Dalam sejarah saya berpacaran, tidak pernah satu kali saja jika tertarik dan ingin mendekati seseorang yang disukai namun prosesnya melalui perantara orang lain. Saya punya alasan yang kuat—bagi saya mendekati wanita bahkan meminta nomor kontaknya secara langsung lebih menantang. Sekalipun berujung pada penolakan.
Jika memang sudah mengetahui nama lengkap target sosok yang disukai, pertama-tama akan saya cari tahu terlebih dulu akun media sosialnya selanjutnya akan melancarkan aksi kepo –agar gambaran mengenai dirinya bisa segera diketahui.
Ada pula teman saya yang dalam mendekati seseorang yang disukai lebih senang melalui perantara teman atau orang yang dikenal—mulai dari titip salam sampai akhirnya bertukar nomor kontak. Untuk mengintip media sosial, bisa dilakukan secara beriringan dalam prosesnya. Tujuannya agar lebih dulu mengetahui gambaran tentang orang tersebut.
Perantara ini, dalam masanya biasa dipanggil dengan sebutan Mak Comblang. Deskripsi kerjanya secara singkat dan ringkas, ya menjodoh-jodohkan orang lain—minimal sampai dengan mau berkenalan atau sekadar dekat. Jika sampai pacaran apalagi menikah bisa dianggap sebagai bonus—lebih baiknya lagi menjadi perantara Tuhan dalam mempertemukan satu dengan yang lain.
Beberapa teman saya ada yang memang hobi menjadi Mak Comblang—bahkan sudah seperti pekerjaan utama. Begitu semangat memperkenalkan satu dengan yang lain, meski tujuannya baik yaitu menjadi pengantar calon pasangan bagi mereka yang masih jomblo, namun cara yang dilakukan terkesan memaksa—tak jarang sampai membuat risih.
Jika mendapat pertanyaan “gimana, mau nggak sama dia?”, sebenarnya satu atau dua kali sih tidak masalah. Menjadi masalah jika sampai memaksa untuk berkenalan padahal belum tentu sesuai dengan kriteria yang diinginkan—misalnya saja dari tampilan fisik atau kebiasaan yang dilakukan. Tidak dapat dipungkiri, kebanyakan dari kita saat menyukai seseorang yang dilihat kali pertama adalah rupanya.
Kebalikan dari itu—jika memang cocok dan sesuai dari kriteria awal, sudah menjadi hal lumrah jika hubungan berlanjut ke tahapan yang lebih serius. Jika cerita berakhir manis maka tak heran Mak Comblang dianggap berjasa.
Ada sisi lain dari Mak Comblang yang entah sudah menjadi rahasia umum atau belum diketahui sama sekali—khususnya jika pasangan yang dicomblangkan sedang berseteru. Yang kembali menjadi pihak penengah adalah Mak Comblangnya—dengan harapan hubungan kembali membaik.
Dia yang seakan bertanggung jawab atas kekisruhan dan polemik dari hubungan dari pasangan yang sudah dipertemukan. Ya, memang itu yang menjadi kesulitan atau beban menjadi seorang Mak Comblang—berani menjodohkan harus pula berani menjadi agen perdamaian.
Karena kedekatan yang terjalin selama menjadi perantara bagi kedua belah pihak—seakan lupa dengan tugasnya—seringkali ditemukan kasus justru Mak Comblang menjadi pihak ketiga sekaligus orang yang paling bertanggungjawab atas keretakan hubungan yang sudah dirajut.
Bukan tanpa alasan, dari mulai komunikasi yang dijalin, intensitas pertemuan antara seorang Mak Comblang dengan salah satu pihak sewaktu ada masalah, sampai akhirnya merasa nyaman satu sama lain. Mungkin hal itu yang menyebabkan pada saat ini menjadi Mak Comblang tergolong sulit. Tanpa bayaran, tapi apa yang dilakukan dengan tujuan mempersatukan terbilang berat—belum lagi adanya godaan untuk menjadi pengganggu suatu hubungan.
Lagipula, buat apa sih repot-repot dicomblangin kalau bisa memilih bahkan menentukan sendiri yang memang sesuai kriteria. Apalagi saat ini ada banyak cara yang bisa dilakukan dalam menemukan jodoh, melalui media sosial, aplikasi pencarian sosial—situs kencan, juga aplikasi chat dengan fitur nearby.
Teman saya menjadi saksi bagaimana dia mendapatkan pacar melalui fitur nearby pada aplikasi chat. Hubungan ini tidak terjalin lama—setidaknya dia sudah memberanikan diri untuk berkenalan dengan orang baru. Apalagi saat itu dia sedang patah hati, perlu kemauan yang tinggi juga mengesampingkan gengsi untuk membuka diri.
Melalui aplikasi situs kencan, kalian bisa memilih seseorang yang dirasa cocok sekaligus melihat di mana dia dengan jarak yang dimunculkan. Tidak disangka, memasuki masa 4.0 posisi Mak Comblang pun dapat tergantikan oleh teknologi berbasis aplikasi.
Saya juga memiliki pengalaman menggunakan aplikasi situs kencan ini atas rekomendasi teman. Karena penasaran—tanpa ragu saya langsung mencoba. Dia bercerita dengan mudahnya berkenalan melalui aplikasi itu— tujuannya memang untuk mendapatkan pacar.
Sudah beberapa hari saya juga ikut mencoba namun tak ada satu pun wanita yang merespon. Setelah ditelusuri, saya baru menyadari profile picture yang saya gunakan bukannya foto sendiri—eh, malah foto yang sedang berduaan dengan pacar.