The King of South atau Raja Selatan, begitulah julukan yang tersemat pada Kereta Api Argo Wilis. Kereta api ini menghubungkan dua kota besar di Indonesia, yakni Surabaya dan Bandung melalui koridor jalur selatan (Surabaya-Jogja-Kroya mengambil percabangan lurus ke arah Banjar-Cipeundeuy-Bandung). Nama Wilis sendiri diambil dari nama Gunung Wilis yang berada di Jawa Timur.
Seperti kereta api lainnya, Argo Wilis punya sejarahnya sendiri yang mampu membuatnya bertahan hingga ini sebagai salah satu kereta api unggulan milik PT KAI.
Sejarah
Argo Wilis lahir di era akhir PERUMKA—sekarang telah menjadi PT KAI—tepatnya pada 8 November 1998. Peresmian perjalanan perdana kereta ini dilakukan di Surabaya dan Bandung. Raden Nana Nuriana, Gubernur Jawa Barat pada masa itu, memimpin peresmian perjalanan perdana kereta ini dari Stasiun Bandung. Sementara Giri Suseno Hadihardjono, Menteri Perhubungan RI pada saat itu, memimpin peresmian perjalanan perdana kereta ini dari Stasiun Surabaya Gubeng.
Lokomotif CC 203 24 membawa perjalanan perdana Argo Wilis dari Bandung menuju Surabaya, sementara Lokomotif CC 203 25 dari arah sebaliknya. Rangkaian kereta yang digunakan pada saat itu adalah kereta eksekutif K1 keluaran terbaru buatan INKA tahun 1998 dengan bogie atau jenis roda kereta K8/NT-60 yang juga digunakan Argo Bromo (JS-950) dan dapat dipacu hingga kecepatan 115 kilometer.
Awal beroperasi, Argo Wilis tergolong kereta pendek dengan stamformasi 1 kereta pembangkit, 5 kereta eksekutif, dan 1 kereta makan, atau hanya membawa 7 kereta dalam satu rangkaian.
Tahun 2008 tercatat menjadi tahun yang kelam lantaran okupansi kereta ini menurun drastis. Akhirnya, PT KA—sekarang PT KAI—menjadikannya kereta kelas fakultatif atau beroperasi hanya pada waktu tertentu. Bahkan, nama kereta ini sempat muncul dalam daftar pertimbangan kereta api yang akan dihapus serta sempat diuji coba untuk membawa kereta bagasi untuk mengantar paket. Akan tetapi, hal ini tidak dilanjutkan.
Raja Selatan ke Jakarta
Dulu, jalur selatan belum sepenuhnya menggunakan double track seperti sekarang (tahun 2021, Mojokerto-Kroya sudah double track). Kebanyakan jalur selatan masih menggunakan single track dan hanya lintas Solo-Jogja-Kutoarjo yang mulai beroperasional menggunakan double track bertahap dari tahun 2003 hingga 2008.
Dengan masih banyaknya single track di jalur selatan pada masa itu, kereta api harus bergantian ketika melewati jalur single track dengan melakukan persilangan atau penyusulan di stasiun yang telah dijadwalkan. Lantaran Argo Wilis mendapat nomor unggulan, maka kereta ini tidak perlu berhenti di stasiun untuk melakukan persilangan atau penyusulan. Kereta api lain yang justru harus mengalah menunggu persilangan atau penyusulan dengan Argo Wilis di stasiun yang telah dijadwalkan. Makanya kereta ini disebut sebagai Raja Selatan.
Selain itu, Argo Wilis merupakan satu-satunya kereta kelas argo yang tidak memiliki branding di masanya seperti Argo Bromo JS-950 (Jakarta-Surabaya 9 Jam 50 Tahun Kemerdekaan Indonesia) atau Argo Bromo Anggrek JS-852 (Jakarta-Surabaya 8 Jam 52 Tahun Kemerdekaan Indonesia), dan merupakan satu-satunya kereta kelas argo yang tidak menuju dan berangkat dari Jakarta.
Akan tetapi, pada tahun 2019 lalu, relasi Argo Wilis diperpanjang menuju Jakarta sekaligus menggeser dominasi nomor kereta api unggulan jalur utara, Argo Bromo Anggrek. Pada GAPEKA 2019 (Grafik Perjalanan Kereta Api Tahun 2019), Argo Wilis menempati urutan pertama dan kedua, kemudian disusul Argo Bromo Anggrek di posisi ketiga, keempat, kelima, dan keenam.
Perpanjangan relasi Argo Wilis ini bertujuan untuk menjangkau pasar penumpang yang lebih luas serta pertimbangan efisiensi operasional rangkaian kereta dan sentralisasi rolling stock rangkaian kereta api di Jakarta. Namun, hal tersebut tidak berlangsung lama sejak ditetapkannya GAPEKA 2019 pada 1 Desember 2019 karena adanya pandemi Covid-19. Argo Wilis menjadi salah satu dari beberapa kereta yang dibatalkan beroperasi pada bulan Maret 2020.
Agustus 2020, Argo Wilis kembali berjalan dengan lintas Surabaya Gubeng-Jogja-Kroya-Banjar-Bandung, dan mengakhiri perjalanan di Jakarta Gambir. Bulan Oktober 2020, Argo Wilis dengan nomor perjalanan KP/1C dan KP/2C kembali melayani koridor Surabaya-Bandung saja dengan pertimbangan efisiensi operasional di tengah pandemi Covid-19.
Argo Wilis di masa kini
Saat relasinya masih diperpanjang hingga ke Jakarta pada GAPEKA 2019, Argo Wilis memiliki total waktu tempuh 16 jam 15 menit dengan jarak tempuh 865 kilometer. Sementara pada GAPEKA 2021 yang mulai berlaku pada 20 Januari 2021, Argo Wilis memiliki waktu tempuh 10 jam 43 menit dengan jarak 696 kilometer. Tanggal 21 September 2021, kereta ini mengalami penyesuaian ulang perjalanan pada GAPEKA 2021 dengan jarak yang sama, namun dengan waktu yang lebih cepat menjadi 9 jam 55 menit dengan nomor perjalanan KA 5C dan KA 6C. Saat tulisan ini saya buat, masih ada wacana selanjutnya untuk mempersingkat waktu tempuh si Raja Selatan ini.
Saat ini, Argo Wilis menggunakan rangkaian eksekutif yang sama seperti Argo Bromo Anggrek dengan body stainless steel. Fasilitas yang diberikan juga bisa dibilang worth it, mulai dari kereta yang ber-AC dingin, kursi empuk dengan lekukan leher, meja makan yang dapat dilipat, sandaran kaki, WiFi, stop kontak untuk charger HP dan laptop, toilet yang bersih, hingga musala yang tersedia di kereta makan. Argo Wilis mendapat rangkaian eksekutif baru ini pada tahun 2018, setelah sebelumnya sempat diuji coba membawa rangkaian eksekutif terbaru tahun 2017, namun urung direalisasikan untuk rangkaian tetapnya.
Jika berangkat dari Bandung, penumpang akan disuguhi hamparan keindahan alam Bumi Parahyangan di pagi hari dari Stasiun Cicalengka hingga Stasiun Banjar dengan banyaknya tikungan berliku dan jembatan-jembatan warisan sejarah kereta api seperti Jembatan Cirahong. Sementara jika berangkat dari Surabaya, penumpang bisa menikmati keindahan Bumi Parahyangan di sore hari. Sama seperti kereta lainnya, Argo Wilis ini juga wajib berhenti di Stasiun Cipeundeuy, ya.
Pada akhirnya, raja tetaplah menjadi raja, sama halnya dengan Argo Wilis yang akan tetap menjadi si Raja Selatan. Walau double track lintas selatan akan segera rampung dan sudah tidak banyak lagi persilangan atau penyusulan kereta, kereta ini akan tetap setia melayani penumpangnya dari Kota Pahlawan menuju Bumi Parahyangan.
Penulis: Mirza Ghulam Ahmad
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Matarmaja, Kereta Kebanggaan Warga Jawa Timur.