Daftar Isi
UIN SUKA: kampus sempit, parkiran susah
Bukan mudah mencari gedung fakultas, malah justru karena sempitnya kampus UIN SUKA, saya dan teman-teman kadang bingung. Bayangkan saja, ada gedung yang isinya dua fakultas sekaligus. Entah konsepnya ingin dibuat nyambung antar fakultas atau bagaimana, tapi jujur ini bala’, terutama untuk Maba.
Pernah satu ketika saya dan beberapa kawan Ushuluddin punya jadwal kuliah di ruang 304. Kala itu kita masih Maba dan tidak tahu mana area Ushuluddin dan mana area Dakwah, karena memang dua fakultas itu gedungnya nyambung–kalau memang tidak ingin dibilang satu, juga tidak ada pembatas jelas antar keduanya. Kemudian dengan dengan PD kita masuk ke ruangan dengan nomor 304. Tapi beberapa waktu setelah duduk, kami ditegur oleh segerombolan mahasiswa dan bilang kalau itu ruangan mereka.
Saling klaim-mengklaim terjadi, mungkin karena kita masih sama-sama Maba, jadinya tidak tahu-menahu. Tak lama berselang, gerombolan saya terkejut dengan kiriman foto di WA grup, foto yang berisi informasi ada ruangan lain dengan nomor 304, dan sebenarnya itulah ruangan kami. Dengan sedikit malu, akhirnya kami keluar dari ruangan ‘304 Dakwah.’
Makin sulit saat wisuda
Ah tapi kan itu kebingungan di awal saja, setelah kenal area kampus bisa teratasi. Mungkin iya, tapi ada kebingungan lain yang tetap akan selalu ada, cari parkir. Nyari parkir di UIN SUKA itu susahnya minta ampun, terutama mereka yang bawa mobil. Satu ketika, ada anak Ushuluddin yang rela markir mobilnya di area gedung Amin Abdullah karena di sekeliling Ushuluddin sudah penuh, memang jaraknya tidak jauh, tapi ini gambaran betapa susahnya parkir di UIN SUKA. Dan perlu saya tambahkan, nyari parkiran akan semakin susah kalau ada acara wisuda.
Ngomong-ngomong masalah wisuda, entah kenapa di UIN SUKA jadwal waktunya itu tidak seperti kampus pada umumnya. Di UINSA Surabaya misalnya, acara wisuda biasanya dilangsungkan bukan pada hari aktif kuliah, melainkan di hari Sabtu atau Minggu. Lah UIN SUKA ini wisudanya di hari perkuliahan. Bayangkan coba, kalau di hari biasa saja nyari parkir sudah sulit, apa kabar kalau ada perayaan para sarjana baru yang kebanyakan berpredikat Cumlaude itu? Dan ya, ingat lagi, kampus itu sempit!
Timoho dan Sapen: area bebas helm
Kenyataannya, tidak semua kok anak-anak UIN SUKA taat berkendara. Ketaatan yang nyata paling cuma soal tidak cenglu, karena satpam bakalan negur secara langsung kalau ada yang seperti itu. Tapi untuk helm? Setahu saya satpam los-los saja.
Mas Nadlif bilang kalau Pos KTL UIN selalu monitoring mahasiswa yang tidak taat berkendara, sumpah itu aneh banget. Untuk menghindari itu, anak-anak bisa kali ambil jalan lewat Timoho atau Sapen, polisi mana ada ngawasin jalan itu. Untuk anak-anak yang ngekos sekitaran UIN juga sebenarnya tidak punya urgensi mendalam soal penggunaan helm. Kecuali itu kesadaran dirinya sendiri, seperti ngikutin aturan negara atau ngelindungin mukanya biar tidak kena polusi dan menghitam.
Lagi pula di satu sisi UNY juga punya pos jaga polisi di dekat gerbangnya juga. Mahasiswanya bisa mengelabui? Berarti sama saja seperti anak UIN. Lantas apa istimewanya?
Pekerjaan non-linear bukan eksklusivitas Anak UIN SUKA
Bekerja di tempat yang tidak sesuai dengan jurusan bukan hal yang baru di Indonesia. Saya kutip dari Detik.com, Mendikbud Ristek, Nadiem Makarim bilang kalau 80% Mahasiswa bekerja tidak sesuai dengan jurusannya. Kompas dalam narasi beritanya malah menuliskan “80 persen mahasiswa di Indonesia bekerja tidak sesuai dengan jurusan kuliahnya”. Mas, bukannya berita ini memberikan gambaran kalau pekerjaan yang tidak sesuai dengan jurusan kuliah itu hal yang banyak terjadi di berbagai kampus?
Jelas-jelas dua berita di atas menggambarkan lulusan mahasiswa secara umum di Indonesia, bukan khususon mahasiswa UIN SUKA Jogja. Apa istimewanya bagi UIN SUKA kalau lulusan mereka ternyata tidak bekerja sesuai jurusan? Kalau itu dianggap istimewa kampus lain harusnya dianggap istimewa juga.
Akhir kata: masih ada kekurangan lain
Mas Nadlif, mabok kah sampean ketika mengatakan UIN SUKA lebih unggul ketimbang UGM dan UNY? Mungkin hanya di mimpi sampean UIN SUKA bisa melebihi UGM dan UNY. Bangun saja, Mas. Agak laen kalau bilang UGM kalah unggul. Ini UGM lho, UGM!
Kalau mau banding-bandingan sama UNY sih… okelah, UNY dan UIN bisa dibilang dua kampus yang agak setara di Jogja. Tapi ya, kalau lebih unggul, debatable pake banget.
Apa yang saya katakan di atas malah baru beberapa, ada lagi yang lain. Contoh yang paling nyata tidak ada penerangan di jalan Timoho antara kampus timur dan barat, sumpah kalau kalian lewat situ malam-malam gelap banget. Entah sampai kapan pejabat UIN SUKA mau benahi ‘hal kecil’ seperti itu, belum lagi yang besar-besar.
Mau dibilang itu bukan tanggung jawab pihak kampus? Lantas haruskah kampus Nasional harapan Kemenag berdiam diri menunggu langkah Pemda Sleman karena tidak mampu beli lampu? Saran saya, tahun ini tambah saja uang sidang beberapa ratus ribu dan beri keterangan, infak lampu. Kelar tuh masalah.
Penulis: Naufa Izzul Ummam
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Di UIN Sunan Kalijaga, Mahasiswa Harus Demo Supaya Rektorat Mau Mendengarkan Suara Mahasiswa