Anak Madura lebih mudah dapat jodoh di Jogja ketimbang Jakarta. Benarkah begitu?
Kata Dee Lestari, Jakarta itu terlalu mengiklankan mimpi bagi anak daerah. Setiap anak daerah yang merantau ke sana tentunya membawa banyak harapan untuk meraih mimpi. Selain mimpi, apakah Jakarta juga mengiklankan hal lain seperti pasangan hidup misalnya?
Sebagai anak rantau dari Madura yang sudah hampir 2 tahun di Jakarta, rata-rata semua teman yang saya temui di sini, baik yang satu daerah atau lintas daerah, merasakan betapa susahnya mencari pasangan.Â
Bagaimana bisa?
Jakarta itu jelas kota padat penduduk, tapi kenapa mencari pasangan di sini justru sulit? Ketika saya membandingkannya dengan berbagai teman saya yang kuliah di Jogja, justru mereka lebih mudah mendapatkan pasangan.
Anak Jogja mempunyai kebiasaan nongkrong yang intens
Anak-anak Madura yang kuliah di Jogja mempunyai budaya nongkrong yang lebih intens daripada yang kuliah di Jakarta. Dalam seminggu, mereka bisa 3 sampai 5 kali ngopi bahkan bisa hampir setiap malam. Tempat ngopi yang sering kali dijadikan sebagai tempat tongkrongan mereka biasanya adalah kafe Basabasi, Mainmain, dan Lehaleha.
Ketiga tempat itu merupakan tumpuan anak-anak Madura untuk ngopi di Jogja. Selain karena harganya yang sangat terjangkau, kebetulan ketiga tempat itu pemiliknya adalah orang Madura juga. Sehingga, tidak ayal jika budaya nongkrong di Jogja semakin kuat karena memang sudah menjadi tradisi.
Sekitar 5 bulan yang lalu, saya berkunjung ke teman saya di Jogja sekalian liburan. Selama 4 hari di sana, saya seolah-olah menjelma sebagai anak tongkrongan.Â
Di tempat tongkrongan, saya bertemu dan mengobrol dengan teman-teman lama saya yang kuliah di sana. Di sana pula, saya diperkenalkan dengan orang-orang baru yang sesama anak Madura. Of course, jodoh bisa saja bertemu di tempat tongkrongan, entah itu dengan teman lama atau orang baru.
Setiap ikut ngopi di Jogja, teman saya sering bertemu dengan segerombolan anak tongkrongan Madura lain yang dikenalnya. Saya sempat berpikir, andai saja teman-teman saya yang di Jakarta kuliah di Jogja, mungkin mereka sudah bertemu jodohnya di tempat tongkrongan. Karena realitanya, anak-anak Madura yang kuliah di Jogja kebanyakan kenal dan akrabnya memang di tempat tongkrongan.
Hal ini berbeda dengan anak-anak Madura yang kuliah di Jakarta. Mereka hanya memiliki kebiasaan ngopi di setiap weekend. Maklum, budget sekali ngopi di Jakarta bisa buat 2 atau 3 kali ngopi di Jogja.Â
Oleh karena itu, kebiasaan nongkrong di Jakarta tidak menjadi kebiasaan. Selain karena mode hemat, mereka justru lebih memilih main game di kosnya masing-masing.Â
Tempat ngopi di Jakarta juga lebih bernuansa individualis. Sangat jarang bertemu sesama anak Madura yang tanpa disengaja di tempat ngopi. Teman tongkrongan di sana biasanya juga anak-anak lintas daerah.
Anak Jakarta banyak menghabiskan waktunya di transportasi umum
Dua hari yang lalu, teman saya dari Jogja main ke Jakarta. Dia tidak hanya syok dengan hawa panas yang bisa sampai 35 derajat dan polusi. Selain itu, dia juga culture shock dengan ibu kota yang super sibuk dan tidak bisa slow living.Â
Orang-orang Jakarta sibuk kuliah sambil kerja. Rata-rata hidupnya cenderung memburu waktu agar tidak ketinggalan transportasi umum. Anak sana banyak menghabiskan waktunya untuk menunggu KRL, TJ, angkot, MRT, dan RLT.
Teman saya sempat bergumam. Pantesan anak Jakarta kebanyakan jomblo, wong waktunya cuma dihabiskan dengan menunggu transportasi umum lalu berjalan dari peron ke peron atau dari halte ke halte.Â
Nyatanya, dunia ini tidak seperti di film-film, yang bisa bertemu jodohnya di kereta atau bus. Orang Jakarta terlalu sibuk untuk sekadar berkenalan dengan orang asing di KRL atau TJ.
Itulah kira-kira alasan anak Madura yang kuliah di Jakarta lebih sulit mendapatkan pasangan daripada yang kuliah di Jogja. Tapi, kita tidak bisa menggeneralisir hal tersebut. Mau di mana kotanya, toh jodoh tidak ada yang tahu. Kalau jodohmu tidak ada di tempat tongkrongan, mungkin dia lagi di sleep call-an dengan pacarnya di kos.
Penulis: Elyatul Muawanah
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Sebagai Orang Madura, Saya Sebenarnya Agak Segan Belanja di Warung Madura
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















