Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Berdakwah Ala Gus Miftah

Taufik oleh Taufik
15 Mei 2019
A A
dakwah di era modern ala gus miftah

dakwah di era modern ala gus miftah

Share on FacebookShare on Twitter

Di era serba modern seperti sekarang ini, kita dituntut serba instan. Makan, minum, belanja dan perihal yang seharusnya bisa dengan khusyuk kita lakukan dapat kita laksanakan serba cepat. Tidak mengherankan, kita berkembang sesuai zaman yang ada. Bahkan pada suatu level tertentu, kegiatan keagamaan bisa kita laksankan dengan sangat simple dan tidak mengganggu ikhtiar kita di sisi yang lain. Membaca Quran misalnya, bisa kita laksanakan dengan hanya memanfaatkan gadget yang kita bawa dan ukurannya yang bisa mereduksi ukuran Quran dalam bentuk buku.

Revolusi ini merambah kepada hal lain dalam praktik keagamaan. Mendengarkan ceramah misalkan. Jika di masa lalu, untuk mampu mendengarkan sebuah ceramah agama kita dituntut untuk menghadiri pengajian-pengajian dalam majelis. Walaupun pada masa lalu, telah berkembang pemutar music melalui kaset atau melalui tivi, masih tidak afdol rasanya jika kajian-kajian keislaman hanya terbatas pada penceramah yang terkenal saja macam KH. Zaenudin MZ.

Dengan hanya menggunakan sebuah alat yang ukurannya sepersekian jika dibandingkan radio dan tivi, serta teknologi canggih yang serba cepat dan instant mendukung kegiatan keagaaman terutama mendengrakan ceramah hanya dengan sebuah perangkat dalam satu waktu. Apakah lantas kemudahan ini meningkatkan religiusitas kita? Jawabannya bisa ya bisa tidak.

Banyak yang merasa bahwa dengan adanya perkembangan teknologi ini, kemudahan mengakses kegiatan keagamaan terutama ceramah agama. Mengadiri pengajian dan ceramah tidak harus se-kaku dulu. Kita bahkan bisa mendengarkan ceramah di bis, kereta komuter, di kamar sendiri atau dimanapun dan kapan pun saat kita membutuhkan sebuah materi ceramah.

Kita yang masih tergolong santri dan masih membutuhkan begitu banyak asupan nutrisi keagaaman untuk memperkokoh banteng keimanan memang mau tidak mau menjadikan hal diatas sebagai pelarian. Bagaimana tidak? Pada suatu waktu, sebagai pendosa kita bisa melakukan 2 hal yang sifatnya untuk kepentingan dunia dan akhirat sekaligus. Berada dalam bis kota untuk berangkat atau pulang kerja (kebutuhan dunia) misalkan, kita juga bisa mendapat pelajaran dari ceramah yang kita tonton atau dengarkan melalui gadget kita (kebutuhan akhirat).

Namun, jika hal diatas bisa kita terapkan sebagai seorang santri dadakan yang masih butuh begitu banyak pelajaran agama, bagaimana nasib para pendakwah? Jawabannya adalah jika para kita (santri dadakan ini) bisa memanfaatkan kemudahan teknologi, seharusnya para pendakwah juga bisa lebih kreatif dengan apa yang telah dilakukan oleh zaman. Berdakwah dengan bantuan teknologi.

Di tengah hal serba mudah itu, muncul seorang pendobrak. Seseorang yang dianggap di luar hal sebagaimana para ustaz dan penceramah kondang atau tidak kondang pada zaman ini. Adalah KH Miftah Maulana Habiburrahman atau lebih kita kenal sebagai Gus Miftah. Beliau mencoba memberi sedikit jalan terang untuk para pendakwah. Memberi masukan mengenai apa sebenarnya hakikat berdakwah itu. Berada pada jalur yang menurut saya juga sangat unik.

Menurut Gus Miftah, menjadi seorang pendakwah itu berarti menjadi profesional tapi bukan profesi. Mendakwahi itu sendiri bisa jadi hanyalah  sebuah sampingan sedangkan profesi sesungguhnya bisa jadi seorang pegawai PNS, pegawai swasta atau bahkan bisa jadi hanya seorang tukang becak—menjadi seorang pendakwah adalah melayani.

Baca Juga:

Warak Ngendog, Mainan “Aneh” di Pasar Malam Semarang yang Ternyata Punya Filosofi Mendalam

Preman Pensiun 9 Sebaik-baiknya Sinetron Ramadan, Bikin Saya Nonton TV Lagi 

Tidak mengherankan jika pada akhirnya Gus Miftah benar-benar mengimplementasikan apa yang menjadi dasar pikirannya soal mendakwah. Beliau turun ke jalan (kalo kata aktivis)—memberikan ceramah kepada yang dianggap membutuhkan. Bukan tidak mau memanfaatkan teknologi, tapi beliau lebih memikirkan bagaimana seharusnya memberi dakwah kepada kalangan yang terbatas waktu, ruang dan tempat untuk mendapatkan pelayanan dakwah. Menurut Gus Miftah, mereka yang seharusnya dicerahkan adalah mereka yang di dalam hatinya masih tersimpan keinginan bertaubat namun terhalang untuk mendapatkan pencerahan itu sendiri. Beliau akhirnya masuk kafe, pub dan lokalisasi untuk memberikan ceramah. Bagi Gus Miftah, orang-orang yang masuk tempat-tempat tersebut adalah yang tidak atau blom tercerahkan secara agama. Masih menunggu cahaya terang untuk dimasuki dan kembali kepada kemurnian agama. Pada hakikatnya begitulah seharusnya.

Gus Miftah memberikan kita pandangan bahwa mereka yang mengikuti pengajian di masjid adalah mereka yang sudah tercerahkan oleh agama sehingga berani menginjakkan masjid. Hal ini tidak berlaku terutama kepada para pelacur di lokalisasi. Anggapan “hina” dari masyarakat menjadikan kita men-cap para pelacur ini sebagai orang-orang buruk. Bahkan bagi kita, mereka tidak akan mendapatkan pengampunan dari Tuhan, lebih-lebih dari kita sebagai masyarakat.

Mendakwah cara Islam, pada dasarnya memberi kabar gembira tentang kebaikan. Bukahkah Islam diturunkan Allah sebagai rahmat bagi semesta? Maka seharusnya dakwah tentang kebaikan Islam tidak terbatas kepada masjid dan majelis-majelis. Dan dobrakan Gus Miftah menampar kita semua. Bahwa mendakwah itu kepada semua. Bukan hanya kepada yang berpeci tapi juga kepada yang pakai topi, atau tidak memakai tutup kepala sekalipun. Bukan juga terbatas kepada yang bergamis dan bersarung, tapi juga kepada yang bercelana, pakaian olahraga bahkan kepada yang hanya berbikini sekalipun. Berdakwah itu tidak lantas membatasi jamaah, tempat, waktu, jenis kelamin, suku dan sebagainya.

Terakhir diperbarui pada 8 Oktober 2021 oleh

Tags: BerdakwahGus MiftahRamadan
Taufik

Taufik

Ide adalah ledakan!

ArtikelTerkait

bangunin sahur jam dua pagi berisik mojok

Orang-orang Bangunin Sahur Jam Dua Itu Mikir Apa sih?

23 April 2021
para pencari takjil

Himbauan Kepada Para Pencari Takjil Gratis : Jangan Cuma Pikirkan Makanannya, Pikirkan Juga Sampahnya

16 Mei 2019
petasan mercon ramadan rindu cara main anak kompleks beli dilarang mojok

Cara Anak Kompleks Mengadakan Pesta Mercon selama Ramadan

27 April 2020
3 Program Selain Podcast di YouTube Deddy Corbuzier yang Sebenarnya Nggak Laku-laku Amat terminal mojok.co

Soal Deddy Corbuzier Masuk Islam: Please, Tidak Usah Heboh

12 Juni 2019

4 Alasan Buka Bareng Harusnya Ditiadakan Saja. #TakjilanTerminal41

5 Mei 2021
buka puasa

Ramadan Tiba, Undangan Bukber Mulai Bertebaran

7 Mei 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Menanti Gojek Tembus ke Desa Kami yang Sangat Pelosok (Unsplash)

“Gojek, Mengapa Tak Menyapa Jumantono? Apakah Kami Terlalu Pelosok untuk Dijangkau?” Begitulah Jeritan Perut Warga Jumantono

29 November 2025
Menengok Bagaimana Penjaga Palang Kereta Api Bekerja, Termasuk Berapa Gajinya dan Gimana Cara Mendaftarnya  

Menengok Bagaimana Penjaga Palang Kereta Api Bekerja, Termasuk Berapa Gajinya dan Gimana Cara Mendaftarnya  

1 Desember 2025
6 Hal Sepele, tapi Menyebalkan Saat Zoom Meeting Mojok

6 Hal Sepele, tapi Menyebalkan Saat Zoom Meeting

30 November 2025
8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah (Unsplash)

8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah

3 Desember 2025
Jogja Sangat Layak Dinobatkan sebagai Ibu Kota Ayam Goreng Indonesia!

Jogja Sangat Layak Dinobatkan sebagai Ibu Kota Ayam Goreng Indonesia!

1 Desember 2025
4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang Mojok.co

4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang

3 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.