Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Bayi Silver dan Pelaku Eksploitasi Anak, Sejatinya Sama-sama Korban Sistem Ekonomi

Prabu Yudianto oleh Prabu Yudianto
29 September 2021
A A
manusia silver
Share on FacebookShare on Twitter

Di setiap persimpangan, para pengamen dan pengemis kini berebut pasar. Bahkan dengan kehadiran pengamen bermodal, bersenjata sound system dan gitar mahal, membuat persaingan antar pengamen dan pengemis makin menyesakkan. Setiap pencari uang jalanan ini berlomba untuk makin kreatif.

Namun, kadang kreativitas ini melawan akal sehat dan kesehatan. Contohnya adalah manusia silver. Meskipun dulu saya sampai memburu sang koordinator dan gagal, tapi saya masih sulit menerima ide menggunakan cat besi dan semprot di sekujur tubuh. Keunikan yang menjanjikan rupiah memang membuat gelap mata. Tanya saja para influencer nggatheli di media sosial.

Tua muda berebut jadi manusia silver. Saya sendiri pernah bertemu seorang bapak tua yang rambutnya sudah memutih dan menjadi manusia silver. Namun, tidak ada yang mengalahkan tragisnya bayi yang dicat silver di Tangerang Selatan.

Berita ini segera viral di media sosial. Dan tabir tragedi bayi silver ini makin terbuka lebar. Diketahui bahwa bayi tersebut bukanlah anak dari si pengamen silver. Bayi tersebut hanyalah anak tetangga yang diajak “pergi bermain”. Orang tua bayi silver tadi juga tidak mengetahui fakta memuakkan ini.

Gayung bersambut dan warganet gempar. Tentu mayoritas mengutuk si pengamen silver. Tapi sisanya memang menunjukkan rasa iba pada sang bayi. Saya pribadi pun jatuh iba dan marah pada entah siapa. Tapi akhirnya saya melihat realita sebenarnya: eksploitasi anak memang ada, nyata, dan tidak jauh dari ekor mata kita.

Mungkin bayi silver ini hanyalah puncak gunung es. Bahkan sangat puncak dari apa yang bisa kita lihat. Berapa banyak kita melihat bayi dan anak kecil berebut rupiah di jalanan? Entah dikoordinir oleh orang dewasa bajingan atau murni memenuhi kebutuhan sendiri. 

Secara singkat, eksploitasi ini menempatkan si koordinator sebagai penjahat utama. Mungkin sampai sini saja artikel ini selesai. Namun, saya benci untuk menyalahkan masyarakat akar rumput terhadap masalah ekonomi yang kompleks.

Kehadiran bayi silver dan segenap eksploitasi anak adalah hasil dari sistem ekonomi yang penuh persaingan. Bahkan mental untuk “menjual” bayi sebagai value lebih saat mengamen tidak lahir secara ajaib di otak pelaku. Semua karena persaingan dalam sistem ekonomi di pinggir jalan.

Baca Juga:

Kembaran Bukan Purwokerto, Jangan Disamakan

Kalau Mau Menua dengan Tenang Jangan Nekat ke Malang, Menetaplah di Pasuruan!

Seperti artikel saya tentang mahasiswa mengamen di jalan, persaingan ekonomi di lini pengamen makin parah. Banyak orang dengan privilese berlebih ikut berebut uang dari donasi pelintas jalan. Lalu bagaimana orang-orang ekonomi bawah bersaing dengan peristiwa ini?

Ya mau tidak mau, mereka ikutan aneh-aneh agar outstanding. Daripada dicibir “badan sehat kok ngemis”, mereka mengeluarkan effort lebih agar pantas mendapat uang kembalian Anda. Dengan terbatasnya akses para pengemis dan pengamen pada sumber daya dan pengetahuan, yang dipilih adalah cara-cara yang nyantol di imajinasi terbatas mereka. Misal, jadi manusia silver.

Tapi aneh-aneh ala manusia silver belum cukup. Persaingan yang keterlaluan memaksa mereka makin gila dalam bersaing. Akhirnya semua dilihat sebagai objek, termasuk bayi tetangga yang pipis saja harus ditampung popok. Demi meningkatkan value untuk mengemis, akhirnya bayi kecil menjadi alat jual rasa iba mereka.

Memang realitanya demikian. Demi persaingan menuju sumber daya ekonomi, manusia akan jadi objek ekonomi. Makin tinggi value-nya, makin menghasilkan rupiah.

Ini saja saya masih bicara masyarakat ekonomi bawah. Masyarakat menengah juga sama saja, memandang anak kecil sebagai objek. Dari dipaksa mencari beasiswa sampai diikutkan lomba semua karena anak dinilai sebagai objek. Aspirasi mereka diabaikan sebagai kenakalan anak.

Bahkan masyarakat ekonomi atas pun masih jadi objek. Buktinya, lihat saja Rafathar. Masa kecilnya sudah kehilangan privasi dan hak tumbuh kembang sepantasnya anak kecil. Sejak kecil, Rafathar harus jadi komoditi hiburan demi memuaskan pemirsa layaknya kedua orang tuanya.

Bayi silver dan pelaku eksploitasinya sama-sama korban. Korban dari persaingan ekonomi yang merendahkan posisi manusia layaknya bahan baku pabrik. Rafathar dan bayi silver tadi sama-sama korban dari eksploitasi. Bedanya, mungkin dari rasa sakit dan penderitaan mereka. Yang satu terancam racun dari cat, satunya terancam mentalnya.

Tapi kita terlalu munafik mengakui fakta ini. Entah karena kita sudah terikat begitu dalam dengan sistem ekonomi penuh persaingan, atau karena kita malu mengakui bahwa sistem ekonomi yang mulia ini sumber masalah.

Sumber Gambar: YouTube Law & Justice Investigasi

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 29 September 2021 oleh

Tags: Bayi silvereksploitasi anakmanusia silverpilihan redaksi
Prabu Yudianto

Prabu Yudianto

Penulis kelahiran Yogyakarta. Bekerja sebagai manajer marketing. Founder Academy of BUG. Co-Founder Kelas Menulis Bahagia. Fans PSIM dan West Ham United!

ArtikelTerkait

Menghitung Penghasilan Tok Dalang Upin Ipin yang Membuatnya Jadi Crazy Rich Kampung Durian Runtuh

Menghitung Penghasilan Tok Dalang Upin Ipin yang Membuatnya Jadi Crazy Rich Kampung Durian Runtuh

7 April 2024
Menggugat Aktivis Muda Brengsek yang Jadikan Penderitaan Rakyat sebagai Portofolio terminal mojok.co

Menggugat Aktivis Muda Brengsek yang Jadikan Penderitaan Rakyat sebagai Portofolio

4 Oktober 2021
3 Penderitaan Punya Rumah Dekat Sawah yang Nggak Disadari Kebanyakan Orang Kota Mojok.co

3 Penderitaan Punya Rumah Dekat Sawah yang Nggak Disadari Kebanyakan Orang Kota

23 April 2025
indihome internet lemot mojok

Indihome Memang Bermasalah, tapi Kita Nggak Punya Pilihan Lain, kan?

20 September 2021
Jangan Bikin Purwokerto Jadi Jogja Kedua! Kami Butuh Hidup Tenang, Bukan Trending

Jangan Bikin Purwokerto Jadi Jogja Kedua! Kami Butuh Hidup Tenang, Bukan Trending

14 Mei 2025
Gang 41 Ngaliyan Semarang, Gang Sempit yang Jadi Pintu Doraemon Mahasiswa UIN Walisongo

Gang 41 Ngaliyan Semarang, Gang Sempit yang Jadi Pintu Doraemon Mahasiswa UIN Walisongo

2 November 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

UNU Purwokerto, Kampus Swasta yang Sudah Berdiri Lumayan Lama, tapi Masih Nggak Terkenal

UNU Purwokerto, Kampus Swasta yang Sudah Berdiri Lumayan Lama, tapi Masih Nggak Terkenal

15 Desember 2025
Setup Makaroni Kuliner Khas Solo, tapi Orang Solo Nggak Tahu

Setup Makaroni: Kuliner Khas Solo tapi Banyak Orang Solo Malah Nggak Tahu

19 Desember 2025
3 Kebiasaan Pengendara Motor di Solo yang Dibenci Banyak Orang

3 Kebiasaan Pengendara Motor di Solo yang Dibenci Banyak Orang

16 Desember 2025
Tambak Osowilangun: Jalur Transformer Surabaya-Gresik, Jadi Tempat Pengguna Motor Belajar Ikhlas

Tambak Osowilangun: Jalur Transformer Surabaya-Gresik, Jadi Tempat Pengguna Motor Belajar Ikhlas

15 Desember 2025
Kalau Mau Menua dengan Tenang Jangan Nekat ke Malang, Menetaplah di Pasuruan!

Kalau Mau Menua dengan Tenang Jangan Nekat ke Malang, Menetaplah di Pasuruan!

15 Desember 2025
Keluh Kesah Alumni Program Akselerasi 2 tahun di SMA, Kini Ngenes di Perkuliahan

Keluh Kesah Alumni Program Akselerasi 2 tahun di SMA, Kini Ngenes di Perkuliahan

18 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Upaya Merawat Gedung Sarekat Islam Semarang: Saksi Sejarah & Simbol Marwah yang bakal Jadi Ruang Publik
  • Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat “Suami” bahkan “Nyawa”
  • Pasar Petamburan Jadi Saksi Bisu Perjuangan Saya Jualan Sejak Usia 8 Tahun demi Bertahan Hidup di Jakarta usai Orang Tua Berpisah
  • Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia
  • Balada Berburu Si Elang Jawa, Predator Udara Terganas dan Terlangka
  • Memanah di Tengah Hujan, Ujian Atlet Panahan Menyiasati Alam dan Menaklukkan Gentar agar Anak Panah Terbidik di Sasaran

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.