Ada satu pertanyaan besar sekaligus mengganjal pikiran saya tiap kali merayakan Idulfitri. Bukan soal kaleng Khong Guan yang isinya diganti rengginang. Atau segala pertanyaan berawalan kata “kapan” yang mulai biasa saja dan membosankan. Melainkan, apa yang membikin sebagian besar orang begitu tertarik makan bakso saat Lebaran—padahal di rumah sudah ada opor dan menu khas hari raya lainnya?
Setiap Lebaran, jika kalian ingat sekaligus melakukan observasi di lingkungan sekitar atau selama di perjalanan menuju suatu tempat, bakso seakan menjadi menu paling menggiurkan dan masuk ke dalam daftar makanan yang wajib disantap bersama anggota keluarga lainnya. Alhasil, nggak sedikit tukang bakso gerobakan maupun yang berjualan di kios, ramai pembeli saat hari Lebaran.
Lantas, apa sih yang membuat bakso begitu menarik, khususnya pada saat Lebaran? Bukannya di rumah sudah ada ketupat, opor ayam, rendang, kentang balado, plus sambal goreng ati ampela? Belum lagi nastar dan kue kering lainnya. Apalagi, bahan baku utamanya sama-sama daging.
Untuk menjawab segala pertanyaan yang mengendap di kepala, saya coba tanyakan hal ini dan mencari tahu dari dua sisi, pedagang bakso dan pembeli.
Ada dua pedagang bakso yang saya tanyakan. Pertama, Mas Haris (nama samaran) asal Wonogiri, yang sudah berjualan bakso sekira 20 tahun lamanya. Salah satu langganan saya. Mengawali profesi sebagai penjual bakso gerobakan, sampai akhirnya punya kios sendiri. Kedua, Rawing (nama beken) asli Subang, sudah berjualan bakso sekira 10 tahun, menjadi opsi kedua bagi saya ketika Mas Haris sedang tidak jualan.
Dari perbincangan ngalor-ngidul yang kami lakukan, ada beberapa informasi yang akhirnya bisa dijadikan sebagai reduksi.
Pertama, dari sisi penjual bakso: ada kalanya rela tidak mudik saat Lebaran karena sudah memprediksi akan kebanjiran pembeli.
Mas Haris dan Rawing sepakat bahwa Idulfitri hampir selalu menjadi momen di mana mereka kebanjiran pembeli. Hal ini berbanding lurus dengan omset yang didapat pada hari tersebut. Hype seperti ini biasanya berlangsung mulai dari hari-h Idulfitri sampai dengan seminggu ke depan. Itu kenapa, Mas Haris dan Rawing rela nggak mudik saat Idulfitri demi meraup keuntungan yang lebih dari biasanya.
Biasanya mereka akan mudik h+14 hari sampai dengan satu bulan setelah Idulfitri. Mereka berpendapat, selain memanfaatkan tingginya antusias saat Idulfitri, mudik pada hari-hari biasa jauh lebih menyenangkan. Sebab, macetnya nggak parah-parah amat.
Mas Haris dan Rawing bercerita, selama bulan Ramadan, mereka berdua rutin berjualan dari sore hingga malam hari sekira pukul 12.00. Habis atau tidak jualannya menjadi perkara kedua. Sebab, mereka berdua wajib membagi waktu agar bisa tetap sahur dan berpuasa.
Ketika saya bertanya soal kenapa saat Idulfitri kebanjiran pembeli, jawabannya, “Mungkin karena selama bulan puasa kita jualannya dari sore ke malam, Mas. Nah, mereka kangen makan bakso siang-siang kali. Jadi, balas dendam gitu. Hahaha.” Kata Mas Haris sambil menyiapkan bakso pesanan saya.
Kedua, dari sisi pembeli bakso: agar ada menu makanan selingan/bervariasi, kebersamaan, sekaligus kerinduan akan makan bakso di siang hari.
Saya coba menanyakan hal ini kepada lima orang teman yang hobi makan bakso saat hari-h Idulfitri. Mereka berlima mengaku sudah bertahun-tahun melakukan kebiasaan ini bersama anggota keluarga lainnya. Sebut saja mereka Ba, Bi, Bu, Be, Bo.
Saat Idulfitri, ibu mereka berlima sudah memasak opor ayam dan menu makanan lainnya. Namun, selalu merasa ada yang kurang jika belum membeli bakso bersama anggota keluarga lainnya. Lantaran, hal ini sudah menjadi kebiasaan selama bertahun-tahun.
Selain itu, ada agenda lain yang diniatkan: tentang kebersamaan saat makan bakso bersama anggota keluarga lainnya terasa lebih seru dan bikin makin selera, kerinduan menyantap bakso lengkap dengan sambal di tengah hari bolong, sampai dengan agar menu makanan bervariasi. Sebab, sudah diprediksi bahwa dalam 2-3 hari setelah Idulfitri, mereka akan terus makan opor ayam sampai begah.
Di satu sisi merasa maklum karena momen ini hanya 1-2 tahun sekali (termasuk Iduladha). Namun, di sisi lainnya, ya begah aja gitu.
Mereka berlima sepakat akan satu hal: sensasi makan bakso pada siang hari betul-betul berbeda dengan malam hari (setelah berbuka puasa). Itu kenapa, makan bakso pada hari-h Idulfitri sudah seperti balas dendam yang tercapai. Tidak hanya terstruktur, tapi juga masif—karena hampir di mana-mana setiap Idulfitri, pasti ada yang makan bakso beramai-ramai.
BACA JUGA Bakso Memang Enak, tapi Mi Ayam Lebih Sempurna dan artikel Seto Wicaksono lainnya.