Ramadan sejatinya merupakan usaha menahan diri dari hawa nafsu. Termasuk belajar menahan diri dari pola hidup nggak ramah lingkungan. Belajar kurangi produksi sampah, terutama plastik. Belajar nggak makan minum berlebihan. Belajar kurangi emisi dan gas karbo yang kita hasilkan sehari-hari.
Representasi hawa nafsu kita yang belum berhasil kita kendalikan, yakni hawa nafsu konsumerisme berlebihan. Namun pada dasarnya, dengan melatih mengurangi sampah, secara tidak langsung seseorang sedang mengendalikan nafsu konsumerismenya. Bonusnya ya Ramadan yang lebih sehat karena makanan yang dikonsumsi juga lebih sehat. Atau bahasa kerennya Eco-Ramadan.
Nah, apa sih Eco-Ramadan?
Eco-Ramadan itu satu dari berbagai upaya pelestarian lingkungan yang digaungkan oleh para pegiat lingkungan. Lantaran produksi sampah yang selalu bikin geleng-geleng kepala tiap Ramadan ini makin bikin resah dan lingkungan juga makin rusak.
Eco-Ramadan menerapkan gaya hidup dengan mengolah makanan dengan makan secukupnya. Tidak menyisakan makanan. Makan makanan lokal yang memiliki jejak karbon lebih sedikit. Mulai bijak mengolah sampah, salah satunya dengan cara mengompos sampah organik dan sisa makanan.
Lalu kurangi sampah dengan dengan menggunakan alat makan atau barang-barang yang bisa dipakai lagi. Tumbler, kotak makan, atau tas belanja kain. Pokoknya yang reusable gitulah.
Selain kebiasaan malesnya, hal lain yang bikin orang mikir-mikir lagi buat Eco-Ramadan adalah biaya yang dikeluarkan. Banyak orang yang berpikir bahwa gaya hidup seperti ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Media sosial sering kali menggambarkan gaya hidup zero waste dengan banyaknya mason jar, glass jar, stainless bottle, maupun peralatan zero waste lainnya yang harganya agak mahal bagi sebagian orang.
Apalagi kalau sudah lihat selebgram atau para influencer di media sosial yang menyerukan kampanye ramah lingkungan sekaligus dengan segala pritilan barang-barangnya. Yang menurut cewek sebagian orang akan mengatakan, “Ih, lucuuu!”
Sayangnya, banyak orang kemudian cenderung fokus pada barang-barangnya, daripada tujuan atau isi pesan yang dimaksud dalam sebuah postingan, misalnya. Alhasil, mereka akan berpikir bahwa jika dia memiliki barang-barang semacam itu, maka dia baru dianggap sebagai ‘pegiat lingkungan’ atau telah berperilaku ramah lingkungan.
Saya sendiri sering mendapatkan perlakuan semacam itu. Ketika menolak sedotan plastik dan memilih menggunakan sedotan stainless yang saya punya, misalnya. Seorang kawan pernah berkata, “Weh, mbak-mbak pegiat lingkungan, nih.”
Seketika saya mbatin, Lah, apa hubungannya, Bambank!
Jika dilihat dari media sosial, bagaimanapun gaya hidup seperti itu memang terlihat mewah. Tapi, coba kita hitung berapa rupiah yang harus dikeluarkan jika ingin mencoba Eco-Ramadan. Setidaknya ada dua poin penting yang paling diperhatikan dalam Eco-Ramadan. Yakni persoalan sampah makanan dan sampah plastik.
Mumpung lagi Ramadan juga, yakaaan~
Penggunaan Barang-barang yang Reusable
Ketika Ramadan, hampir semua makanan dan jajanan yang dijual dibungkus oleh plastik. Untuk menguranginya, kita dianjurkan untuk menggunakan barang-barang bisa digunakan berulang-ulang. Seperti botol minum, kotak makan, tote bag atau tas belanja reusable. Buat beli takjil, jajanan pasar, kolak, nasi padang, tusuk sate, gerobak nasi goreng atau bahan makanan mentah yang akan diolah secara mandiri di rumah.
Harga botol minum paling murah berkisar 30-40 ribu. Itu pun yang berbahan plastik. Sedangkan yang berbahan stainless bisa berkisar 100 hingga 200 ribu. Kalau mau yang lebih elite nih, botol minum yang bisa untuk menahan panas atau dingin dan ada nama produk terkenal, harganya bisa lebih dari itu. Yah, buat bungkus es degan biar masih dingin sampai buka puasa.
Selanjutnya kotak makan. Paling murah bisa seharga 20 ribuan. Yang kalau jatuh bisa-bisa langsung retak. Namun biasanya banyak kotak makan yang dijual dalam satu set, dari yang paling kecil sampai paling gede. Dan itu harganya bisa 100 ribuan. Belum lagi yang lebih tebal dan bermerek t*pperware, harganya bahkan bisa sampai 400 ribu.
Nah, kalau kita (eh, saya) tipe orang suka banget jajan, apalagi ketika berburu takjil di pasar Ramadan. Tentu membawa satu kotak makan nggak akan cukup. Jadi, kita emang butuh lebih dari itu kalau ingin mengurangi plastik sekali pakai sebagai kemasan makanannya.
Lalu tote bag atau tas belanja. Harga tote bag paling murah seharga 10 ribu. Anak kuliah yang biasanya bergaya-gaya indie pasti tahu banget harga totebag murah. Dan jika ingin bahan yang lebih bagus dan kuat, misalnya, bisa berkisar pada harga 50-100 ribu. Sedangkan tas belanja, yang kini sudah marak dijajakan di supermarket, biasanya seharga 30-50 ribu. Bentuknya memang lebih besar dan khusus digunakan untuk belanja aja, bukan buat kuliah.
Menyoal Makanan
Makanan merupakan kebutuhan sehari-hari. Apalagi ketika Ramadan, makanan menjadi hal paling penting yang tak jarang menjadi perdebatan. Eco-Ramadan menekankan untuk mengonsumsi makanan dalam porsi cukup. Tentu porsi ‘cukup’ setiap orang berbeda-beda. Hal itu supaya kita nggak barbar ketika buka puasa. Nggak segala makanan pengin dimakan tapi akhirnya justru buang-buang makanan.
Agar mudah dan praktis, banyak orang yang saat sahur mengonsumsi sereal atau oatmeal. Harga oatmeal (instan) sendiri mulai dari 45 hingga 100 ribuan. Dan jika masih tidak ingin menggunakan kemasan plastik sedikit pun, kita bisa mendapatkannya di toko kelontong yang menerapkan zero waste. Harganya pun berkisar 100 ribu per 500 gramnya.
Sedangkan ketika buka puasa cukup dengan takjil kurma dan air putih. Makan secukupnya dari olahan bahan makanan yang telah ditanam sendiri di kebun dirasa sudah cukup.
Namun yang terpenting dari penerapan Eco-Ramadan adalah manajemen makanan. Caranya, sebisa mungkin kita buat daftar menu yang akan dikonsumsi dalam 2 atau tiga hari ke depan. Cek persediaan bahan makanan di kulkas. Buat daftar belanja sesuai kebutuhan. Dan simpan bahan makan dengan baik.
Terkait dengan biaya yang dikeluarkan memang bisa lebih sedikit dari yang biasa kita keluarkan sehari-hari.
Ketika sedang membeli makanan di luar saat buka puasa, coba beli satu porsi makanan berat dan sedikit takjil. Jika suatu saat masih berlebihan ketika dimakan sekali, olah kembali sisa makanan tersebut menjadi makanan lain agar tetap habis (jika mungkin untuk dilakukan). Selain itu, mengompos juga bisa menjadi alternatif ketika ada makanan yang lebih.
Lebih jauh lagi, Eco-Ramadan nggak cuma berusaha mengurangi penumpukan sampah. Tapi juga upaya lain untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Seperti mengurangi produksi karbon, melakukan penghijauan, hemat energi, dan do it by yourself semua hal yang bisa kita bikin sendiri. Seperti pembersih rumah tangga, perawatan tubuh (seperti sabun), mengolah makanan dan lain-lain.
Emang susah banget buat mengubah gaya hidup kita yang udah terbiasa dengan segala hal yang serba instan. Tapi justru itu yang bikin terlena dan lupa akan dampaknya di sekeliling kita.
Selain itu, gaya hidup Eco-Ramadan dengan zero waste sebenarnya bukanlah tujuan, melainkan sebuah proses. Dan sayangnya, hal ini yang justru sering menjadi kekeliruan pola pikir. Padahal kita bisa menggunakan apa pun yang ada di rumah untuk mengurangi pemakaian plastik dan menjalani gaya hidup yang lebih ramah lingkungan.
Memakai daun pisang untuk membungkus makanan, misalnya.
BACA JUGA Esai-esai Terminal Ramadan Mojok lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.