Kemarin-kemarin sempat booming pamitnya YouTuber kenamaan Indonesia, Ria Ricis dari panggung per-yutub-an nasional. Saya sendiri baru tahu Ria Ricis ini dari kontoversi videonya yang memainkan squishy. Kemudian masalah pamit dan kembalinya Ria Ricis yang cuman selang 2 hari jadi perbincangan warga internet. Saya rasa ini seperti anak SMP yang berpamitan dengan orang tuanya untuk ikut kemah Sabtu Minggu yang diadakan sekolah, tapi Seninnya sudah pulang ke rumah.
Nampaknya strategi ini juga dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia kita yang baru saja resmi menjabat 23 Oktober kemarin, Yasonna Laoly. Tadinya Pak Yasonna telah mengajukan “pamit”-nya dari kabinet dengan cara mengajukan surat pengunduran diri karena terpilih menjadi anggota DPR RI dari daerah pemilihan Sumatra Utara I. Namun, beberapa hari kemudian beliau muncul di Istana dengan pakaian putih-putih, dan pada Rabu kemarin resmi menyatakan “kembali”-nya sebagai Menteri dalam Kabinet Indonesia Maju.
Untungnya Pak Yasonna bukan YouTuber beneran, kalau benar sampai ada saya pamit dari kabinet dan saya kembali ke kabinet di akun YouTubenya, mungkin sudah bakal dibully sama warga internet sekalian.
Masalah pamit atau kembalinya Pak Yasonna menurutnya jelas punya alasan yang jauh berbeda dengan pamit-kembalinya Ria Ricis. Kalau alasan yang dikemukakan Ria ke media adalah karena dia sedang tidak fokus untuk membuat konten YouTube miliknya. Spekulasi saya kepada pamit-kembalinya Pak Yasonna ya tidak sama, tapi bisa jadi tidak beda juga. Mungkin, Pak Yasonna juga sedang tidak bisa fokus kepada jabatan DPR-nya karena telah dipanggil Presiden untuk memperkuat kabinet periode kedua ini.
Tapi Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia kita yang baru ini tidak kalah sensasionalnya dengan konten-konten bikinan YouTuber sekelas Ria Ricis, Atta Halilintar dan lain sebagainya. Mundurnya Yasonna dari kabinet berdekatan dengan sedang santer-santernya masalah Revisi Undang-Undang KPK dan penolakannya terhadap usulan dari sejumlah pihak yang meminta Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUHP) dibatalkan dan disusun ulang. Belum lagi kontroversi mengenai dipermudahnya pembebasan bersarat narapidana kasus korupsi.
Padahal sebelumnya dibutuhkan justice collaborator dan rekomendasi dari KPK. Katanya, kalau ada pembatasan hak narapidana kasus korupsi untuk mengajukan pembebasan bersyarat itu sama saja dengan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
Iya bener sih … tapi itu yang dilakukan sama koruptor-koruptor bukan pelanggaran Hak Asasi Manusia ya? Kan itu yang diambil bukan uang mereka, bukan hak mereka juga. Jadi seharusnya impas dong kalau ada syarat tertentu yang harus dipenuhi untuk bebas bersyarat. Karena kita sama-sama manusia. Mungkin kalau yang dikorupsi itu kambing, ya jadi tidak seimbang soalnya si koruptor melanggar HAK (Hak Asasi Kambing).
Nah yang paling terbaru sih masalah sebut Dian Sastro bodoh. Saya tidak paham betul soalnya standar bodoh dan pintarnya Pak Yasonna seperti apa. Tapi yang saya tau, kalau sekelas Dian Sastro saja dianggap bodoh, apa lagi saya.
Karena Pak Yasonna akhirnya telah kembali mewarnai hari-hari dikepemerintahan yang baru ini, saya rasa akan mirip dengan “kembali”-nya Ria Ricis yang makin eksis dengan konten-konten YouTubenya (jangan lupa judul konten pake capslock). Pak Yasonna juga harus makin eksis di jagat kementrian Indonesia Raya.
Misalnya punya terobosan-terobosan dalam penanganan Hukum dan HAM terkait aktivis-aktivis yang hilang. Mulai dari zaman reformasi tahun 1998 tercatat masih ada 13 aktivis yang belum jelas keberadaannya sampai sekarang. Hingga yang terbaru, aktivis Walhi (Wahana Lingkungan Hidup) Sumatra Utara (daerah terpilihnya Yasonna sebagai anggota DPR) Golfid Siregar yang dinyatakan meninggal karena diduga menjadi korban rencana pembunuhan serta demo besar-besaran mahasiswa tanggal 24 September kemarin, yang menewaskan dua mahasiswa.
Hukum dan Hak Asasi Manusia adalah “title” yang disandang kementrian ini. Dan haruslah menjadi konsentrasi penuh sebagai comeback stage-nya Pak Yasonna. Kalau Pak Yasonna bisa memikirkan mengenai hak asasi manusia yang direnggut dari para koruptor di negeri ini. Sudah sepantasnya sang menteri juga dapat memikirkan hukum apa yang telah dilanggar dan hak asasi apa yang telah di renggut dari korban korupsi, para aktivis yang hilang, para wartawan yang dicederai hingga para agent of change yang pupus di medan demo negara ini.
Kembalilah seperti para YouTuber yang menyatakan pamit tapi tetap getol membuat konten-konten. Kembali lah sebagai menteri yang memiliki terobosan-terobosan baru dan siap menyelesaikan permasalahan yang ada di BAB I kemarin. Supaya bisa benar-benar disebut “Saya Kembali”. (*)
BACA JUGADear Ria Ricis: Jika Mau Pergi, Pergi Saja. Tak Usah Pamit Apalagi Balik Lagi, Please! atau tulisan Sabrina Mulia Rhamadanty lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.