• Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
  • Login
Terminal Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
    • Mojok.co
  • NusantaraHOT
  • Gaya Hidup
    • Game
    • Fesyen
    • Otomotif
    • Olahraga
    • Sapa Mantan
    • Gadget
    • Personality
  • Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Acara TV
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Politik
  • Profesi
  • Home
    • Mojok.co
  • NusantaraHOT
  • Gaya Hidup
    • Game
    • Fesyen
    • Otomotif
    • Olahraga
    • Sapa Mantan
    • Gadget
    • Personality
  • Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Acara TV
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Politik
  • Profesi
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Gaya Hidup
  • Pojok Tubir
  • Kampus
  • Hiburan
  • Tiktok
  • Politik
  • Kesehatan
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Apakah Kita Bangsa yang Rasis?

Muhammad Ikhdat Sakti Arief oleh Muhammad Ikhdat Sakti Arief
19 Agustus 2019
A A
rasis

rasis

Share on FacebookShare on Twitter

Ada banyak permasalahan bangsa ini. Rasisme adalah salah satunya. Begitu sulit dihilangkan. Masih bersahabat dengan bangsa ini begitu baik. Kita mungkin termasuk perilaku rasisme. Perilaku rasis diperkenalkan kepada kita sejak dini. Akui saja. Terdengar sulit untuk dipercaya. Tapi itulah yang terjadi. Saya cukup yakin kalau rasisme terjadi di seluruh daerah di negeri ini.

“Jangan menikah dengan orang anu, mereka perhitungan.”

“Begitu memang orang anu, sifatnya tidak baik.”

Kalimat seperti itu hanya contoh kecil saja. Betapa sering kita mendengar stereotip kepada seseorang berdasarkan suku yang dimilikinya. Begitu dekat dengan kita. Padahal Tuhan menciptakan kita bersuku-suku agar kita bisa saling mengenal. Bukan untuk saling menghina.

“Minggir, ada orang Papua mo lewat.”

Kalimat semacam itu sering saya dengar. Sedari kecil bahkan. Ada disekitar kita—banyak. Dan anehnya seringkali kita menggapnya biasa saja. Kalimat seperti itu bukan ditujukan terhadap orang Papua, tapi terhadap orang yang kebetulan berkulit hitam. Atau mungkin rambut yang keriting. Bagaimana kata “Papua” kita jadikan sebagai bahan olok-olokan. Dan acap kali, kalimat seperti itu berkonotasi negatif.

Saya dari Sulawesi. Masih cukup jauh dari Papua. Tapi tetap saja sakit hati ada kawan-kawan kita diteriaki dengan kata tak pantas. Teriakan yang menghina. Bukti kalau rasisme memang masih menjadi masalah pelik bangsa ini.

Saya kenal langsung dengan orang Papua sejak masuk kuliah. Dan sungguh, mereka tidak berbeda dengan kita—anak negeri yang mau menuntut ilmu. Saya bahkan punya senior orang Papua—dia bahkan berprestasi. Beberapa kali ikut pertukaran pemuda luar negeri. Beberapa kali juga ikut program pemerintah bahkan tidak perlu pertanyakan kecintaannya terhadap bangsa ini.

Di Jawa Barat, anak-anak Papua menari bersama Ridwan Kamil di perayaan ulang tahun Indonesia kemarin. Di Jawa Timur, beda lagi. Kasus yang baru saja terjadi di Jawa Timur sudah sangat parah. Saya rasa cukup untuk membuat para pejabat kita bilang, “saya prihatin”. Semakin memperkuat pertanyaan saya apakah benar kita memang bangsa yang rasis—bangsa yang seringkali sulit menerima perbedaan?

Kasus di Jawa Timur itu, ada mahasiswa Papua yang dituduh merusak bendera merah putih. Sekelompok ormas mengepung asrama para mahasiswa Papua ini. Mereka tidak bisa keluar—harus menahan lapar selama ber-jam-jam. Disebutkan para mahasiswa ini terus diteriaki dengan kata-kata rasis yang rasanya tak pantas untuk diucapkan kepada manusia.

“Monyet”

Kata-kata itu terus di dengar oleh kawan-kawan kita dari Papua ini. Entah apa yang mereka rasakan diteriaki seperti itu di negerinya sendiri. Yang datang dari daerah paling timur Indonesia hanya untuk menuntut ilmu.

Kasus ini akhirnya “selesai” setelah polisi turun tangan. Polisi menembakan gas air mata kepada mahasiswa Papua. Beberapa terluka. Para mahasiswa dari Papua diamankan di kantor kepolisian. Dilepas ketika tengah malam. Tanggal 17 Agustus—dan tidak satupun dari mereka yang menjadi tersangka. Yang berarti tuduhan terhadap mereka adalah tuduhan membabi buta.

Saya heran, otoritas apa yang dimiliki oleh ormas-oras ini untuk bertindak semaunya. Apalagi tindakan mereka ini hanya berdasarkan foto rusaknya bendera merah putih di depan asrama Papua yang beredar di grup-grup WhatsApp. Entah caption apa yang menyertai beredarnya foto-foto itu. Dan entah apa yang membuat mereka begitu percaya diri kalau mahasiswa Papua yang merusak bendera tersebut.

Kalau pun—misalnya—mahasiswa ini pun terbukti melakukannya, ormas-ormas ini tidak punya hak untuk bertindak seperti itu. Kalian tidak punya otoritas apa-apa. Apalagi kalau hanya tuduhan tanpa bukti.

Ketika orang-orang non-Papua begitu diterima di Papua sana, kita malah berlaku sebaliknya. Kalian menyuruh orang Papua untuk kembali ke daerah mereka, apakah kita siap untuk angkat kaki dari tanah Papua. Siap tidak negara ini menarik alat-alat berat yang terus mengeruk kekayaan Papua.

Kalau terus mendapat perlakuan seperti ini, saya sih merasa wajar saja kalau Papua minta untuk merdeka. Mereka masih merasa terjajah. Teriakan kata  “monyet” itu dulu digunakan penjajah untuk meneriaki para pribumi.

“Kalau kami monyet, jangan paksa monyet mengibarkan bendera merah putih”.

Beredar foto beberapa kawan kita dari Papua. Memegang kertas dengan tulisan seperti itu. Bayangkan saja apa yang mereka rasakan. Sampai-sampai menulis kata-kata seperti itu.

Perilaku rasis perlu dihilangkan—itu menjadi tugas kita semua. Sudahi olok-olokan dengan suku dan juga ras. Karena jujur saja, olok-olokan tentang suku, khususnya Papua memang sudah kelewatan.

Kata orang, kita tidak bisa mengubah masa lalu. Tapi tentu saja kita bisa mulai dari sekarang. Mungkin kita bisa mulai dengan tidak mengolok-olok sesama anak bangsa hanya karena kita berbeda suku. Mungkin dengan tidak lagi menggunakan kata “Papua” sebagai bahan mengolok-olok.

Hitam kulit, keriting rambut. Papua juga Indonesia. (*)

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) yang dibikin untuk mewadahi sobat julid dan (((insan kreatif))) untuk menulis tentang apa pun. Jadi, kalau kamu punya ide yang mengendap di kepala, cerita unik yang ingin disampaikan kepada publik, nyinyiran yang menuntut untuk dighibahkan bersama khalayak, segera kirim naskah tulisanmu pakai cara ini.

Terakhir diperbarui pada 4 Februari 2022 oleh

Tags: monyetpapuarasisrasisme

Ikuti untuk mendapatkan artikel terbaru dari Terminal Mojok

Unsubscribe

Muhammad Ikhdat Sakti Arief

Muhammad Ikhdat Sakti Arief

Nama saya Ikhdat, seorang pengangguran (semoga cepat dapat kerja) pecinta senja, penikmat kopi (biar dibilang anak indie) yang suka nulis.

ArtikelTerkait

Sesungguhnya, Culture Shock Terbesar bagi Orang dari Papua Adalah Pertanyaan Absurd Orang Kota

Sesungguhnya, Culture Shock Terbesar bagi Orang dari Papua Adalah Pertanyaan Absurd Orang Kota

22 Maret 2023
Percayalah, Hidup Kaum Minoritas Itu Sama Sekali Tidak Enak

Percayalah, Hidup Kaum Minoritas Itu Sama Sekali Tidak Enak

5 Januari 2023
7 Fakta Unik Terkait Papua yang Saya Temukan di Sana Terminal Mojok

7 Fakta Unik Terkait Papua yang Saya Temukan di Sana

9 Oktober 2022
Tetaplah Berdansa, Vinicius Junior! atletico madrid

Tetaplah Berdansa, Vini!

17 September 2022
Karakter Ikonik Diperankan oleh POC, Perjuangan Kesetaraan yang Nanggung

Karakter Ikonik Diperankan oleh POC, Perjuangan Kesetaraan yang Nanggung

15 September 2022
6 Stereotipe Papua yang Benar-benar Keliru

6 Stereotipe Papua yang Benar-benar Keliru

7 Agustus 2022
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
emang ilangnya di mana

Pertanyaan yang Nggak Penting-penting Amat Buat Dijawab Saat Barang Hilang: Emang Ilangnya Di Mana?

jakarta selatan

Here's Bumi Manusia for Millenials Jakarta Selatan

iron maiden

BREAKING: Iron Maiden Terbelah



Terpopuler Sepekan

Surat Cinta untuk Walikota: Pak, Malang Macet, Jangan Urus MiChat Saja!
Pojok Tubir

Mati Tua di Jalanan Kota Malang

oleh Mohammad Faiz Attoriq
28 Maret 2023

Lama-lama, kelakar mati tua di jalanan Kota Malang itu nggak lagi jadi guyonan, tapi risiko yang menjelma jadi nyata.

Baca selengkapnya
Derita Pemilik Honda CS1, Mulai dari Biaya Servisnya Mahal Sampai Disinisin Montir di Bengkel

Derita Pemilik Honda CS1, dari Biaya Servis yang Mahal Sampai Disinisin Montir di Bengkel

25 Maret 2023
Pantes Nissan Evalia Nggak Laku di Indonesia, Desainnya Aneh!

Pantes Nissan Evalia Nggak Laku di Indonesia, Desainnya Aneh!

28 Maret 2023
Pengalaman Saya Naik ATR 72, Pesawat Baling-baling yang Katanya Berbahaya

Pengalaman Saya Naik ATR 72, Pesawat Baling-baling yang Katanya Berbahaya

23 Maret 2023
3 Dosa Tempat Kursus Bahasa Inggris di Kampung Inggris Pare yang Bikin Kecewa

3 Dosa Tempat Kursus Bahasa Inggris di Kampung Inggris Pare yang Bikin Kecewa

20 Maret 2023

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=_zeY2N8MAE4

Subscribe Newsletter

* indicates required

  • Tentang
  • Ketentuan Artikel Terminal
  • F.A.Q.
  • Kirim Tulisan
DMCA.com Protection Status

© 2023 Mojok.co - All Rights Reserved .

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Login
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Gaya Hidup
    • Sapa Mantan
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Hewani
    • Kecantikan
    • Nabati
    • Olahraga
    • Otomotif
    • Personality
  • Pojok Tubir
  • Kampus
    • Ekonomi
    • Loker
    • Pendidikan
  • Hiburan
    • Acara TV
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Tiktok
  • Politik
  • Kesehatan
  • Mau Kirim Tulisan?
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2023 Mojok.co - All Rights Reserved .

Halo, Gaes!

atau

Masuk ke akunmu di bawah ini

Lupa Password?

Lupa Password

Silakan masukkan nama pengguna atau alamat email Anda untuk mengatur ulang kata sandi Anda.

Masuk!