Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Alasan Yogyakarta Layak Disebut sebagai Kota Terbaik untuk Berdiskusi

Raynal Payuk oleh Raynal Payuk
10 Desember 2020
A A
Alasan Yogyakarta Layak Disebut sebagai Kota Terbaik untuk Berdiskusi terminal mojok.co

Alasan Yogyakarta Layak Disebut sebagai Kota Terbaik untuk Berdiskusi terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Sebagai seseorang yang lahir dan besar di Jakarta, saya melihat bagaimana kondisi perpolitikan di kota saya semakin partisan setiap harinya. Melihat di depan setiap gang, spanduk ormas dengan berbagai macam slogan, membuat saya berpikir bahwa politik saat ini didominasi kelompok tertentu. Kamu setuju dengan kami atau kamu melawan kami, begitulah kira-kira saya melihat politik Indonesia dari kacamata bias sebagai orang Jakarta. Semuanya berubah saat saya pindah ke Yogyakarta untuk menuntut ilmu dan menyadari ini adalah kota terbaik untuk berdiskusi.

Pertama saya sampai di  kota ini, saya tersadar akan banyaknya gerakan politik dari berbagai macam ideologi, lebih banyak dibandingkan Jakarta. Mungkin ada ratusan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Organisasi Masyarakat, dan Organisasi Mahasiswa berdiri di Kota Pelajar ini. Entah organisasi pro-syariah, pro-kapitalisme, pro-sosialisme, pro-anarko, pro-feminisme, sampai pro-fasisme pun, semuanya ada. Yogyakarta seperti sebuah supermarket besar berbagai ideologi yang dari keberagamannya susah ditemukan di tempat lain.

Di sini kamu bisa ziarah ke pusat gerakan politik sayap kanan di Kotagede hingga ke situs gerakan politik sayap kiri di Pertigaan Revolusi UIN Sunan Kalijaga. Situasi di atas ditambah jumlah perguruan tinggi  yang mencapai kurang lebih 136, membuat minat baca penduduk Yogyakarta cukup tinggi. Terlihat dari banyaknya penerbit buku independen di Yogyakarta. Nama-nama seperti Insistpress, Resist Book, Pustaka Pelajar, dan Shira Media mungkin terdengar asing di telinga orang luar Yogyakarta, tetapi buku mereka selalu menghiasi toko buku di kota ini.

Keberagaman jumlah penerbit tersebut berbanding lurus dengan keberagaman buku yang di jual toko buku Yogyakarta. Berkunjung ke toko buku Social Agency, anda bisa beli Mein Kampf karya Hitler dan Tuhan dan Negara karya Bakunin di dalam tempat yang sama. Pada rak khusus buku sejarah anda bisa menemukan buku Peristiwa G30S/PKI 60 Hari Yang Mengguncang Dunia: Mahasiswa Melawan Kiri ditaruh di sebelah buku Membongkar Supersemar: Dari CIA hingga kudeta merangkak melawan Soekarno.  Paling fenomenal, saya pernah menemukan toko buku Social Agency menaruh buku Felix Siauw Udah Putusin Aja di bagian rak buku best seller berdampingan dengan Manifesto Wacana Kiri tulisan Nur Sayyid Santoso Kristeva.

Bahkan di Yogyakarta sendiri terdapat beberapa toko buku yang berfokus memasok bahan bacaan bagi ideologi tertentu, contohnya Berdikari Book. Walaupun banyak buku karya tokoh kontroversial atau membahas topik sensitif dijual, selama saya tinggal di Yogyakarta, belum pernah saya dengar ada insiden razia buku. Bahkan jika versi bajakan Das Kapital Karl Marx dijual di beberapa pedagang buku loak dekat Pasar Beringharjo dan buletin Kaffah Hizbut-Tahrir sering dibagikan gratis di Masjid Kampus. Kalau di Jakarta, ini sudah bisa jadi “causus belli” razia buku oleh aparat dan ormas. Tidak heran jika Yogyakarta menjadi kota terbaik untuk mendiskusikan berbagai pandangan dan ideologi.

Diskusi berat juga bisa tiba-tiba muncul di tempat tak terduga atau dihadiri komposisi peserta yang mengejutkan buat sebagian orang. Masih teringat momen saya tiba-tiba berdiskusi tentang kekerasan aparat, sambil menyantap nasi orak-arik. Lawan diskusinya bahkan tak saya kenal sebelumnya, hanya kebetulan saja kami makan di Warmindo yang sama dan dia berasal dari daerah di luar Jawa yang sering terjadi kekerasan aparat. Saat dia mengomentari berita tentang oknum aparat melakukan kekerasan di TV milik Warmindo, sontak saya ikut nimbrung bersama sang pemilik.

Bahkan suatu ketika, saya pernah diajak menghadiri salah satu diskusi bertemakan fenomena gerakan hijrah. Diskusi ini diisi pembicara perempuan muslimah berhijab dan bertempat di Sekolah Teologi Katolik. Mungkin dari tempat dan pembicaranya, banyak orang yang bakalan kaget. Namun, momen paling mencerahkan saat sang pembicara membawa temannya yang menggunakan cadar untuk membagikan pengalamannya memutuskan menggunakan niqab.

Semua anggota diskusi, termasuk pelajar calon pastor, bersama perempuan non muslim dengan hormat mendengarkan pengalaman teman pembicara tersebut. Begitu pun sebaliknya, saat teman-teman non muslim berbagi pengalaman mereka dan bagaimana di agama mereka masing-masing, ada upaya pemurnian agama yang mirip dengan gerakan hijrah, peserta yang muslim ikut menyimak dengan antusias.

Baca Juga:

Saya Semakin Muak dengan Orang yang Bilang Jogja itu Nggak Berubah Padahal Nyatanya Bullshit!

Bukannya Nggak Cinta Kabupaten Sendiri, Ini Alasan Warlok Malas Plesir ke Tempat Wisata di Bantul

Diskusi makin cair saat yang muslim dan non-muslim, sama-sama mengkritisi beberapa tindakan yang terlalu formalistis dan tidak substansial dari gerakan hijrah di agama mereka masing-masing. Apalagi saat tindakan tersebut condong dilakukan untuk menekan orang lain setuju dengan pandangan mereka terhadap agama. Saling melontarkan lelucon satire terhadap beberapa pemeluk agama mereka masing-masing pun tidak terhindarkan. Tidak ada satu pun yang merasa tersinggung dan masing-masing pihak bisa menghormati pandangan satu sama lain, entah untuk memakai cadar ataupun rok selutut. Bagai

Namun, akhirnya, saya pun harus balik ke Jakarta lagi, meninggalkan kota terbaik untuk berdiskusi lintas ideologi. Saya kembali dihadapkan pada realita perdebatan politik yang partisan. Debatnya bahkan masih seputaran Anies dan Ahok bahkan setelah 3 tahun berlalu sejak Pilkada DKI Jakarta. Belum lagi aksi gerebek ormas kalau ada diskusi yang temanya mereka tidak setujui. Memang mungkin hal yang bikin romantis tentang Yogyakarta bukan nostalgianya tapi asiknya bertukar pikiran dengan berbagai kalangan dari seluruh Indonesia yang belajar di kota terbaik untuk diskusi ini.

BACA JUGA 3 Film Korea tentang Kesenjangan Sosial selain Parasite dan tulisan lainnya dari Raynal Arrung Bua.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 10 Desember 2020 oleh

Tags: ideologiYogyakarta
Raynal Payuk

Raynal Payuk

Mantan Pers Kampus Dalam Pencarian Jati Diri dan Pekerjaan

ArtikelTerkait

Menjaga Kualitas Shockbreaker dengan Meminimalisir Penggunaan Standar Samping terminal mojok.co

Jenis Pengendara Kendaraan Bermotor di Jalanan Jogja

3 Agustus 2019
Jalan Daendels, Jalan Penghubung Yogyakarta-Purworejo yang Mirip Simulasi Neraka

Jalan Daendels, Jalan Penghubung Yogyakarta-Purworejo yang Mirip Simulasi Neraka

30 Oktober 2023
6 Rekomendasi Kuliner di Pasar Kranggan Yogyakarta Terminal Mojok.co

6 Rekomendasi Kuliner di Pasar Kranggan Yogyakarta

11 Maret 2022
Marxisme Nggak Laku, Tapi Kita Harus Berharap Padanya

Marxisme Nggak Laku, Tapi Kita Harus Berharap Padanya

8 Maret 2020
Kisah Tragis Ki Ageng Mangir, Korban Kelicikan Panembahan Senopati demi Memuluskan Ambisi mataram

Kisah Tragis Ki Ageng Mangir, Korban Kelicikan Panembahan Senopati demi Memuluskan Ambisi

8 Maret 2024
Kuliah di Sleman dan Rumah di Bantul, Ngekos adalah Jawabannya

Kuliah di Sleman dan Rumah di Bantul, Ngekos adalah Jawabannya

22 Mei 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Rekomendasi Tempat Jogging Underrated di Semarang, Dijamin Olahraga Jadi Lebih Tenang Mojok.co

Rekomendasi Tempat Jogging Underrated di Semarang, Dijamin Olahraga Jadi Lebih Tenang

3 Desember 2025
Pengalaman Nonton di CGV J-Walk Jogja: Murah tapi Bikin Capek

Pengalaman Nonton di CGV J-Walk Jogja: Murah tapi Bikin Capek

4 Desember 2025
Kuliah Jurusan Ekonomi Pembangunan Bikin Saya Tidak Bisa Enjoy Shopping Lagi

Kuliah Jurusan Ekonomi Pembangunan Bikin Saya Tidak Bisa Enjoy Shopping Lagi

30 November 2025
Menengok Bagaimana Penjaga Palang Kereta Api Bekerja, Termasuk Berapa Gajinya dan Gimana Cara Mendaftarnya  

Menengok Bagaimana Penjaga Palang Kereta Api Bekerja, Termasuk Berapa Gajinya dan Gimana Cara Mendaftarnya  

1 Desember 2025
Bukan Hanya Perpustakaan Daerah, Semua Pelayanan Publik Itu Jam Operasionalnya Kacau Semua!

Bukan Hanya Perpustakaan Daerah, Semua Pelayanan Publik Itu Jam Operasionalnya Kacau Semua!

1 Desember 2025
Nggak Ada Gunanya Dosen Ngasih Tugas Artikel Akademik dan Wajib Terbit, Cuma Bikin Mahasiswa Stres!

Dosen yang Minta Mahasiswa untuk Kuliah Mandiri Lebih Pemalas dari Mahasiswa Itu Sendiri

5 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.