Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Featured

Asyiknya Bermain Sandiwara

Maria Monasias Nataliani oleh Maria Monasias Nataliani
13 Mei 2019
A A
sandiwara

sandiwara

Share on FacebookShare on Twitter

Sudah sering saya bekerja bersama orang-orang semacam dia. Selamanya mereka harus main sandiwara untuk menutupi kebodohannya atau kemalasannya. Mereka mondar-mandir, membawa ini itu, selalu kelihatan tidak pernah menganggur, tapi sebetulnya tidak pernah menyelesaikan apa-apa.

Merasa tersindir? Atau merasa senasib sepenanggungan? Sesungguhnya cuitan di atas bukan curhatan. Pun bukan angan-angan. Lebih tepatnya penggalan dari salah satu cerpen Budi Darma di bukunya yang berjudul Orang-Orang Bloomington. Ratapan hati tokoh ‘saya’ kepada Charles Lebourne. Belum baca? Silakan.

Apakah penggalan itu terasa begitu nyata? Ayo ngaku. Hahaha. Pernahkah kita bekerja dengan orang yang sebenernya nggak kompeten tapi pura-pura kompeten? Kerja bareng bukan temen yang sukanya males-malesan? Eh tapi luar biasanya, dari luar, mereka nggak keliatan seperti itu. Kalau dilihat sama orang lain, apalagi atasan, pokok’e kelihatan jan uapik tenan.

Hati bergejolak? Nama-nama bermunculan? Atau malah keinget peristiwa menjengkelkan di tempat kerja yang cuma bisa dipendam sendiri? Tenang, kalian nggak sendiri. Banyak korban berjatuhan (baca: sakit hati) karena oknum-oknum yang punya sifat luar biasa ini. Luar biasa bikin kepala pening.

Kita sama-sama tahu kalau kehidupan memang panggung sandiwara. Malangnya, fakta itu sepertinya akan terus ada sampai kapanpun. Kita tentu pernah, bahkan sering memakai topeng kita masing-masing. Lalu melepasnya ketika kita sedang sendiri. Memakainya lagi jika berhadapan dengan sesama. Tergantung kebutuhan.

Topeng yang dipilih untuk bertemu atasan tidak boleh sembarangan. Namun, topeng yang dipakai saat kerja bareng teman sangat kontras bedanya. Belum lagi ketika bertemu keluarga. Berjumpa teman lama. Bahkan ironisnya, topeng lain kita gunakan ketika menyapa Sang Esa.

Apakah salah? Tentu saja salah jika kita berpura-pura di depan Sang Esa. Bagaimana jika di hadapan sesama? Sudah menjadi sifat dasar manusia untuk pintar-pintar membaca situasi dan menyesuaikan diri. Adaptasi begitu penting di zaman sekarang.

Namun, adaptasi seperti apa yang sebaiknya dilakukan? Tentu, usaha menempatkan diri sesuai situasi kondisi. Bertindak sesuai kewenangan dan kemampuan. Ditambah mempertahankan sikap genuine. Pastilah dengki minim bersemai. Dan dendam tidak datang beramai-ramai.

Baca Juga:

6 Usaha yang Semakin Redup karena Perkembangan Zaman

5 Pekerjaan yang Bertebaran di Indonesia, tapi Sulit Ditemukan di Turki

Semuanya akan jadi omong kosong kalau kita punya mental hypocrite. Bahasa kerennya: munafik. Ketika kenyataan terbelah dua dengan jurang menganga di tengahnya. Kelihatannya begini, aslinya begitu.

Nggak cukup dengan kemunafikan, penjilatan pun dilakukan. Mari coba bayangkan. Seorang temen kerja merengek pada kita. Katanya, kerjaannya terlalu susah. Padahal orang di kutub pun tahu kerjaan itu memang kerjaan yang seharusnya dia kuasai. Apalagi temen kerja ini lebih duluan bertahta di kantor daripada kita.

Di tengah-tengah deadline yang menghantui, kita pun terpaksa mendengarkan rengekannya. Melihat kesulitannya. Membuka hati untuk membantunya. Itung-itung membangun relasi.

Begitu tugasnya selesai, dia pun buru-buru lapor ke atasan. Menyuguhkan hasil yang tiada duanya itu. Sungguh, dengan gula-gulanya, dia berhasil mendapatkan pujian atasan. Bahkan, kemungkinan promosi. Namun ketika ditanya tugas tadi kerjaan siapa, dengan lantang dia bilang ‘kerjaan saya bos, siang malam saya lembur demi ini sampai saya lupa makan lupa mandi lupa jadi manusia pokoknya ini kerja keras saya seorang’.

Ingin mengutuk? Jangan sekali deh. Kalian pasti bisa tahan emosi. Saya sih enggak. Then, how to deal with orang-orang menarik itu? Pertama, stay calm. Tetep tenang karena (sandiwara) kemunafikan bukan terjadi sekali saja. Sikap munafik dengan derajat berlebihan itu tentu kemungkinan besar akan berulang. Jadi, jangan buang energi buat marah di tempat.

Next time, jika dia mendekat cuma demi kerjaan yang mestinya bisa dia selesaikan sendiri, mulailah jaga diri jarak. Tentu keputusan itu punya efek dua arah. Menenteramkan buat kita. Dan membuat dia menyadari kalau sebenarnya urusan itu bisa diselesaikan oleh dirinya sendiri.

Atau kalau sudah sangat keterlaluan, coba cari cara untuk melepaskan beban di hati. Tentu dengan cara yang baik. Bilang bagian mana yang kurang kita setujui dari sikapnya. Mengkritisi tanpa membenci. Lalu buat dia kembali memilih topeng yang wajar.

Sebab siapa sih yang mau diganggu berkali-kali untuk masalah yang sama? Empunya masalah saja woles, mengapa kita yang menderita? Belum lagi kalau bantuan kita tidak diberi tempat dan dianggap sekenanya. Selain menggerogoti hati, tentu menurunkan produktivitas diri.

Berhadapan dengan orang-orang yang sedang bermain sandiwara memang tidak mudah. Sebab kita pun melakukan hal yang sama. Berpura-pura? Saya yakin terjadi juga pada diri kita. Memakai topeng berganti-ganti, kita pun iya.

Yang berbeda adalah batas kewajaran yang kita bangun. Sejauh ‘secukupnya’ saja ataukah ‘berlebihan’? Sebuah bentuk kesopanan atau kebiasaan cari muka?

Saya rasa di manapun kita berada, kita akan bersimpangan dengan orang-orang dengan kepribadian menarik ini. Beberapa Charles Lebourne yang membuat hidup kita lebih berwarna.

Kepada ‘saya’ di luar sana, semoga berkuat hati.

Terakhir diperbarui pada 8 Oktober 2021 oleh

Tags: KehidupanpekerjaanSandiwara
Maria Monasias Nataliani

Maria Monasias Nataliani

Harukist

ArtikelTerkait

6 Pekerjaan Bangsa Sparta kalau Mereka Datang ke Indonesia terminal mojok.co

6 Pekerjaan Bangsa Sparta kalau Mereka Datang ke Indonesia

24 September 2021
10 Pekerjaan Menjanjikan di Internet yang Bisa Kamu Coba Sekarang

10 Pekerjaan Menjanjikan di Internet yang Bisa Kamu Coba Sekarang

25 Agustus 2024
Tugas Penyiar Radio Bukan Cuma Ngemeng Doang terminal mojok

Membedah Tugas Penyiar Radio yang Sering Dibilang Ngemeng doang

24 Mei 2021
pungli proyek pemerintah gaji PNS kerja 10 juta pejabat digaji besar tapi solusi minta rakyat mojok

Mempertanyakan Logika ‘Kerja Setara 10 Juta, Gajinya 3 juta. Sisanya Diganti Tuhan’ dalam Dunia Kerja

27 Agustus 2021

Jadi Pegawai Astra Honda Motor Adalah Kebanggaan bagi Kebanyakan Orang Tua di Desa Saya

14 Juni 2021
Work Life Balance Adalah Mitos Belaka Bagi Ibu Pekerja terminal mojok (1)

Work Life Balance Adalah Mitos Belaka Bagi Ibu Pekerja

21 Mei 2021
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

4 Hal Sepele tapi Sukses Membuat Penjual Nasi Goreng Sedih (Unsplash)

4 Hal Sepele tapi Sukses Membuat Penjual Nasi Goreng Sedih

29 November 2025
Mahasiswa UIN Nggak Wajib Nyantri, tapi kalau Nggak Nyantri ya Kebangetan

Mahasiswa UIN Nggak Wajib Nyantri, tapi kalau Nggak Nyantri ya Kebangetan

30 November 2025
3 Alasan Saya Lebih Senang Nonton Film di Bioskop Jadul Rajawali Purwokerto daripada Bioskop Modern di Mall Mojok.co

3 Alasan Saya Lebih Senang Nonton Film di Bioskop Jadul Rajawali Purwokerto daripada Bioskop Modern di Mall

5 Desember 2025
Suka Duka Pengusaha Kecil Jualan Live di TikTok: Nggak Ada yang Nonton, Sekalinya Ada yang Nonton Malah PHP

Suka Duka Pengusaha Kecil Jualan Live di TikTok: Nggak Ada yang Nonton, Sekalinya Ada yang Nonton Malah PHP

3 Desember 2025
5 Alasan yang Membuat SPs UIN Jakarta Berbeda dengan Program Pascasarjana Kampus Lain Mojok.co

5 Alasan yang Membuat SPs UIN Jakarta Berbeda dengan Program Pascasarjana Kampus Lain

1 Desember 2025
Alasan Orang Solo Lebih Hafal Jalan Tikus daripada Jalan Utama

Alasan Orang Solo Lebih Hafal Jalan Tikus daripada Jalan Utama

30 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.