Meski di Blora sudah ada Mixue, bioskop, hingga Mie Gacoan, daerah ini bakal sulit berkembang jika Pemkab masih mengabaikan beberapa hal.
Blora, sejak dahulu, dikenal sebagai daerah yang tenang dan jauh dari keramaian kota besar. Bahkan, Blora sering kali dijuluki sebagai kabupaten paling sepi di antara kabupaten lainnya. Dengan kepadatan penduduk yang hanya sekitar 461 jiwa per kilometer persegi, Blora berhasil mengalahkan kabupaten lain yang juga dikenal sepi seperti Wonogiri dengan 552 jiwa per km² dan Rembang dengan 636 jiwa per km².
Akan tetapi belakangan ini, Blora mulai menunjukkan perubahan yang cukup menarik. Beberapa tempat yang dianggap kekinian kini hadir di sini, misalnya kedai Mixue, bioskop, dan Mie Gacoan yang segera membuka cabang di sini.
Meski begitu, saya masih merasa kehidupan di Blora terasa stagnan. Perubahan yang ada belum cukup untuk menunjukkan bahwa daerah ini benar-benar berkembang dan maju. Banyak sektor yang masih kurang mendapat perhatian. Padahal Blora memiliki potensi besar yang sayangnya belum dikelola dan digali secara maksimal.
Nah, agar Blora tidak hanya terlihat maju dengan adanya tempat-tempat hits, tetapi benar-benar berkembang dan mampu meningkatkan kesejahteraan warganya, ada beberapa aspek yang perlu mendapatkan perhatian lebih serius.
Daftar Isi
Harus ada tanggung jawab dari Pemkab Blora terhadap proyek mangkrak
Keberadaan proyek mangkrak jelas menjadi hambatan bagi kemajuan sebuah daerah. Salah satunya adalah proyek Taman Budaya Cepu (TBC) yang dibangun oleh Pemkab dan selesai pada 2023. Proyek yang awalnya diharapkan menjadi penggerak ekonomi bagi Cepu Raya justru kini terbengkalai. TBC yang sempat dipromosikan sebagai pusat kebudayaan, kini malah dipenuhi rumput liar dan tetap sepi tanpa aktivitas. Bahkan, meskipun sudah dua tahun selesai dibangun, TBC masih belum memiliki fungsi yang jelas.
Padahal proyek seperti TBC seharusnya dikelola dengan serius, mengingat anggaran besar yang telah digelontorkan dari APBD. Pembangunan TBC saja sudah menyedot dana hingga Rp2,5 miliar, namun kini malah menjadi kawasan yang terbengkalai tanpa tujuan yang jelas. Alih-alih menjadi pendorong kemajuan Blora, keadaan seperti ini justru mencerminkan pemborosan anggaran. Anggaran yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk hal-hal lebih produktif jadi sia-sia.
Oleh karena itu, Pemkab perlu memastikan setiap proyek yang dibangun benar-benar memberikan dampak positif bagi masyarakat, bukan sekadar tempat baru yang akhirnya terabaikan. Jangan sampai proyek-proyek yang sudah menghabiskan anggaran besar justru berakhir sia-sia dan tidak memberikan manfaat yang signifikan bagi perekonomian daerah.
Dibutuhkan kebijaksanaan dalam mengelola dan memantau perkembangan proyek, agar setiap investasi anggaran dapat memberikan hasil yang maksimal dan berkontribusi positif pada kesejahteraan warga Blora. Dengan pengelolaan yang tepat, proyek-proyek mangkrak bisa menyokong kemajuan daerah, bukan malah menjadi beban atau pemborosan anggaran semata.
Tempat hits tidak cukup untuk membuat Blora hidup
Kehadiran tempat-tempat hits seperti kedai Mie Gacoan dan Mixue di Blora memang menunjukkan bahwa daerah ini mulai menarik perhatian investor dan pengunjung dari luar daerah. Namun, hal ini juga menjadi tantangan besar bagi Pemkab untuk bisa memanfaatkan potensi tersebut dengan bijak. Pemkab perlu memastikan bahwa perkembangan tersebut tidak hanya berdampak pada sektor komersial, tetapi juga memberikan manfaat nyata bagi masyarakat. Misalnya menciptakan lapangan kerja, meningkatkan perekonomian lokal, dan memperbaiki infrastruktur.
Kecermatan Pemkab Blora dalam merencanakan dan mengeksekusi pembangunan harus segera diasah. Salah satu hal penting yang harus diperhatikan adalah mempersiapkan kesejahteraan masyarakat, dengan fokus pada pembangunan infrastruktur yang merata, terutama untuk akses menuju tempat-tempat strategis yang baru muncul.
Keberadaan tempat-tempat kekinian memang menarik, tapi jika jalanan menuju ke sana masih rusak dan sulit diakses, bagaimana orang bisa datang dengan nyaman? Bayangkan, jika seseorang ingin berkunjung ke kedai Mixue atau bioskop, tapi jalanan yang dilalui penuh lubang dan tak terawat. Tentu saja orang akan berpikir dua kali untuk datang. Meski tempat itu populer, tanpa jalan yang baik dan akses mudah, potensi Blora untuk berkembang pasti akan sulit.
Pembangunan kawasan industri jangan sampai hanya utopis
Memang wacana tentang kawasan industri yang megah dan bisa mendongkrak perekonomian terdengar sangat menggembirakan. Kurang lebih sudah ada sebelas kecamatan yang telah ditunjuk sebagai kawasan industri di Kabupaten Blora. Mereka adalah Todanan, Kunduran, Tunjungan, Blora, dan Cepu. Namun, jika tidak diiringi dengan perencanaan dan pengelolaan yang matang, semuanya bisa berakhir sia-sia.
Membangun fasilitas fisik saja tentu tidak akan efektif. Sebab, sebuah kawasan industri juga harus dikelola dengan regulasi yang jelas, memberikan insentif yang menarik bagi investor, serta memastikan ada sistem yang mendukung operasional industri dengan lancar.
Selain itu, pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang terampil juga sangat penting. Meskipun kawasan industri dibangun dengan fasilitas lengkap, jika tidak ada tenaga kerja yang terampil, dampak ekonomi bagi masyarakat yang tinggal di Blora tidak akan maksimal.
Hal tersebut berfungsi agar kemajuan Blora nggak cuma terbatas pada keberadaan tempat baru yang hits, tapi juga dari kemampuan daerah dalam meningkatkan kesejahteraan warganya, menyediakan hidup yang layak, dan membuka peluang ekonomi yang berkelanjutan. Soalnya, kalau hanya ada tempat-tempat seperti Mixue, Mie Gacoan, atau bioskop, tapi mayoritas masyarakat masih kesulitan memenuhi kebutuhan dasar, tentu semuanya jadi muspra dan nggak ada artinya.
Penulis: Dimas Junian Fadillah
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Blora, Tempat Tinggal Terbaik untuk Orang Bergaji Pas-pasan yang Mendambakan Slow Living.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.