Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Tradisi Rewang dan Nasib Orang-orang di Balik Megahnya Pesta Pernikahan

Jevi Adhi Nugraha oleh Jevi Adhi Nugraha
22 Desember 2020
A A
Tradisi Rewang dan Nasib Orang-orang di Balik Megahnya Pesta Pernikahan terminal mojok.co

Tradisi Rewang dan Nasib Orang-orang di Balik Megahnya Pesta Pernikahan terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Seperti kehidupan sebelumnya, akhir tahun masih menjadi bulan favorit untuk melangsungkan hajatan, terutama pesta pernikahan. Setiap kali tetangga memiliki acara hajatan, sebagai pemuda dusun, tentu saya turut andil rewang dan mengemban tugas menjadi sinoman (pelayan tamu, nganter wedang). Btw, menjadi seorang sinoman di dusun saya cukup mudah: lulus SMA dan masih perjaka (belum rabi).

Ada rasa bangga dan terhormat ketika diberi tugas menjadi sinoman. Selain bisa melihat pating sliwer tamu undangan dan biduan-biduan elekton secara gamblang, saya bersyukur masih dibutuhkan oleh masyarakat sekitar, terutama Karang Taruna dusun. Pasalnya, tidak sedikit muda mudi di dusun saya yang tidak memenuhi syarat ditunjuk sebagai sinoman. Tentu saja, karena mereka jarang srawung atau tidak hobi menyatu dengan alam pedesaan.

Dalam tradisi masyarakat Jawa, rewang merupakan gotong-royong untuk membantu tetangga ketika menggelar hajatan seperti acara pernikahan atau sunatan. Sampai saat ini, tradisi tersebut masih lestari di berbagai belahan dunia, tak terkecuali di Gunungkidul, Yogyakarta, tempat saya bernapas dan berkembang.

Biasanya, sebelum acara hajatan dimulai, Pak RT setempat akan membentuk panitia rewang terlebih dahulu, mulai dari ketua, sekretaris, bendahara, hingga divisi perdapuran. Pembagian job desk rewang ini disesuaikan dengan kapasitas atau skill masing-masing individu. Misalnya, bapak-bapak yang punya potongan bijak dipilih sebagai ketua, ibu-ibu muda yang lumayan kaya harta biasanya diberi tugas among tamu (menemani tamu undangan), ibu-ibu usia senja memasak di dapur, bapak-bapak paruh baya mengemban tugas meracik wedang teh, dan lain sebagainya.

Sebagai manusia yang hidup di pedesaan, mengikuti tradisi rewang di masyarakat tentu sudah menjadi kewajiban. Tak hanya urusan kemanusiaan, orang-orang di pedesaan cenderung mau menghadiri rewang karena takut hukum sosial. Jika tidak hadir atau tidak mau ikut gotong-royong, sebagian orang-orang dusun akan mengecap kita sebagai pembangkang dan akan membalasnya di kemudian hari: kalau kita punya hajatan, dijamin bakal sepi. Ngeri.

Meski gairah rasa kebersamaan, kerukunan, dan sikap gotong-royong tinggi, nyatanya tradisi rewang menyimpan sekelumit persoalan yang menyebabkan ibu-ibu senior urusan dapur tak jarang sambat atas perilaku oknum panitia rewang yang menyedihkan. Pasalnya, sering kali ibu-ibu di dapur yang mengemban tugas masak diburu-buru secara tidak manusiawi oleh para oknum panitia. Biasanya, hal ini terjadi pada sore hari, saat tamu undangan hilir mudik berdatangan, sementara hidangan di prasmanan mulai menipis dan nyaris habis.

Situasi genting persediaan makanan di prasmanan yang menipis itulah kerap menyebabkan beberapa oknum panitia naik pitam. Korbannya jelas, ibu-ibu urusan dapur. Mending kalau cara menyampaikannya baik. Lha wong, sebagian besar kepala suku rewang di pedesaan itu, saya lihat kalau nyuruh ibu-ibu urusan dapur urat-urat lehernya sampai keluar.

Peristiwa ini tidak hanya saya jumpai satu atau dua kali, tapi sering terjadi dan nyaris jadi hal biasa. Bahkan, suatu ketika saya sendiri pernah melihat bagaimana oknum tersebut malang kerik sambil melototi ibu-ibu agar kerja secara cepat dan tanggap. Bak kerja rodi ikut kolonial Belanda, ibu-ibu tersebut langsung berjibaku bagaimana caranya agar meja prasmanan bisa terisi ubo rampe makanan.

Baca Juga:

Realitas Pahit di Balik Hajatan: Meriah di Depan, Menumpuk Utang dan Derita di Belakang

Tradisi Rewang di Desa: Gotong Royong yang Kini Jadi Ajang Pamer

Padahal, saya saksikan sendiri, ibu-ibu urusan dapur itu selalu datang paling awal dan pulang paling akhir. Belum lagi ibu-ibu yang biasa goreng cabe di dapur itu. Kepulan asap di wajan besar itu saja sudah sangat perih, ditambah mendengar suara-suara gusar oknum panitia yang tidak mengerti hati perempuan itu. Apa tidak remuk redam?

Kendati kerjanya paling keras, hampir semua perempuan yang hadir di rewang tersebut kalau istirahat makan siang atau makan malam di tempat rewang, pasti makan paling belakangan atau setelah sinoman dan bapak-bapak selesai makan. Dan itu bagi saya cukup miris. Ibu-ibu yang jungkir jumpalitan di dapur justru selalu makan belakangan. Sedangkan saya dan teman-teman sinoman lainnya yang kerjanya tidak seberapa, malah makan paling awal. Tentu dengan nasi masih dalam keadaan pulen dan sayur panas kebul-kebul.

Beberapa hari yang lalu, saya menanyakan peristiwa yang terus berulang itu kepada ibu saya. Sebagai anggota sekaligus senior urusan dapur, ibu tahu betul apa yang sering menimpa teman-teman seperjuangannya. Menurutnya, sejengkel apa pun dengan oknum panitia rewang tersebut, ibu dan teman-temannya sebenarnya sudah memaklumi atas segala kejadian di tempat rewang.

“Ya nggak apa-apa. Itu kan tugas ketua panitia untuk memastikan hajatan berjalan lancar. Kita ibu-ibu kadang memang jengkel, apalagi kalau diburu-buru dengan nada keras. Tapi, toh itu untuk kebaikan bersama. Jadi, selama bertujuan baik dan tidak kasar, sah-sah saja. Hawong itu bentuk tanggung jawab kita kepada tetangga yang punya hajatan, kok,” ujarnya.

Filosofi nrimo ing pandum sepertinya sudah mendarah daging di jiwa raga ibu saya. Dan ini bagaikan dua mata pisau yang kapan saja bisa mengancamnya. Sebagai anak laki-laki ingusan, kadang susah mengerti konsep hidup yang dijalani ibu-ibu dusun. Di satu sisi mereka menjadi sosok kuat yang tak tertandingi dan membanggakan. Namun di sisi lain, mereka selalu menerima apa pun yang sudah menjadi tugasnya meski harus dilalui dengan keras dan pahit.

“Bapakmu itu kalau jadi ketua panitia rewang memang begitu dari dulu, disiplin dan tegas. Jangan diambil hati. Hawong dia yang bertanggung jawab dengan keseluruhan acara. Jadi, ya harus berani mengambil risiko agar tetangga kita yang punya hajatan tidak kecewa, ” imbuh Ibu saya di sela-sela aktivitasnya nyeruput teh tanpa gula.

BACA JUGA City Branding dan Istilah Jogja Lantai Dua yang Patut Dipertanyakan dan tulisan Jevi Adhi Nugraha lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 21 Desember 2020 oleh

Tags: pesta pernikahanrewangsinoman
Jevi Adhi Nugraha

Jevi Adhi Nugraha

Lulusan S1 Ilmu Kesejahteraan Sosial UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berdomisili di Gunungkidul.

ArtikelTerkait

3 Hal Sederhana yang Dilakukan Tamu Undangan, tapi Bikin Sinoman Marah

3 Hal Sederhana yang Dilakukan Tamu Undangan, tapi Bikin Sinoman Marah

28 November 2023
Ngunduh Mantu di Desa Itu Arisan Bergilir Berkedok Persaudaraan (Unsplash)

Ngunduh Mantu di Desa Adalah Arisan Bergilir Berkedok Persaudaraan

20 Juni 2024
Urutan Terendah sampai Tertinggi Menu Gubukan di Pesta Pernikahan Berdasarkan Panjangnya Antrean Tamu Undangan

Urutan Terendah sampai Tertinggi Menu Gubukan di Pesta Pernikahan Berdasarkan Panjangnya Antrean Tamu Undangan

2 Juni 2024
Senjakala Tradisi Rewang Semua Bakal Pakai Jasa WO pada Waktunya Terminal Mojok

Senjakala Tradisi Rewang: Semua Bakal Pakai Jasa WO pada Waktunya

25 Agustus 2022
Pernikahan Saat Pandemi Mengatasi Malu dan Gengsi terminal mojok.co

Sinoman: Sekelompok Pemuda yang Jadi Kunci Sukses Resepsi Pernikahan

16 September 2020
Nikah Gratis di KUA: Sebuah Tren yang Layak Dinormalisasi dan Dirayakan

Nikah Gratis di KUA: Sebuah Tren yang Layak Dinormalisasi dan Dirayakan

2 Februari 2023
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

3 Alasan Kenapa Kampus Tidak Boleh Pelit Memberikan Jatah Absen ke Mahasiswa

3 Alasan Kenapa Kampus Tidak Boleh Pelit Memberikan Jatah Absen ke Mahasiswa

16 Desember 2025
AeroStreet Black Classic, Sepatu Lokal Harga 100 Ribuan yang Awet Mojok.co

AeroStreet Black Classic, Sepatu Lokal Harga 100 Ribuan yang Awet

11 Desember 2025
5 Tayangan Netflix yang Sebaiknya Jangan Ditonton Saat Makan, Bikin Mual! Mojok.co

5 Tayangan Netflix yang Sebaiknya Jangan Ditonton Saat Makan, Bikin Mual!

12 Desember 2025
Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

17 Desember 2025
Nasib Sarjana Musik di Situbondo: Jadi Tukang Sayur, Bukan Beethoven

Nasib Sarjana Musik di Situbondo: Jadi Tukang Sayur, Bukan Beethoven

17 Desember 2025
Mojokerto, Opsi Kota Slow Living yang Namanya Belum Sekencang Malang, tapi Ternyata Banyak Titik Nyamannya

Mojokerto, Opsi Kota Slow Living yang Namanya Belum Sekencang Malang, tapi Ternyata Banyak Titik Nyamannya

17 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Fedi Nuril Jadi Mantan “Raja Tarkam” dan Tukang Judi Bola di Film Bapakmu Kiper
  • Menikah dengan Sesama Karyawan Indomaret: Tak Seperti Berumah Tangga Gara-gara Beda Shift Kerja, Ketemunya di Jalan Bukan di Ranjang
  • Menyesal Kerja di Jogja dengan Gaji yang Nggak Sesuai UMP, Pilih ke Jakarta meski Kerjanya “Hectic”. Toh, Sama-sama Mahal
  • Lulusan IPB Sombong bakal Sukses, Berujung Terhina karena Kerja di Pabrik bareng Teman SMA yang Tak Kuliah
  • Kemampuan Wajib yang Dimiliki Pamong Cerita agar Pengalaman Wisatawan Jadi Bermakna
  • Kedewasaan Bocah 11 Tahun di Arena Panahan Kudus, Pelajaran di Balik Cedera dan Senar Busur Putus

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.