Kalau ngomongin tentang bassang, saya jadi teringat dengan kenangan masa kecil dulu. Dulu saat masih kecil, saya sering sekali makan bassang. Kebetulan di poskamling dekat lorong rumah saya ada penjual bassang yang mangkal di sana. Blio akan berjualan dari pukul 6 pagi hingga pukul 1 siang. Penjualnya sudah sepuh sekali. Biasanya tiap hari Minggu saat libur sekolah, ibu membeli bassang untuk kami santap saat sarapan.
Buat kalian yang belum tahu, bassang adalah sejenis bubur yang berbahan dasar biji jagung pulut (jagung ketan yang berwarna putih). Makanan ini adalah salah satu makanan khas dari Makassar. Selain jagung, ada juga tepung dan santan yang menjadi bahan utama membuat bassang. Setelah adonan bubur jadi, biasanya penjual juga kerap memasukkan daun pandan dengan tujuan agar bassang memiliki aroma yang lebih sedap ketika disantap.
Bubur khas Makassar ini memiliki rasa yang asin. Biasanya saat akan disantap, orang-orang menabur gula pasir dulu di atasnya kemudian diaduk sampai tercampur rata, baru deh dimakan. Tapi menurut saya, dimakan tanpa gula pun rasanya sudah enak. Sudah ada rasa gurih yang didapat dari si santan. Jadi, buat yang nggak terlalu suka manis tetap bisa menikmati bubur ini.
Biasa disantap di pagi hari
Bassang memang paling enak dimakan saat pagi hari buat sarapan, apalagi kalau masih hangat. Tekstur jagung yang lembut ditambah dengan gurihnya santan dan manisnya taburan gula membuat bubur ini nggak kalah nikmat dari sereal yang biasa dimakan orang-orang di pagi hari.
Selain dari segi rasa, ada hal lain yang membuat bubur ini nggak kalah saing dari sereal, yaitu harga. Iya, harganya yang jauh lebih murah dibanding sereal tentu saja menjadi nilai plus. Dengan merogoh kocek sebesar Rp5.000, kita sudah dapat menikmati semangkuk besar bassang. Jarang-jarang kan ada makanan murah yang rasanya sedap. Setidaknya bubur khas Makassar ini lebih mantap untuk dikunyah jika dibandingkan dengan cornflakes.
Kita pun nggak perlu repot memikirkan jumlah glukosa pada bassang layaknya sereal. Sebab, kadar manisnya bisa ditentukan sesuai selera. Pas banget buat yang sedang menjaga gula darahnya tetap stabil. Dan tentu saja bubur khas Makassar ini bebas bahan pengawet.
Sayangnya sekarang sulit menjumpai penjual bassang
Di Kota Makassar sendiri biasanya para daeng penjual bassang menjajakan dagangannya dengan menggunakan motor atau sepeda ontel. Biasanya kendaraan mereka dimodifikasi terlebih dahulu dengan diberi semacam gerobak kecil untuk menaruh dandang berisi bassang, tempat gula pasir, gelas plastik, dan peralatan lain yang mereka perlukan.
Dengan cara ini, mereka berdagang keliling berbagai kompleks perumahan sambil menggunakan kokek-kokek sebagai pemanggil pelanggan. Selain berkeliling, biasanya para penjual membuka kedai kecil untuk berjualan. Jangan bayangkan kedainya ala-ala penjual burjo, ya, kedai bassang biasanya jauh lebih sederhana dan lebih kecil dari itu. Biasanya mereka jarang yang melayani dine-in, rata-rata take-away. Hehehe.
Sayangnya, kini penjual bassang yang mangkal di satu tempat sangatlah sulit untuk ditemui. Bahkan penjual yang selalu lewat di daerah rumah saya sekarang sudah nggak pernah terlihat lagi.
Jadi, kalau kepengin makan bubur khas Makassar ini, biasanya harus berkeliling mencari penjualnya. Atau, bisa juga dengan cara mencari ke pasar terdekat. Beberapa kali saya berhasil menemukan penjual bassang di beberapa pasar yang berbeda. Tentu saja kalau memakai cara ini, harus siap datang pagi-pagi ya, Gaes.
Penulis: Natacia Mujahidah
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 5 Makanan Khas Makassar selain Coto dan Konro yang Cocok dengan Lidah Jawa.