Tujuh bulan berlalu sejak final UCL yang mempertemukan Bayern Munchen vs PSG, kali ini kedua tim bertemu lagi di babak delapan besar UCL musim 2020/2021. Bayern yang bermain sebagai tuan rumah harus takluk dengan skor tipis 2-3 di akhir laga. Hasil buruk yang memutus rantai tak pernah kalah milik Die Roten.
Gol cepat dari Kylian Mbappe pada menit ketiga memanfaatkan assist Neymar jadi penentu jalannya pertandingan di leg pertama babak delapan besar UCL musim 2020/2021. Pergerakan Mbappe dalam melakukan dummy run untuk menarik Sule dan memberi Neymar ruang untuk lakukan dribble ke tengah yang berujung assist merupakan kombinasi bagus dari keduanya. Kedewasaan Neymar dalam pengambilan keputusan di momen ini patut diapresiasi.
Efektifnya peran Mbappe sebagai striker tunggal di depan jadi pembeda antara kedua tim. Berbeda dengan Bayern yang harus kehilangan Lewandowski di lini serang. Perannya sebagai seorang complete forward sangat dibutuhkan ketika Bayern lakukan skema serangan dalam posisi apapun. Di match ini kita bisa lihat bahwa Choupo-Moting yang diplot sebagai penggantinya kurang maksimal dalam menjalankan peran ini.
Dari total 31 shot dengan 12 tendangan mengarah ke gawang dan hanya berbuah dua gol jadi bukti bahwa Bayern sangat bergantung pada Lewandowski dalam urusan cetak gol. Dikutip dari website klub Bayern Munchen, musim ini di seluruh kompetisi dari total 39 match, Lewandowski jadi penyumbang gol terbanyak dengan total 40 gol dari total 116 gol yang dicetak Bayern.
Statistik expected gol atau statistik peluang sebuah tembakan menjadi gol milik Lewandowski tercatat paling tinggi di antara pemain Bayern Munchen yang lain yakni sebesar 29,6 atau 1,02 per 90 menit. Laga semalam harus jadi bahan koreksi Hans Flick jika ingin mengejar defisit dua gol, ia harus menjadikan timnya lebih klinis bahkan tanpa Lewy sekalipun.
Kehilangan pemantul, finisher, pembuka ruang serta striker dengan fisik ideal untuk duel memang sangat berpengaruh dalam skema taktikal Hans Flick. Mentoknya performa Bayern juga karena kurang klinisnya Choupo-Moting yang nggak berperan sebaik Lewandowski. Muller jelas kurang nyaman sebagai false nine, tapi di satu sisi kehilangan Lewandowski memang jadi masalah berat yang nggak bisa diatasi oleh Flick.
Dari seluruh peluang yang tercipta, ketika buntu Bayern Munchen nggak punya variasi build up yang lebih variatif seperti saat Lewy bermain. Melawan tim dengan blok rendah seperti yang diterapkan PSG di match ini, direct build up nggak bisa dilakukan Bayern seperti di match lain. Pun, lagi-lagi penyelesaian akhir Bayern sangat buruk ketika open play.
Opsi ketika harus bongkar pertahanan lawan jadi terbatas, kemampuan crossing yang baik dari Kimmich maupun dari sisi sayap saat harus lawan tim yang menumpuk pemain di dalam kotak penalti seperti PSG semalam jadi sia-sia. Skema set piece ataupun possession jadi satu-satunya cara yang digunakan Bayern di match ini. Tapi, lagi-lagi kehilangan Lewandowski di match ini sungguh kentara.
Selain kurang klinis di depan, lini belakang Bayern juga bermasalah karena lakukan beberapa kesalahan. Backline yang tinggi dan buruknya permainan individu dan koordinasi kuartet bek Bayern jadi satu masalah lain ketika harus hadapi tim dengan direct build up seperti PSG. Backline tinggi ini mempermudah lawan untuk eksploitasi ruang. Backline tinggi ini jadi ruang yang sangat nyaman untuk dibongkar apalagi dengan pemain dengan teknik tinggi, speed, dan naluri gol tinggi seperti Mbappe.
Efektivitas PSG dengan counter attacknya harus diakui sangat baik di match ini. Enam shot yang berbuah tiga gol memberi validasi bahwa taktik Pochettino ini efektif dan klinis.
Dari keseluruhan permainan, pergerakan tanpa bola, serta kecepatan Mbappe benar-benar memberi perbedaan di antara kedua tim. Kesalahan passing yang kerap dilakukan pemain PSG pun dibayar tuntas dengan efektifnya lini depan mereka dengan berhasil membawa keuntungan gol away. Kurang efektifnya lini serang Bayern dalam memanfaatkan beberapa momen kesalahan pemain belakang PSG jadi pembeda, pun penampilan buruk bek Bayern juga jadi masalah lain dari Flick yang harus segera diatasi. Tak lupa permainan baik dari Keylor Navas di match ini harus diapresiasi yang berhasil melakukan sepuluh kali menyelamatkan gawangnya dari kebobolan.
Andai Bayern masih ingin “hidup” dan menyusul pencapaian Milan dan Real Madrid yang berhasil back to back gelar UCL, di leg kedua Bayern harus jauh lebih klinis tanpa Lewy sekalipun. PSG lagi-lagi harus sadar bahwa satu kaki mereka belum sepenuhnya nyaman di tangga semifinal, bayang-bayang comeback dari setiap lawan yang mereka hadapi di UCL harus menjadikan Pochettino mawas diri andai nggak ingin tersingkir.
BACA JUGA Mau Meniru Strategi Bayern Munchen? Tidak Semudah Itu, Marno dan tulisan Muhammad Arif N Hafidz lainnya.