Berkah di Balik Absennya Marc Marquez untuk Honda

lionel messi dan barcelona mirip marc marquez dan repsol honda mojok.co

lionel messi dan barcelona mirip marc marquez dan repsol honda mojok.co

Saat Marc Marquez divonis harus absen panjang setelah mengalami kecelakaan parah di GP Jerez yang dihelat pada juli lalu, terang saja banyak pihak yang menghakimi jika Honda akan menelan derita dalam jangka waktu lama. Pasalnya, hanya Marc Marquez seorang yang mampu membawa pabrikan asal Jepang tersebut meraih kemenangan dalam dua tahun terakhir, sedangkan rider lain performanya terseok-seok ketika menggeber Honda RC213V.

Selama pembalap Spanyol tersebut harus menepi guna memulihkan lengan kanannya, Honda “tinggal” memiliki Cal Crutchlow, Takaaki Nakagami, Stefan Bradl, dan Alex Marquez. Crutchlow dan Nakagami musim lalu hanya bisa bertengger masing-masing di posisi sembilan dan tiga belas klasemen. Hal tersebut diperparah dengan status Alex Marquez sebagai rookie dan Bradl sendiri adalah seorang test rider yang tidak membalap di kelas utama MotoGP sejak 2016. Ketiadaan Marc Marquez seperti mendorong Honda terjun bebas ke neraka.

Sejak dekade ‘90-an, Honda memang punya reputasi selalu mengembangkan motor yang garang di MotoGP. Hanya pembalap dengan talenta eksepsional yang tercatat mampu memaksimalkan performa motor Honda di lintasan balap, alias pembalap terbaik di generasinya seperti Michael Doohan, Valentino Rossi, Casey Stoner, dan Marc Marquez. Namun, sejatinya pengembangan motor Honda mengalami perubahan ekstrem pada 2018 dan 2019. Marc Marquez yang komplain karena motornya sering keok dari Ducati di trek lurus sepanjang musim 2017, menuntut tim Repsol Honda supaya menambahkan power pada motor.

Pada satu sisi, motor Honda RC213V akan jadi lebih bertenaga untuk menandingi kecepatan Ducati di trek lurus. Namun, dengan konsekuensi, motor menjadi lebih liar dan sukar dikendalikan dan hanya cocok untuk rider dengan gaya balap agresif seperti Marc Marquez. Akibatnya, seorang Dani Pedrosa yang sudah lama berdinas dengan Honda sejak 2006 silam pun kesulitan untuk membawa motor Honda versi terbaru. Bahkan di musim 2018, Pedrosa sama sekali tak mampu untuk sekadar naik podium. Padahal di musim 2017, Pedrosa masih bisa sembilan kali naik podium serta menyumbangkan dua kemenangan, sedangkan pada musim selanjutnya ia terperosok ke peringkat sebelas klasemen akhir tatkala Marquez berhasil memenuhi ambisinya untuk menghajar Ducati habis-habisan dengan cara menjuarai kompetisi secara dominan dalam mengungguli sang runnerup yang merupakan pembalap Ducati, Andrea Dovizioso dengan selisih 76 poin. Edyaaan, Buos.

Pedrosa sendiri memutuskan pensiun dari MotoGP di tahun itu setelah menjalani satu musim yang berat pada 2018, untuk kemudian digantikan oleh pembalap Spanyol lainnya, Jorge Lorenzo. Masuknya Lorenzo mendampingi Marquez di 2019 pada awalnya digadang-gadang akan membawa Honda bergelimang prestasi. Namun, kenyataannya, penampilan Lorenzo malah jeblok di musim itu. Sang mantan pembalap Yamaha hanya mampu bertengger di posisi ke-19 klasemen akhir, tanpa berhasil finish di urutan sepuluh besar sekalipun. Padahal sang rekan, Marc Marquez lagi-lagi tampil dominan keluar sebagai juara dengan selisih 151 poin dari Andrea Dovizioso, runner-up yang serupa dengan musim lalu.

Mengikuti jejak Pedrosa, Lorenzo memutuskan pensiun setelah prestasinya porak-poranda selama membela Repsol Honda. Lorenzo sendiri menyalahkan karakter motor Honda RC213V sebagai biang keladi penyebab buruknya penampilan pria kelahiran tahun 1987 itu di atas trek sepanjang tahun 2019. Motor prototipe Honda dengan tenaga yang liar telah menumbalkan dua pembalap hebat sekaliber Pedrosa dan Lorenzo.

Marc Marquez yang merupakan pembalap dengan bakat eksepsional, sama sekali tidak kesulitan ketika harus mengendarai motor Honda yang sulit dikendalikan. Namun, beda cerita dengan rider lain yang mengusung gaya balap tidak seagresif dirinya. Pembalap Honda lain baik Lorenzo maupun Cal Crutchlow sama-sama mengeluhkan performa motor ketika masuk ke tikungan yang menurut keduanya, sulit untuk dijinakkan.

Setelah pensiunnya Lorenzo, Honda kedatangan juara dunia Moto2 yang juga merupakan adik dari Marc Marquez, yakni Alex Marquez. Walaupun sudah pasti mendapatkan supervisi dari sang kakak, sejak awal publik sudah ragu Alex Marquez akan mampu menggeber Honda RC213V sekencang abangnya. Terang saja, pembalap dengan rekam jejak seperti Dani Pedrosa dan Jorge Lorenzo saja kesulitan untuk mengatasi keliaran Honda, apalagi Alex Marquez yang berstatus sebagai rookie.

Terang saja, ketika Marc Marquez harus menyingkir karena cedera, Honda seolah kehilangan taring. Hingga balap seri kedelapan di Barcelona, pabrikan negeri sakura tersebut tidak mampu naik podium sekalipun. Satu-satunya hasil terbaik yang diraih Honda adalah ketika Takaaki Nakagami yang tergabung dengan tim LCR menduduki posisi keempat kala berlaga di GP Andalusia. Selain itu, ambyar. Setali tiga uang dengan Marc Marquez, Cal Crutchlow juga berkutat dengan cedera pergelangan tangan kiri. Stefan Bradl, ironis. Ia bahkan tidak mampu mendorong performa motor yang ia kembangkan sendiri selama menjalani peran sebagai test rider. Sedangkan Alex Marquez seperti yang diprediksi sebelumnya, kesulitan dalam memaksimalkan performa motornya. Hal ini tentu saja mengundang banyak gunjingan yang dilayangkan pada tim Honda yang karena dianggap menjadikan Marc Marquez sebagai acuan tunggal dalam pengembangan motor dengan mengabaikan masukan dari pembalap lain. Honda yang sebelumnya digdaya dengan menjuarai gelar tim, kesusahan untuk sekadar mengejar podium.

Namun, Honda sejatinya tidak diam saja dan bersabar menunggu sang juara bertahan pulih. Honda, melalui manajer tekniknya, Takeo Yokoyama, melakukan berbagai usaha untuk mendongkrak performa tim. Takeo mengaku bahwa ia membeberkan data balap Marc Marquez musim lalu pada Takaaki Nakagami sejak seri kedua di Andalusia. Hasilnya, lumayan tapi tidak signifikan. Paling pol, Nakagami hanya sanggup bertarung untuk posisi lima besar. Meniru gaya balap Marquez yang ekstrem sudah barang tentu tidak bisa dilakukan sembarang rider.

Titik balik bagi Honda tercipta kala tes resmi di Misano digulirkan. Dalam rangkaian uji coba tersebut, Alex Marquez mengakui bahwa dirinya mencoba beberapa model setelan motor baru untuk meredam agresivitas Honda RC213V 2020. Dengan alasan regulasi, tiap pabrikan tidak boleh melakukan pengembangan mesin hingga musim 2021 kelar. Paling banter, tim hanya bisa mengubah setelan motor seperti gearbox, suspensi, atau rem. Sayangnya, Alex Marquez tidak membeberkan dengan detil setelan apa saja yang diubah dari motornya.

Setelah dilakukan perubahan pada setelan motor, secara perlahan performa Alex Marquez mulai menanjak. Marquez junior memulai rangkaian hasil bagus dengan menduduki posisi kedelapan di GP Emilia Romagna. Puncaknya, secara mengejutkan pemuda berusia 24 tahun tersebut berhasil merengkuh posisi runnerup secara berturut-turut pada seri balap di Le Mans dan Aragon. Tentu saja raihan tersebut mengejutkan banyak orang. Alex Marquez mungkin memang sudah mampu beradaptasi dengan tunggangannya, namun hal tersebut bisa terjadi berkat dukungan yang dilakukan timnya juga.

Takeo Yokoyama sendiri menyatakan bahwa ia melakukan perubahan setelan pada sasis dan suspensi untuk meningkatkan handling motor supaya lebih bersahabat. Menariknya, Takeo Yokoyama selaku manajer teknik Honda Racing Corporation adalah orang yang paling bertanggung jawab terhadap rancangan Honda RC213V yang garang, namun ia juga yang harus menemukan cara untuk menjinakkan monster rakitannya sendiri.

Ternyata, absennya Marc Marquez sebetulnya turut mengubah pola kerja tim. Honda yang tadinya hanya mendengarkan satu pembalap saja, akhirnya turut mengakomodasi feedback semua pembalap. Berkat hal itu, kini Honda mampu menemukan setelan motor yang lebih ramah tanpa perlu mengubah setelan default yang digunakan Marc Marquez.

Bayangkan apabila Marc sudah kembali pulih di sisa musim, bukan tak mungkin Honda kembali merajai podium karena Nakagami dan Alex saat ini sudah menemukan metode supaya bisa kompetitif. Sebuah hal yang sejatinya juga bisa diterapkan dalam jangka panjang, setidaknya hingga Marc Marquez menyelesaikan kontraknya pada 2024. Rasa kehilangan memang punya kegemaran untuk mencabik-cabik sanubari di awal fase ia merasuk ke rongga nyawa. Akan tetapi, sikap kita dalam menyikapi tiap kehilangan adalah hal yang kemudian memaksa diri untuk jadi semakin kuat.

BACA JUGA Marc Marquez Kayaknya Lagi Disindir waktu Honda Unggah Meme Messi Berseragam Balap dan tulisan Damar Senoaji lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version