Eks Menteri Sosial, Juliari Batubara, gagal meraih rasa iba dari masyarakat Indonesia dengan pernyataan “dirinya paling menderita”. Dasarnya pare memang tak bisa berubah jadi bawang. Tetap saja pahit dan pahit.
Gara-gara sikapnya tersebut, saya jadi membayangkan. Seandainya Juliari Batubara adalah teman nongkrong, saya yakin ia tipe teman yang toxic. Ampunnn dahhh, pasti blio suka menebar toxic positivity plus playing victim. Misalnya ketika saya sambat sama Juliari, “Gue anak pertama nih, Jul. Harus pontang-panting biayain sekolah adik dan bayar utang ortu!” Ia pasti langsung menimpali, “Itu mah belum seberapa.”
Lalu ketika saya ngeluh, “Anjiiirrr, gue lembur sampe malam, tapi nggak ada bonus gaji!” Ia pasti langsung menyambar, “Elu mah masih mending. Lah gue.”
Yak, orang-orang model Juliari ini tak akan bersedia menjadi pendengar atau pemberi saran, maupun bersimpati terhadap keluhanmu. Ia akan menganggap segala omonganmu adalah tantangan untuk adu nasib.
Ngomong-ngomong soal nasib paling menderita, saya jadi teringat dengan Cu Pat Kai dan Sisyphus. Kedua tokoh tersebut punya kisah hidup yang tragis dan abot, jauh sebelum rengekan penguntal dana bansos kita dengar.
Saya mengenal Cu Pat Kai ketika masih kanak-kanak dalam serial TV drama Cina bertajuk Kera Sakti. Sementara Sisyphus saya ketahui ketika mahasiswa lewat buku karya Albert Camus.
Lalu, apabila Juliari Batubara, Sisyphus, dan Cu Pat Kai disandingkan, siapa yang pantas menyandang status orang paling menderita di bumi?
Menariknya lagi, antara ketiganya punya kesamaan. Mereka sama-sama berasal dari kaum elite dan punya jabatan tinggi di pemerintahan! Namun, ketiganya punya cerita naas masing-masing.
Juliari Batubara
Kita sama-sama tahu politikus dari Parpol PDIP ini diseret ke meja hijau atas kasus suap bansos Covid-19 di Kemensos. Ia duduk di meja persidangan sambil memelas kepada Jaksa agar mengakhiri penderitaan yang ia tanggung.
Juliari Batubara pun membawa nama anak, istri, serta keluarganya yang harus tersiksa karena dakwaannya. Saya kasihan dengan istri dan anaknya. Tapi, plisss sadar dong penyebab mereka menderita itu, kan, ulah elu, Jul. Bukan putusan Jaksa dan hujatan masyarakat!
Sisyphus
Sisyphus merupakan tokoh legenda dalam mitologi Yunani. Sama seperti Juliari, ia tinggal di menara Gading, namun sebagai raja dari kerajaan Efira.
Sama seperti penyakit para pemimpin tatah pada umumnya, Sisyphus goyah oleh terpaan kekuasaan. Ia menjadi pemimpin yang licik dan tamak yang menyengsarakan rakyatnya.
Sisyphus diadili oleh Dewa akibat sikapnya tersebut. Ia dijebloskan ke neraka dan dikutuk mendorong batu besar ke atas bukit. Apakah itu penderitaan terbesar Sisyphus? Belum. Sampai di atas bukit, batu tersebut menggelinding kembali ke bawah. Ia harus mendorongnya kembali ke puncak. Ia melakukannya berulang kali. Sampai kapan? Sampai tuweeekkk…
Cu Pat Kai
Cu Pat Kai atau manusia babi dalam serial Kera Sakti dulunya merupakan seorang jenderal bernama Tian Feng. Ia terkenal sebagai jenderal kahyangan yang tangguh dan tampan, serta mampu memikat para dewi.
Singkat cerita, Jenderal Tian Feng gagal menyelamatkan perempuan pujaannya yang jatuh dari kahyangan. Jenderal Wu Kang bergerak lebih cepat menolong Dewi Bulan. Keduanya jatuh cinta dan membuat Tian Feng ajur, cemburu campur kecewa.
Pat Kai tak patah arang. Ia seorang pejuang cinta sejati. Prinsipnya, “Sebelum Dewi Kwan Im datang memercikkan air suci, yang penting gasss terus.” Ingin memperbaiki kesalahannya, ia lantas menggunakan mesin waktu kembali ke masa lalu.
Namun, usaha Pat Kai memperbaiki kesalahan selalu gagal. Ia berulang kali kembali ke masa lalu dan tak pernah berhasil. Hingga ia mendapat hukuman dari Kaisar Kahyangan karena telah melanggar aturan. Pat Kai dihukum menjalani 100 kali reinkarnasi. Dalam kehidupannya, ia akan menemui penderitaan cinta atau patah hati sebanyak seratus kali.
Oke. Dari ketiga kisah hidup tersebut mana yang paling menderita? Itu tidak penting. Yang penting adalah bagaimana mereka menjalani penderitaan. Inilah sisi perbedaan dari Juliari Batubara, Sisyphus, dan Pat Kai.
Sisyphus, meski terlihat bodoh, namun ia sadar dengan apa yang dilakukannya. Ia bertanggung jawab dengan hukumannya sampai-sampai ia ikhlas dan menjadikan aktivitasnya yang sia-sia dan menderita tersebut sebagai kesenangan.
Cu Pat Kai meski sangat ambis akan cinta, pada akhirnya ia legowo. Ia mengakui bahwa kisah percintaan memang rumit dan penuh derita. Ia ikhlas dengan hukuman yang ia dapatkan sebagai bentuk konsekuensi.
Sementara itu, tokoh andalan kita yang tidak bahagia ini, Si Jul, masih belum menerima hukuman yang dijatuhkan kepadanya. Ia masih mangkir dan menyatakan dirinya berhak bebas karena sudah terlalu menderita.
Untuk mengakhiri tulisan ini, saya modifikasi quote dari cangkem Pat Kai, “Begitulah Indonesia, korupsinya tiada akhir…”
BACA JUGA Mentertawakan Permohonan Bebas Juliari Batubara, si Paling Menderita dan tulisan Alfiandana lainnya.