Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Menelusuri Babak Pop Melayu, tentang Bagaimana ST 12 Menemukan Pasar

Dicky Setyawan oleh Dicky Setyawan
30 Desember 2020
A A
musik haram backST 12 indonesian idol menyanyi konser mojok

indonesian idol menyanyi konser mojok

Share on FacebookShare on Twitter

Jika kita melihat pertautan antara musik dan media, kita akan melihat benang merah di sini. Di pertengahan hingga akhir dekade 2000-an, kita melihat dua transisi besar di Indonesia, yaitu media dan musik. Di musik, terjadi transisi besar-besaran dari era pop rock hingga pop melayu. Pun dengan media konvensional televisi di masa itu, di mana era itu adalah awal di mana hampir semua orang Indonesia memiliki perangkat elektronik ini yang mana masih menjadi barang langka di era 90-an, dan sebelum era itu terganti dengan era digital saat ini.

Era 90-an musik dan media mainstream masih terbilang menjadi barang yang belum umum, tak heran musik punk yang sering diidentikan sebagai musik kelas tertindas. Dulu di Indonesia malah sering diidentikan dengan musik kalangan atas, saking susahnya menjangkau referensi. Pasar musik saat itu adalah kalangan yang sadar akan referensi, maka musik-musik yang berkiblat ke dunia barat mendapat panggung dengan pasar yang masih cukup “eksklusif” di era itu.

Era 2000-an di mana media mainstream seperti televisi dapat dikomsumsi berbagai kalangan, dari kota ke daerah, dari atas hingga bawah, artinya ada pasar baru di sini. Pasar orang daerah, orang pinggiran, yang barangkali di kejayaan musik-musik pop dan rock di era 90-an, sebagian dari mereka baru mengandrungi musik-musik yang terjangkau secara nyata di daerah. Dan di era transisi media itu, barangkali mereka harus melakukan adaptasi dulu jika dijejali musik yang sama dengan media televisi yang juga masih baru. Sebuah santapan empuk yang disadari ST 12, yang turut pula menjadi trigger ST 12 untuk menggaet pasar daerah.

Kalau kata Pepep yang menjadi drummer serta otak di balik terbentuknya ST 12 baik pendanaan dan konsep, orang kabupaten tak mungkin mengundang Maliq & D’Essentials. Pun sebaliknya jika dia berada di posisi konsumen, Pepep yang sejatinya orang di kalangan berada serta tinggal di perkotaan, ia tak sungkan mengatakan “Mungkin lebih memilih beli album Coldplay ketimbang ST 12,” kata Pepep di channel ruangkreasi tv.

Kesadaran Pepep akan pasar orang “daerah” ini akhirnya yang mendasari terbentuknya ST 12, observasinya tentang orang Indonesia yang mudah menyukai nada minor, serta musik Melayu yang baginya telah menjadi basic orang Indonesia layaknya country di Amerika. Dan saya tambahi, serta yang belum terjamah berbagai referensi. Kesadaran itu yang menjadikannya membuat pasar dengan “something different”. Pop Melayu, sebuah gagasan besar yang lahir dari Pepep cs, sebuah pasar yang dibentuk dengan sadar, pertaruhan anak kota, mengadu dan melacurkan nasib di daerah. Ya, Pepep dan kawan-kawan berhasil.

Sebagai pionir, ST 12 menunjukan kelasnya di sini. Kesadaran akan pasar pun dibarengi dengan kemampuan mereka dalam bermusik. Kehadiaran ST 12 sejatinya bukan sekadar menciptakan pasar yang “seharusnya” telah ada sejak lama namun belum kunjung terbentuk, tetapi juga berusaha menyingkirkan paradigma musik Melayu itu konvensional, jadul dan kuno, kalau kata Pepep sendiri.

Kehadiran ST 12 turut pula memicu ledakan-ledakan lain, label mainstream pun turut tertarik dengan pasar yang diciptakan ST 12 itu, hampir semua band baru dipaksa me-ST 12-kan diri, yang bagi Pepep sendiri malah memicu kejenuhan pasar. Bukannya membawa semangat “something different”, malah terjebak memanfaatkan momentum Melayu, serta barangkali datang tidak dengan semangat kemelayuan yang sama.

Lebih lagi, saya pikir setelah kehadiran ST 12, belum ada band Melayu yang tampil dengan konsep yang setara dan matang layaknya ST 12 merumuskan musiknya. Wajar kalau Bung Iqbal mengunggulkan ST 12 sebagai band Melayu terbaik di eranya. Sudah dianggap pionir, terbaik pula.

Baca Juga:

‘Jodi’ Adalah Lagu Wali Paling Dark tapi Bisa Dijogetin

5 Alasan Charly ST 12 Sebaiknya Jadi Penyanyi Dangdut Koplo Jawa Saja

Era yang dibuat ST 12 itu perlahan pudar di awal dekade 2010-an, SM*SH yang kala itu membawa gaya kekoreaan-nya perlahan menyapu serpihan-serpihan melayu. Musik pop Melayu kian redup semenjak Charly sebagai ikon band keluar, setelah pergelutan visi sesama personil di masa jayanya. Ditambah lagi era digital seperti sekarang, di mana sekat antara mainstream label dan indie label, serta sekat antara urban dan daerah sangat tipis, di mana orang dengan mudah mencari banyak referensi. Pasar yang dulu diciptakan ST 12 itu kemungkinan perlahan mulai terkikis.

Yang menarik adalah, ST 12 sebagai pentolan pop melayu meninggalkan legacy yang menarik: membuat “something different” dan membuat sesuatu yang dianggap tertinggal menjadi sesuatu yang progresif. Sebuah pelajaran berharga, tentang jejak awal musik pop Melayu, yang tidak hanya lekat dengan konotasi “musik orang kampung”. Semangat yang semestinya dibawa generasi kini, turut pula menyesuaikan zamannya.

BACA JUGA 3 Buku yang Harusnya Disita karena Berbahaya dan tulisan Dicky Setyawan lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 30 Desember 2020 oleh

Tags: musik melayuST 12
Dicky Setyawan

Dicky Setyawan

Pemuda asal Boyolali. Suka menulis dan suka teh kampul.

ArtikelTerkait

Mari Bersepakat bahwa ST 12 Adalah Band Pop Melayu Terbaik di Indonesia terminal mojok.co

Mari Bersepakat bahwa ST 12 Adalah Band Pop Melayu Terbaik di Indonesia

20 Oktober 2020
'Jodi' Adalah Lagu Wali Paling Dark tapi Bisa Dijogetin terminal mojok.co

‘Jodi’ Adalah Lagu Wali Paling Dark tapi Bisa Dijogetin

28 Januari 2021
5 Alasan Charly ST 12 Sebaiknya Jadi Penyanyi Dangdut Koplo Jawa Saja terminal mojok.co

5 Alasan Charly ST 12 Sebaiknya Jadi Penyanyi Dangdut Koplo Jawa Saja

16 Desember 2020
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

4 Hal Sepele tapi Sukses Membuat Penjual Nasi Goreng Sedih (Unsplash)

4 Hal Sepele tapi Sukses Membuat Penjual Nasi Goreng Sedih

29 November 2025
Malang Nyaman untuk Hidup tapi Bikin Sesak Buat Bertahan Hidup (Unsplash)

Ironi Pembangunan Kota Malang: Sukses Meniru Jakarta dalam Transportasi, tapi Gagal Menghindari Banjir

5 Desember 2025
Alasan Orang Solo Lebih Hafal Jalan Tikus daripada Jalan Utama

Alasan Orang Solo Lebih Hafal Jalan Tikus daripada Jalan Utama

30 November 2025
Brakseng, Wisata Hidden Gem di Kota Batu yang Menawarkan Ketenangan

Brakseng, Wisata Hidden Gem di Kota Batu yang Menawarkan Ketenangan

2 Desember 2025
Tidak seperti Dahulu, Jalanan di Solo Kini Menyebalkan karena Semakin Banyak Pengendara Nggak Peka Mojok.co

Tidak seperti Dahulu, Jalanan di Solo Kini Menyebalkan karena Semakin Banyak Pengendara Nggak Peka

1 Desember 2025
4 Aturan Tak Tertulis Berwisata di Jogja agar Tetap Menyenangkan Mojok.co

4 Aturan Tak Tertulis Berwisata di Jogja agar Liburan Tetap Menyenangkan

30 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.