibkan pungutan liar dan mengawasi dengan ketat, sementara masyarakat perlu lebih sadar bahwa tindakan semacam ini justru merusak nama baik kota sendiri. Dengan langkah tegas dan kesadaran bersama, Bogor bisa kembali menjadi destinasi wisata yang nyaman dan menyenangkan.
Penulis: Muhammad Ilham Aufa
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Wisata Curug Bogor Tidak Menarik Lagi Sejak Harga Tiket Mahal dan Banyak Pungli