Hayo ngaku siapa yang belum pernah mencicipi mie dokdok ala warung burjo?
Menjadi mahasiswa perantauan merupakan sesuatu yang perlu saya syukuri. Sebab, pengalaman yang sangat berharga ini belum tentu bisa dirasakan oleh semua orang. Pengalaman pertama saya menjadi anak kos di Solo, khususnya yang tinggal di gerbang belakang UNS, mengharuskan saya untuk mencicipi berbagai makanan khas perantauan di sini. Salah satu tempat yang biasa saya kunjungi untuk mengisi perut adalah warung burjo.
Warung burjo atau warung bubur kacang ijo merupakan warung makan yang biasanya dimiliki oleh orang Sunda. Meski namanya warung burjo, di sini nggak cuma menyediakan bubur kacang ijo, melainkan juga berbagai menu makanan lain yang pastinya enak, porsinya banyak, dan kaya akan micin. Salah satu menu makanan yang wajib dicicipi di warung burjo adalah mie dokdok.
Sebelum mengenal mie dokdok, saya kerap memesan menu nasi campur. Sebab, nasi campur ala warung burjo memang pilihan tepat bagi anak kos seperti saya. Nasi yang disajikan cukup banyak—buat saya pribadi bisa untuk dua kali makan—, ada sedikit kuah, dan kaya akan lauk (ada potongan sosis, suwiran ayam, orak-arik telur, sedikit sayuran, dan kerupuk). Tentu saja buat anak kos seperti saya, nasi campur adalah menu lengkap yang bikin nafsu makan bertambah.
Akan tetapi, lantaran kerap mencicipi nasi campur, saya merasa sedikit bosan dengan menu ini. Akhirnya saya memberanikan diri berpindah haluan ke menu ala warung burjo lainnya, yakni mie dokdok. Nggak usah bingung dengan nama menu satu ini. Dokdok berasal dari dua kata serapan, yakni “endog” dan “godog”. Dalam bahasa Sunda, endog berarti telur, dan godog berarti merebus.
Mi goreng yang disajikan dengan kuah
Mie dokdok merupakan mi goreng yang disajikan dengan kuah. Saat pertama kali mencicipinya, saya agak sedikit kaget dengan tampilan, isian, dan rasanya. Bahkan saya merasa kuliner satu ini mirip dengan seblak, tapi versi kekurangan bahan. Isian menu satu ini biasanya orak-arik telur, mi goreng, sedikit sayuran (kobis, bawang prei, dan seledri), serta beberapa potong sosis. Mirip sama seblak, kan? Bedanya kalau seblak ada kerupuknya aja dan dimasak pakai kencur.
Para Aa di warung burjo memasak mie dokdok menggunakan bahan utama mi goreng instan. Mi goreng ini kemudian diubah menjadi mi rebus. Memang perlu inovasi agar menu satu ini menarik para pelanggan yang datang ke warung burjo. Rasa yang ditawarkan mie dokdok gurih, lezat, dan pedas (tergantung request cabai).
Untung saja saya memberanikan diri mencicipi kuliner satu ini. Kalau nggak, wah, sungguh merugi. Siapa pun yang pernah mencicipi mie dokdok pasti setuju kan kalau makanan ini adalah menu yang wajib dicicipi di warung burjo?
Penulis: Efrida Qurotul A’yun
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Mie Dokdok vs Mie Goreng, Enak Mana?
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.