Potensi jadi peternakan unta yang menyejahterakan warga
Di samping itu, nggak sedikit juga komentar warga yang mengatakan kalau penataan Alun-alun Gunungkidul sekarang itu “semi mangkrak”. Mereka menganggap proyek ini seperti nggak terurus dan sejak awal sudah terkesan serampangan. Padahal anggaran yang dikeluarkan senilai Rp500-an juta, tapi yang tampak kini cuma pasir berhamburan dan kerikil-kerikil ala coffe shop.
Warga juga mengungkit masalah-masalah pra-revitalisasi. Sebelum revitalisasi dimulai, saat itu Pemkab Gunungkidul punya rencana ingin menebang pohon beringin kembar di tengah alun-alun itu. Iya, pohon yang meneduhkan sekaligus jadi simbol atau identitas masyarakat Gunungkidul itu…
Bagaimana mungkin pemangku wilayah yang selama ini sudah dianggap sebagai “kepala adat” dan mencintai keindahan alam, kok punya rencana seperti itu. “LOGIKANYA GIMANA SIH?” komentar salah seorang netizen.
Begini dulur-dulur Gunungkidul, anggaran ratusan juta itu nggak semestinya kita permasalahkan, lho. Ingat, semua itu dilakukan demi kesejahteraan masyarakat Gunungkidul. Lagian, proyek ini kan masih ada beberapa tahap, jadi tunggu saja kejutan-kejutan mindblowing dari Pemkab Gunungkidul.
Percayalah, ada banyak keuntungan dari proyek padang pasir, eh, Alun-alun Gunungkidul ini. Siapa tahu Pemkab Gunungkidul sebenarnya punya ide bisnis peternakan unta. Nantinya, warga bisa beternak unta di alun-alun yang mirip padang pasir ini.
Jadi, selain ternak sapi dan kambing, warga berkesempatan untuk memelihara unta. Bisnis unta ini nggak boleh kita pandang remeh. Sebab, saat ini, harga unta di kisaran Rp30 jutaan! Sekali lagi, bukankah ini amat sangat menjanjikan dan mampu meningkatkan taraf ekonomi warga? Masih mau protas-protes kalau Pemkab Gunungkidul cuma menghabis-habiskan anggaran tanpa dasar?
Mari selalu husnudzon dengan semua kebijakan Pemkab Gunungkidul
Dear dulur-dulur Gunungkidul, saat ini, mari kita coba untuk selalu husnudzon dengan semua kebijakan pemangku wilayah. Kita harus yakin seyakin-yakinnya kalau semua proyek penataan taman kota, mulai dari Tugu Tobong Gamping, Taman Maliotobong, sampai alun-alun, semua dilakukan semata-mata demi menyejahterakan kita.
Mari lupakan jalan-jalan rusak di kampung, masalah kekeringan, angka gantung diri tinggi, hingga pernikahan dini yang sampai detik ini belum usai itu. Itu persoalan sepele saja. Yang paling penting saat ini adalah memberi kesempatan Pemkab Gunungkidul untuk membangun “citra” dan memoles wajah kota sedemikian rupa.
Sekali lagi, biarkan jalan-jalan di kampung kita rusak. Toh, jalan kita kan nggak bakal dilewati Pak Jokowi dan Pak Luhut, ngapain dibenerin? Mending yang pasti-pasti saja lah kayak memoles Alun-alun Gunungkidul itu. Meski ngabisin anggaran ratusan juta, yang penting para pejabat di negeri ini senang dan kagum dengan pembangunan di wilayah perkotaan. Bukankah kita juga ikut bangga kalau Pak Bupati dipuji-puji para penguasa???
Sudahlah, mari kita fokus cari air bersih dan pakan ternak saja lah, Lur. Btw, ada rekomendasi air dan pakan ternak murah di Gunungkidul, Lur? Kambingku dari pagi belum makan. Kemarin sore, saya juga melihat ada ayam yang mati di lumbung padi…
Sing bakoh, Lur!
Penulis: Jevi Adhi Nugraha
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Mengenal Gunungkidul, Kabupaten (yang Dianggap) Gersang yang Ternyata Dulunya Dasar Laut.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.