Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Benarkah Jakarta Bukan Lagi Kota Favorit untuk Merantau? Jawabannya Jelas Tidak, Kota Ini Masih Begitu Mengilap untuk Perantau

Muhamad Iqbal Haqiqi oleh Muhamad Iqbal Haqiqi
28 April 2025
A A
Tidak Kerja di Jakarta Bikin Saya Bersyukur sekaligus Menaruh Hormat pada Mereka yang Mengadu Nasib di Ibu Kota

Tidak Kerja di Jakarta Bikin Saya Bersyukur sekaligus Menaruh Hormat pada Mereka yang Mengadu Nasib di Ibu Kota

Share on FacebookShare on Twitter

Dulu, saya sering dengar bagaimana Jakarta adalah kota bagi mereka yang ingin mengubah nasib, meniti karier, dan mengejar mimpi. Meski disebut lebih kejam daripada ibu tiri, tapi menawarkan lingkungan yang kompetitif, keras (kadang toxic), dan serba cepat. Mereka yang berhasil beradaptasi, akan jadi “seseorang”. Jakarta adalah arena bertarung bagi perantau.

Tapi, belakangan, anggapan itu kian bergetar. Biaya hidup yang tinggi dan lingkungan yang padat. Kemudian polusi dan kemacetan, ditambah banjir dan panas ekstrem, membuat Jakarta dipandang sebagai Kotanya orang stress dan depresi. Oleh karena itu, kota ini mulai ditinggalkan dan dianggap bukan lagi tujuan bagi perantau.

Hal itu pun didukung dengan sebuah liputan dari Kumparan dengan judul “Yang Merantau ke Jakarta Makin Sedikit, yang Meninggalkannya Makin Banyak”. Liputan tersebut mendasari argumennya pada sebuah publikasi laporan dari BPS berjudul Statistik Migrasi Indonesia Hasil Long Form Sensus Penduduk 2020. Laporan tersebut menyajikan tren penurunan migrasi penduduk yang masuk ke Jakarta. Tertinggi pada rentang tahun 2020 yang mencapai sekitar 585.000 orang.

Tapi apa benar Jakarta sudah ditinggalkan perantau dan tidak lagi jadi favorit tempat untuk merantau? Sebelum menyimpulkan bahwa Jakarta bukan lagi pilihan para perantau, kita coba samakan dulu definisi dari makna merantau itu sendiri.

Nggak ngitung kalau sempat ada covid?

Menurut KBBI, merantau memiliki arti berlayar ataupun mencari penghidupan di tanah rantau atau pergi ke negeri lain untuk mencari penghidupan, ilmu, dan sebagainya.

Kalau katanya Koentjaraningrat (antropologis dari UI), merantau itu bagian dari mobilitas sosial dan geografis, yang dilakukan oleh individu atau kelompok masyarakat sebagai bentuk adaptasi sosial terhadap kondisi ekonomi dan kesempatan di luar daerah asal. Pendapat lain yang nggak kalah terkenal dari Bustanuddin Amran yang bilang merantau itu perpindahan secara sukarela dari kampung halaman menuju daerah lain dengan motivasi ekonomi, pendidikan, sosial, maupun budaya, yang dilakukan untuk sementara waktu ataupun menetap.

Nah kalau kita tarik benang merah dari tiga definisi di atas, maka ada tiga poin utama dari merantau, yaitu perpindahan secara permanen atau sementara, meninggalkan kampung halaman, dan motivasinya perihal ekonomi, pendidikan, pengalaman, atau sosial.

Bila mengacu dengan tiga poin di atas, terutama poin tentang motivasi dari merantau, maka nggak bisa langsung disimpulkan dengan gamblang bahwa Jakarta ditinggalkan para perantau.

Baca Juga:

4 Alasan Orang Jakarta Lebih Sering Liburan ke Bogor daripada ke Pulau Seribu

Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

Pertama, laporan dari BPS memang menyebutkan adanya tren dari penurunan migrasi masuk, terutama pada 2020. Tapi apa penyebabnya? Apakah perantau itu hanya berpindah tempat tinggal saja tapi tetap bekerja di Jakarta atau bagaimana?

Lagi pula, rentang waktu dari data 2015-2020 yang dijadikan patokan angka penurunan ekstrem juga jadi bias untuk digunakan dalam menyimpulkan bahwa Jakarta sudah tidak diminati. Pasalnya di tahun tersebut kan beririsan dengan pandemi Covid-19, sehingga ada pembatasan mobilitas.

Saat itu banyak pekerja informal, perantau musiman, bahkan karyawan kontrak, dipecat atau memilih pulang karena ketidakpastian kerja, lockdown, dan PSBB. Di sisi lain, mereka yang dari luar dilarang masuk oleh pemerintah. Tentu akibatnya ya terjadi penurunan migrasi ke Jakarta itu sendiri.

Jadi, menggunakan data tersebut untuk menyimpulkan bahwa Jakarta mulai ditinggalkan berpotensi misleading apabila tidak dilakukan pembanding dengan tren pasca-pandemi (2022–2024) saat mobilitas kembali normal.

Dari dulu memang sudah begitu

Kedua adalah perkara penentuan tempat tinggal. Katanya banyak yang mulai memilih tempat tinggal di area Bodetabek. Jakarta dianggap sumpek, padat, dan berpolusi. Lah ya dari dulu juga sudah seperti itu. Jakarta juga bukan tempat untuk menua atau pensiun. Tapi apakah itu bisa dijadikan justifikasi satu-satunya bahwa Jakarta sudah nggak diminati?

Memang ada tren suburbanisasi karena orang mencari tempat tinggal yang lebih tenang dan living cost yang lebih terjangkau, tapi tetap saja, motivasi merantau itu kan salah satunya perkara ekonomi. Pada faktanya, Jakarta tetap jadi pilihan bekerja bagi banyak perantau.

Saya kasih data dalam liputan Kumparan yang justru malah mendukung argumen kedua saya ini. Disebutkan bahwa data menurut BPS dalam laporannya berjudul Statistik Komuter Jabodetabek 2023, terdapat 1,5 juta orang warga Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek) yang sehari-hari melaju ke Jakarta. Entah untuk bekerja, bersekolah, maupun kuliah. Itu artinya, Jakarta tetap jadi destinasi merantau.

Selain itu,data BPS menyebut kalau sampai 2024, Jakarta masih jadi kota dengan total pekerja, baik formal maupun informal yang sangat tinggi, yaitu lebih dari 5 juta pekerja. Bandingkan dengan Bogor cuma 400 ribuan, Bekasi 1,4 jutaan, dan Bandung 1,5 jutaan. Nggak nyampe setengahnya Jakarta.

Sekalipun ruwet, Jakarta masih menarik

Ketiga, Jakarta dengan keruwetannya tetap terlihat menarik bagi mereka yang ingin meniti karier. Meski secara UMR, Jakarta hanya berada di peringkat 4, kemudian masih ditemukan banyak pekerja yang digaji di bawah UMR, tapi Jakarta bisa dibilang jadi episentrum bagi terbukanya berbagai sektor industri. Sebut saja di bidang jasa, perdagangan, pemerintahan, korporasi, startup, entertainment, dan masih banyak lagi. Orang yang merantau jadi punya banyak pilihan dalam berkarier.

Jadi, terlalu dini menyebut Jakarta tidak diminati oleh perantau, pasalnya data pergerakan migrasi yang terjadi lebih kepada pergeseran preferensi hunian, bukan tentang ekonomi dan daya tarik karier. Kenyataannya, Jakarta masih menawarkan kesempatan bagi siapapun yang berani dengan risiko.

Mungkin Jakarta bukan tempat tinggal yang ideal, tapi ia tetap menjadi tujuan bagi mereka yang ingin mengadu nasib, mengejar karier, dan membuktikan diri. Sebab pada akhirnya, Jakarta mengajarkan apa yang bisa dicapai, bukan tentang kenyamanan. 

Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA 3 Stigma yang Salah tentang Jakarta bagi Anak Perantau, Sekarang Nggak Perlu Takut!

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 28 April 2025 oleh

Tags: Jakartakota merantauTempat Tinggal
Muhamad Iqbal Haqiqi

Muhamad Iqbal Haqiqi

Mahasiswa Magister Sains Ekonomi Islam UNAIR, suka ngomongin ekonomi, daerah, dan makanan.

ArtikelTerkait

5 Rekomendasi Warung Makan Underrated di Tebet yang Wajib Dicoba

5 Rekomendasi Warung Makan Underrated di Tebet yang Wajib Dicoba

19 September 2022
17 Rekomendasi Street Food di Jakarta, biar Duit Cekak Tetap Bisa Makan Enak (Bagian 1) Terminal Mojok

17 Rekomendasi Street Food di Jakarta: Duit Cekak Tetap Bisa Makan Enak (Bagian 1)

6 Juli 2022
3 Spot Terbaik Melihat Kesenjangan Kota Jakarta dari Ketinggian Mojok.co

3 Spot Terbaik Melihat Kesenjangan Kota Jakarta dari Ketinggian

29 Maret 2024
12 Rekomendasi Ketoprak Lezat di Jakarta terminal mojok

12 Rekomendasi Ketoprak Lezat di Jakarta

26 Oktober 2021
Argo Parahyangan: Sahabat Setia Perantau Asal Bandung di Ibu Kota

Argo Parahyangan: Sahabat Setia Perantau Asal Bandung di Ibu Kota

26 Juni 2022
Pengalaman Naik Kereta Cepat Jakarta-Bandung Whoosh untuk Pertama Kali

Pengalaman Naik Kereta Cepat Jakarta-Bandung Whoosh untuk Pertama Kali

15 November 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Desa Sumberagung, Desa Paling Menyedihkan di Banyuwangi (Unsplash)

Desa Sumberagung, Desa Paling Menyedihkan di Banyuwangi: Menolong Ribuan Perantau, tapi Menyengsarakan Warga Sendiri

22 Desember 2025
Harga Nuthuk di Jogja Saat Liburan Bukan Hanya Milik Wisatawan, Warga Lokal pun Kena Getahnya

Harga Nuthuk di Jogja Saat Liburan Bukan Hanya Milik Wisatawan, Warga Lokal pun Kena Getahnya

21 Desember 2025
Nggak Punya QRIS, Nenek Dituduh Nggak Mau Bayar Roti (Unsplash)

Rasanya Sangat Sedih ketika Nenek Saya Dituduh Nggak Mau Bayar Roti Terkenal karena Nggak Bisa Pakai QRIS

21 Desember 2025
Jepara Adalah Kota Ukir, Kota yang Ahli Memahat Indah kecuali Masa Depan Warganya

Jepara Adalah Kota Ukir, Kota yang Ahli Memahat Indah kecuali Masa Depan Warganya

26 Desember 2025
Garut Bukan Cuma Dodol, tapi Juga Tempat Pelarian Hati dan Ruang Terbaik untuk Menyendiri

Garut Itu Luas, Malu Sama Julukan Swiss Van Java kalau Hotel Cuma Numpuk di Cipanas

23 Desember 2025
Daihatsu Gran Max, Si "Alphard Jawa" yang Nggak Ganteng, tapi Paling Bisa Diandalkan Mojok.co

Daihatsu Gran Max, Si “Alphard Jawa” yang Nggak Ganteng, tapi Paling Bisa Diandalkan

25 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Pemuja Hujan di Bulan Desember Penuh Omong Kosong, Mereka Musuh Utama Pengguna Beat dan Honda Vario
  • Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal
  • Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha
  • Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya
  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa
  • Sempat “Ngangong” Saat Pertama Kali Nonton Olahraga Panahan, Ternyata Punya Teropong Sepenting Itu

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.