Kalian pernah membayangkan bagaimana rasanya punya uang 1 triliun? Atau tiba-tiba diberi uang satu triliun oleh Ronald Tannur?
Bukan satu miliar, bukan. Satu miliar itu sebenarnya tak besar-besar amat. Uang segitu untuk beli rumah di Jogja, pilihannya tak amat banyak. Bisa beli rumah bagus, tapi nggak sebagus itu. Cuma bisa beli rumah, tak bisa beli perabot.
Tapi satu triliun, ah, gila.
Saya tiba-tiba saja memikirkan apa yang bisa saya lakukan dengan uang satu triliun gara-gara baca kasus Ronald Tannur. Dalam berita disebutkan bahwa hakim menerima suap hampir satu triliun, semua dalam bentuk cash, katanya. Gila.
Kalau saya punya uang segitu, saya langsung tutup KPR saya. Tak perlu lagi saya dicekam ketakutan 12 tahun mendatang. Hell, saya mau beli 15 rumah lagi di Wonogiri. Beberapa rumah akan saya jadikan warnet mungkin. Mungkin ada satu rumah jadi kolam ikan. Terserah, uang satu triliun kok.
Tapi mungkin saya akan melakukan beberapa tindakan filantropis seperti menguliahkan 10 atau berapalah mahasiswa tak mampu hingga lulus. Nanti saya akan bikin perusahaan untuk mereka kelola. Saya cukup menerima bagian keuntungan saya untuk biaya kuliah putri saya. Setidaknya, saya ingin membuat perubahan yang baik.
Sayangnya, satu triliun dari Ronald Tannur dia pakai untuk menyuap petugas hukum. Saya tak peduli motifnya apa, tapi saya cukup kecewa bahwa ada hal-hal hebat yang bisa dilakukan dari uang tersebut.
Kecewa dengan Ronald Tannur
Saya tidak kenal Ronald Tannur. Saya baru dengar namanya dari berita suap yang ada. Yang saya tahu, uang satu triliun itu besar dan bisa untuk apa saja.
Saya tidak bisa dan tak mau menghakimi Ronald. Mungkin semasa hidupnya dia membantu banyak orang dari belakang layar, saya tidak tahu. Tapi di masa-masa berat ini, mendengar uang besar digunakan untuk suap, rasanya mencelos.
Beberapa kali saya bertemu mahasiswa yang hidupnya miskin saja belum. Mereka bercerita cara bertahan hidup mereka yang bikin hati saya remuk. Saya miskin, tapi mereka jauh lebih menderita. Tapi mereka punya mimpi. Andaikan ada yang membantu mereka, saya yakin mereka bisa jadi siapa-siapa yang hebat.
Atau membantu banyak usaha, petani, dan orang-orang lain yang membutuhkan. Misal, pengangguran dibuatkan usaha agar bisa menafkahi keluarganya. Banyak yang bisa dilakukan. Ronald Tannur tentu paham ini. Tapi mungkin dia punya satu pertimbangan untuk menyuap hakim. Saya tak peduli, karena menurut saya tak benar. Kekecewaan saya terlanjur menyelimuti penilaian saya.
Untuk hal-hal yang berguna
Yang lebih menyedihkan adalah, kenapa ada orang yang sekaya itu, tapi di waktu bersamaan, jutaan orang menatap masa depan dengan begitu gelap.
Ada orang sekaya Ronald Tannur yang memilih untuk menggunakan uang sebanyak itu untuk suap. Sedangkan di waktu yang sama, saya mendengar banyak kawan saya kekurangan pendanaan untuk melakukan usahanya. Saya mendengar usaha-usaha bangkrut karena orang-orang tak lagi bisa beli sesuatu.
Di sini, seharusnya kita mengandalkan negara. Tapi kita tahu sendiri, mengandalkan negara sama halnya dengan meminta Naruto untuk merekayasa hujan. Kita tahu Naruto tidak bisa merekayasa hujan, dan bahkan dia tak nyata. Alias muspro, sia-sia, tak mungkin.
Saya membayangkan misal saya yang diberi Ronald Tannur uang satu triliun. Tentu saja saya akan foya-foya. Tapi saya lumayan yakin akan menggunakan uang tersebut untuk hal-hal berguna. Membiayai kuliah mahasiswa tak mampu, membuka lapangan pekerjaan, hal-hal klise yang kalian dengar di masa pemilu.
Yang jelas, saya tak akan menyuap hakim. Tentu saja, karena saya tak melanggar hukum.
Penulis: Rizky Prasetya
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Pengakuan Anak Koruptor: Dunia Politik Itu Keras dan Culas