Jangankan Pendatang, Saya Warga Bangkalan Madura Aja Kapok Hidup di Kabupaten Tertinggal Ini

Jangankan Pendatang, Saya Warga Bangkalan Madura Aja Kapok Hidup di Sini Mojok.co

Jangankan Pendatang, Saya Warga Bangkalan Madura Aja Kapok Hidup di Sini (unsplash.com)

Membaca tulisan Mas Dito Yudhistira Iksandy yang kapok berkunjung ke Bangkalan Madura tidak membuat saya terkejut. Kabupaten ini memang bobrok. Saya sebagai warga Bangkalan menyatakan kapok dan tidak puas pada kinerja pemkab setempat. 

Tulisan Terminal Mojok sudah banyak yang mengkritik Bangkalan Madura mulai dari jalanan Bangkalan yang buruk hingga pariwisata yang kurang terawat. Namun, ada satu masalah yang saya rasa perlu mendapat perhatian lebih, yakni kualitas pendidikan. Jangan bandingkan dengan pendidikan di daerah-daerah lain di Jawa, sudah jelas ketinggalan jauh. Pendidikan di Bangkalan bahkan lebih buruk dibanding kabupaten-kabupaten lain di Pulau Madura. 

Anak-anak Bangkalan Madura bisa sekolah SMA saja sudah bersyukur

Pada tulisan saya seputar ketertinggalan Madura di Terminal Mojok, saya sempat menyinggung bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Bangkalan itu rendah, angkanya mencapai 65,75. Angka itu mirip dengan IPM provinsi Indonesia bagian timur, yakni Papua Barat 66,66 dan Papua 62,25. Sementara Jawa Timur, provinsi yang menaungi Kabupaten Bangkalan, IPM-nya sudah melesat ke 73,38. 

Apa sebab IPM begitu rendah? Harapan Lama Sekolah (HLS) adalah salah satu jawabannya. HLS Bangkalan Madura memprihatinkan, hasilnya 11,9 tahun saja. Artinya, anak-anak usia tujuh tahun di Bangkalan tidak memiliki harapan sekolah hingga lulus jenjang SMA. Kondisi berbeda dengan 4 kabupaten lain di Madura yang mencatatkan HLS lebih dari 12 tahun. 

Data yang disajikan memang menunjukkan kualitas manusia dan pendidikan di Bangkalan Madura tertinggal daripada daerah lain. Namun, saya risih ketika ada yang  berkomentar rendahnya kualitas itu karena masyarakat enggan berpartisipasi dalam pendidikan. Saya yakin orang-orang yang berkomentar seperti itu tidak pernah datang dan melihat langsung fasilitas pendidikan di kabupaten ini. 

Lahan SD Bangkalan Madura banyak yang belum dibebaskan

Sebagai warga Bangkalan, saya akan sedikit menggambarkan betapa pemerintah setempat tidak serius menggarap fasilitas pendidikan di sini. Hingga saat ini masih banyak lahan-lahan SD yang belum dibebaskan. Saya berusaha mencari tahu data terbaru, tapi tidak menemukannya. Namun, saya punya catatan pada 2020, menurut maduranewsmedia.com hampir 2/3 lahan SD di Bangkalan Madura tidak punya kepemilikan yang jelas. Artinya, pemerintah belum berhasil melakukan pembebasan lahan pada mayoritas gedung SD. Skenario terburuk, bisa saja lahan dan gedung tersebut ditutup secara tiba-tiba oleh seseorang yang mengaku sebagai pemilik lahan.  

Skenario terburuk itu pernah menimpa SD N 1 Lerpak Bangkalan. Kasusnya menyita perhatian sepanjang September 2023. Sebanyak 129 siswa di SDN 1 Lerpak Bangkalan terpaksa belajar di ruang terbuka menggunakan terpal karena tidak diizinkan oleh ahli waris lahan.  

Saya rasa ahli warisnya tidak bisa disalahkan. Kejadian ini justru bisa menjadi momentum evaluasi dan introspeksi pemerintah setempat. Apakah mereka masih mau manutup mata dan menunggu 2 dari 3 lahan sekolah lainnya ditutup juga? atau segera mengurus lahan-lahan SD yang belum jelas kepemikikannya. 

Baca halaman selanjutnya: Gedung SD seadanya …

Gedung SD seadanya, gedung pejabat harus ada AC-nya

Kalau kalian ke pelosok Bangkalan Madura, jangan heran kalau banyak gedung SD yang seperti lokasi syuting film horor. Gedung tidak terawat, hampir roboh, terlihat angker, tapi di bagian depannya tertulis “Sekolah Dasar Negeri”. Memang hanya sejauh itu perhatian pemerintah terhadap pendidikan di Bangkalan, ala kadarnya. 

Saya pernah berkunjung ke salah satu sekolah yang gedungnya tidak terawat, yakni SD Negeri Kranggan Barat, sekolah ini hanya punya 3 ruangan yang bisa digunakan. Gurunya mengatakan, ketika mengajar, satu ruangan harus diisi oleh 2 kelas. Ketika saya cek langsung, kelas tersebut memang tidak memiliki pemisah antar kelas. Apakah kalian yakin proses pembelajaran akan berjalan efektif? Saya kok sangsi ya. 

Kondisi ini sungguh berkebalikan dengan gedung-gedung pemerintah di pusat Kabupaten Bangkalan. Gedung DPRD-nya saja menghabiskan biaya Rp68 miliar. Dengan dana miliaran itu mereka membangun gedung yang mentereng. Pengerjaan lingkungan DPRD yang megah itu hanya memakan waktu 3 tahun, yakni 2019-2022. 

Tidak hanya gedung wakil rakyat, kantor Samsat Bangkalan juga baru saja selesai renovasi. Jangan tanya fasilitasnya, sangat nyaman karena dilengkapi AC. Mungkin fasilitas itu disediakan supaya pekerjanya bisa nyaman menagih pajak kendaraan dari rakyat ya.  

Baru secuil masalah di sektor pendidikan

Fasilitas fisik SD merupakan secuil persoalan pendidikan di Bangkalan Madura. Di pendidikan tingkat lebih tinggi, SMP dan SMA, punya persoalan lain yang nggak kalah rumit. Kalau sudah begini, masih berharap partisipasi pendidikan masyarakat Bangkalan bisa tinggi? Masih berharap IPM Bangakalan bisa setara Jawa Timur? 

Saya berharap siapapun yang membaca tulisan ini dapat mengawal isu pendidikan di Bangkalan menjadi lebih baik. Selain itu, saya juga berharap pemangku kepentingan di Bangkalan Madura bisa terketuk hatinya untuk lebih serius mengelola daerahnya, mulai dari sektor pendidikannya. Sudah terlalu banyak kekecewaan yang warga  rasakan, jangan buat kami kapok berdomisili di Bangkalan Maduran

Penulis: Abdur Rohman
Editor: Kenia Intan 

BACA JUGA Solusi Konkret untuk Bangkalan Madura agar Nggak Terus-terusan Kena Bully

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version