Bangkalan Kota Zikir dan Selawat: Bukan Sok Alim, tapi Ada Maksudnya

Bangkalan Kota Zikir dan Selawat: Bukan Sok Alim, tapi Ada Maksudnya

Bangkalan Kota Zikir dan Selawat: Bukan Sok Alim, tapi Ada Maksudnya (Pixabay.com)

Bangkalan Kota Zikir dan Selawat itu bukan sebutan yang sok alim, tapi punya maksud tersendiri

Setiap daerah memiliki ciri khas tersendiri, yang kemudian menjadi ikon dan identitas wilayah tersebut. Dan Kota Bangkalan pun tak luput dari fenomena tersebut. Kota yang terletak di ujung barat Pulau Madura ini, memiliki sebutan Kota Zikir Dan Selawat. Hal ini dideklarasikan sejak 2015 oleh RKH. Fuad Amin, yang saat itu menjadi bupati Bangkalan.

Sebelumnya, Bangkalan sendiri dikenal dengan sebutan Kota Salak. Tidak dimungkiri lagi, kualitas salak Bangkalan memang berbeda dengan salak-salak lainnya. Lalu apa maksud di balik “Bangkalan Kota Zikir dan Selawat” itu?

Berangkat dari sejarah terbentuknya Bangkalan sebagai kota zikir dan selawat, tidak lepas dari sosok almarhum RKH. Fakhrillah. Masyarakat Bangkalan, sejak dahulu gemar berkumpul dalam acara keagamaan. Tidak hanya sebatas menghadiri pengajian dan ceramah agama, mereka sering berkumpul dalam acara tahlilan selawatan, manaqiban, yasinan, dan lain sebagainnya. Kegiatan ini biasa disebut srakalan yang rutin diadakan satu minggu sekali atau sebulan sekali.

Kegiatan rutinan yang bersifat positif ini, kemudian menjadi keresahan bagi Ra Fakhri. Mengapa hal baik seperti ini tidak menjadi sebuah identitas yang mengenalkan kebiasaan orang Bangkalan kepada orang-orang di luar sana?

Akhirnya, atas dukungan masyarakat, para ulama, santri, blater, bahkan hingga bajing pun ikut mendukung terbentuknya Bangkalan sebagai kota zikir dan selawat. Begitulah yang disampaikan Ra Karror, pada saat acara mengenang 40 hari wafatnya Ra Fakhri kemarin.

Bangkalan kota zikir dan selawat, lebih menggambarkan kebiasaan orang Bangkalan dan budaya serta tradisi yang ada di dalamnya. Jika dibandingkan dengan sebutan sebelumnya, yakni Bangkalan sebagai kota salak, rasanya masih unggul kota zikir. Sebab, tidak semua tanah di daerah Bangkalan dapat ditumbuhi pohon salak. Tapi, setiap daerah di Bangkalan selalu ada acara kegiatan keagamaan, yang sudah pasti di dalamnya ada zikir dan selawat.

Sebenarnya, ada banyak hal yang bisa dijadikan sebagai identitas kota Bangkalan. Tidak hanya kota salak, Bangkalan juga bisa disebut sebagai kota santri, sebab di sana terdapat salah satu ulama legendaris Madura. Siapa lagi, kalau bukan Syaichona Cholil. Beliau adalah tokoh yang banyak berkontribusi pada perkembangan Islam di Bangkalan. Selain itu, Bangkalan bisa disebut kota batik. Kualitas batiknya juga tak tanggung-tanggung.

Banyak sekali hal-hal menarik yang bisa dijadikan identitas Kota Bangkalan. Namun, identitas yang paling dekat orang Madura, memang cocok dengan sebutan kota zikir dan selawat. Coba saja kalian datang ke Bangkalan, entah ke rumah teman atau saudara dan tanyakan apakah setiap minggu ada rutinan srakalan, saya jamin, mereka akan menjawab iya.

Di lingkungan rumah saya saja, srakalan itu setiap malam jum’at ada. Manaqiban setiap bulan sekali, apalagi tahlilan dan selawatan, nggak perlu ditanya. Kalau sudah ada tahlilan, manaqiban, dan srakalan, belum lagi maulid. Waduh, itu kalau kata orang Madura, “Berkat e tal ontal aghin” alias stok makanan akan melimpah di rumah.

Sudah bukan hal baru lagi di Bangkalan, ketika ada sebuah hajatan pernikahan pun akan diselipkan acara hiburannya selawatan atau habsyian. Hal itu menjadi suatu kebanggaan bagi si pemilik hajat, apabila anaknya menikah dan bisa mengadakan acara selawatan.

Jadi, sebutan kota zikir dan selawat itu sebenarnya tepat untuk menggambarkan kota ini. Bahwa di sana orang-orangnya gemar berkumpul dalam kegiatan keagamaan yang didalamnya banyak mengandung zikir dan selawat.

Hanya kegiatan srakalan yang mampu menyatukan masyarakat Bangkalan, baik yang muda maupun yang tua. Baik itu buruh, petani, pedagang, bahkan para rantau pun ketika pulang akan menghadiri kegiatan tersebut. Tidak hanya itu saja, bahkan kegiatan srakalan bisa dihadiri oleh santri atau orang yang pernah belum pernah mondok. Mereka yang tidak pernah mondok pun, atau bahkan tidak bisa mengaji pun, bisa berkumpul dan meramaikan acara ini.

AKhir kata, jika Malang dikenal adem karena kondisi alamnya, Bangkalan juga dikenal adem karena orang-orangnya banyak yang suka selawatan.

Penulis: Alhaditsatur Rofiqoh
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Situbondo, Madura Swasta yang Kaya Sejarah

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version