Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Beratnya Meninggalkan Yogyakarta dan Berpindah ke Kota ‘Loe Gue’

Suci Fitrah Syari oleh Suci Fitrah Syari
28 November 2019
A A
Beratnya Meninggalkan Yogyakarta dan Berpindah ke Kota 'Loe Gue'
Share on FacebookShare on Twitter

Undangan yang saya tunggu-tunggu pun masuk. Berisi jadwal kegiatan yang akan dilaksanakan di Jakarta selama sepekan. Sebelumnya saya sudah packing terlebih dahulu. Mengantisipasi jika saja undangan memang telat datang, paling tidak saya sudah siap. Namun, ternyata ada satu undangan lagi yang masuk ke email saya. Berisi jadwal kegiatan selama tiga bulan. Sudah lama saya menunggu undangan ini. Tapi yang membuat saya terkejut adalah lokasi tempat kegiatannya: Jakarta. Saya akan berpindah dari Yogyakarta?

Sama sekali tak terbayangkan dan terpikirkan bahwa Jakarta menjadi tempat perantauan saya berikutnya. Entahlah, mungkin karena saya mengenal Jakarta sebagai kota metropolitan, macet, apa-apa kudu cepet, desak-desakan, trend center, dan berbagai hingar-bingar, hiruk-pikuknya yang justru berkebalikan dengan diri saya. Terlebih saya sudah terlanjur nyaman dengan kota Yogyakarta. Dengan kehangatan, keramahan dan paling penting ke-santuy-an masyarakatnya yang “saya banget”.

Karena belum siap meninggalkan kenyamanan saya di kota Mas-Mbak, maka saya coba untuk mengirim email pemindahan lokasi ke kota Yogyakarta dengan tiga poin alasan yang menurut saya urgent dan cukup logis, tapi pastinya tak berkaitan dengan rasa nyaman. Selang beberapa hari, akhirnya email balasan pun keluar lengkap disertai dengan lampiran nama-nama peserta kegiatan tiga bulan. Dan jreng… jreng nama saya ada dengan lokasi Jakarta. Artinya, permintaan saya ditolak. Dan artinya saya harus menetap di Jakarta selama beberapa bulan.

Sejujurnya, meski baru 5 bulan di Yogyakarta, tapi rasa-rasanya saya belum sanggup meninggalkan ibu-ibu kompleks yang suka berbagi makanan, angkringan depan kosan yang murah meriah, mas ojol yang nggak pake ngegas kalau titik penjemputannya nggak sesuai, para tetangga yang selalu memberi senyum ketika bertemu, bunyi klakson yang jarang terdengar, segala kehangatan dan ketenangan hidup itu belum sanggup saya tinggalkan. But, life must go on.

Akhirnya, tibalah saya di Jakarta. Hari pertama aman. Meski sedikit khawatir awalnya, karena harus berdesak-desakan dengan para penumpang commuter line. Terlebih dengan menenteng segerombolan barang bawaan saya, tentu takkan mudah. Tapi untungnya hari pertama tiba di kota metropolitan ini saat weekend di mana tidak ada para pekerja ataupun anak sekolahan. Tentu saja saya mengelus dada berkali-kali.

Hal lain yang menjadi sorotan saya adalah langit kota Jakarta. Ternyata memang benar kata orang dan survey tentang kota dengan polusi tertinggi di dunia. Saya bisa menyaksikannya setiap hari dari sudut mana pun di kota ini.

Nah, hal menarik lain yang tentu takkan lepas dari pengamatan saya adalah masyarakatnya. Awalnya saya berpikir bahwa masyarakat Ibu Kota adalah orang-orang individualis, yah seperti kata-kata orang. Tapi nyatanya, hingga hari ini saya bertemu dengan orang-orang baik. Mas ojol yang ramah mengantarkan saya selamat hingga tujuan meski sempat tersesat tapi dia nggak ngegas. Bapak kosan yan baiknya sampai kayaknya bisa panggil Ayah sendiri, karena butuh sesuatu langsung gercap teratasi.

Sejauh ini, kesan awal berada di kota Jakarta masih ada pada zona aman. Nyatanya, “Loe-Gue” yang kesannya cenderung individualis tak bisa menggambarakan secara ‘real’ tipikal masyarakatnya sepenuhnya seperti itu. Seperti kata teman saya yang mengaku bahwa teman-temannya yang bekerja di Jakarta ketika balik ke daerah asal perlakuannya seperti orang yang ‘songong’. Tapi justru berkebalikan dengan saya, banyak teman-teman saya yang asli Jakarta justru adalah orang-orang yang begitu peduli dengan lingkungan dan sosial, bahkan tak jarang justru kebanyakan dari mereka adalah penggerak atau inisiator kebaikan.

Baca Juga:

Hal-hal yang Harus Diketahui Calon Perantau sebelum Pindah ke Surabaya agar Tidak Terjebak Ekspektasi

Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

Perantauan saya dari pulau Sulawesi, Kalimantan, Sumatera, Jawa Timur, Yogyakarta, lalu hari ini di Jakarta memberi banyak sekali pelajaran. Karakter orang-orang, budaya mereka, nada suaranya, gaya hidupunya, yang masing-masing punya ciri khas di tiap daerah. Dan dari pengamatan itu, saya sadar bahwa mau berasal dari darah yang sangat menjaga perasaan seseorang seperti di kota ‘Mas-Mbak’ atau dari daerah yang gaya bicaranya langsung to the point seperti kota ‘Loe-Gue’, tak ada yang perlu ditakutkan. Sebab, di mana pun kita berada, kitalah yang menjadi bagian dari masyarakat itu sendiri. Kita yang memilih menjadi masyarakat yang dikenal individualis atau sosialis.

Ada di kota yang berbeda bukan berarti juga mengubah diri kita menjadi orang yang berbeda. Membaur dan menyesuaikan diri itu perlu dan menjadi sebuah keharusan, tapi bukan berarti mengubah diri dengan pemahaman yang salah.

BACA JUGA Ada Apa dengan Jogja? atau tulisan Suci Fitrah Syari lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 28 November 2019 oleh

Tags: JakartamerantauYogyakarta
Suci Fitrah Syari

Suci Fitrah Syari

ArtikelTerkait

Pemda Karawang Sadarlah, Daerah Kalian Juga Mulai Tenggelam seperti Jakarta! Mojok.co

Pemda Karawang Sadarlah, Daerah Kalian Juga Mulai Tenggelam seperti Jakarta!

19 November 2023
Orang Jakarta Stop Berpikir Pindah ke Purwokerto, Kota Ini Tidak Cocok untuk Kalian Mojok.co

Orang dari Kota Besar Stop Berpikir Pindah ke Purwokerto, Kota Ini Belum Tentu Cocok untuk Kalian

11 Desember 2025
Surat Terbuka dari Kereta Prambanan Ekspres yang Berhenti Beroperasi Selamanya terminal mojok.co

Surat Terbuka dari Kereta Prambanan Ekspres yang Berhenti Beroperasi Selamanya

17 Februari 2021
UMR Jogja Harus Naik Drastis, Tidak Bisa Tidak! upah minimum yogyakarta

Upah Minimum Yogyakarta Itu ya Harus Minimum, Nggak Usah Berharap Naik Signifikan, Halu!

28 November 2022
Ciputat Timur, Tempat Tinggal Terbaik bagi Pekerja Rantau Jakarta yang Memilih Hidup Pas-pasan

Ciputat Timur, Tempat Tinggal Terbaik bagi Pekerja Rantau Jakarta yang Memilih Hidup Pas-pasan

15 April 2024
Apakah Merantau ke Luar Pulau Jawa Masih Menjanjikan?  

Apakah Merantau ke Luar Pulau Jawa Masih Menjanjikan?

23 Agustus 2024
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

KA Ijen Expres, Kereta Premium Malang-Banyuwangi, Penyelamat Mahasiswa asal Tapal Kuda

KA Ijen Expres, Kereta Premium Malang-Banyuwangi, Penyelamat Mahasiswa asal Tapal Kuda

18 Desember 2025
Kasta Sambal Finna dari yang Enak Banget Sampai yang Mending Skip Aja

Kasta Sambal Finna dari yang Enak Banget Sampai yang Mending Skip Aja

19 Desember 2025
Tinggal di Kabupaten Magelang: Dekat Borobudur, tapi Tidak Pernah Merasa Hidup di Tempat Wisata

Tinggal di Kabupaten Magelang: Dekat Borobudur, tapi Tidak Pernah Merasa Hidup di Tempat Wisata

18 Desember 2025
Bukan Mojokerto, tapi Lumajang yang Layak Menjadi Tempat Slow Living Terbaik di Jawa Timur

Bukan Mojokerto, tapi Lumajang yang Layak Menjadi Tempat Slow Living Terbaik di Jawa Timur

18 Desember 2025
Dosen Bukan Dewa, tapi Cuma di Indonesia Mereka Disembah

4 Hal yang Perlu Kalian Ketahui Sebelum Bercita-cita Menjadi Dosen (dan Menyesal)

17 Desember 2025
Mojokerto, Opsi Kota Slow Living yang Namanya Belum Sekencang Malang, tapi Ternyata Banyak Titik Nyamannya

Mojokerto, Opsi Kota Slow Living yang Namanya Belum Sekencang Malang, tapi Ternyata Banyak Titik Nyamannya

17 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Upaya “Mengadopsi” Sarang-Sarang Sang Garuda di Hutan Pulau Jawa
  • Menguatkan Pembinaan Pencak Silat di Semarang, Karena Olahraga Ini Bisa Harumkan Indonesia di Kancah Internasional
  • Dianggap Aib Keluarga karena Jadi Sarjana Nganggur Selama 5 Tahun di Desa, padahal Sibuk Jadi Penulis
  • Terpaksa Jadi Maling-Mendekam di Penjara karena Lelah Punya Orang Tua Miskin, Sejak Kecil Hanya Bisa Ngiler ke Hidup Enak Teman Sebaya
  • Membandingkan Warteg di Singapura, Negara Tersehat di Dunia, dengan Indonesia: Perbedaan Kualitasnya Bagai Langit dan Bumi
  • Slipknot hingga Metallica Menemani Latihan Memanah hingga Menyabet Medali Emas Panahan

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.