Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Jebakan Filsafat Adalah Penyebab Filsuf Kedai Kopi Serupa Dinosaurus

Prabu Yudianto oleh Prabu Yudianto
14 Desember 2020
A A
Betapa Menyebalkannya Jika Dosen Filsafat yang Mengajarmu Adalah Seorang Fundamentalis Agama

Mempertanyakan Agama dan Eksistensi Tuhan Adalah Hal yang Wajar terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

“Filsafat itu seperti gula. Jika dipendam tanpa dijadikan energi kerja, hanya berakhir jadi diabetes.” Kira-kira seperti itulah pendapat saya ketika membaca artikel Saudara Nikma Al Kafi. Sepertinya, berbalas artikel adalah cara terbaik untuk merebus ide dan argumen.

Artikel ini adalah balasan dari artikel blio perihal filsuf kedai kopi. Sebenarnya saya sudah mengupas opini perihal ini dalam artikel yang dibalas Nikma Al Kafi. Tapi, saya merasa ada pesan yang tak sampai dalam artikel balasan blio. Jadi demi kepentingan mencapai sintesis, saya balas balik melalui artikel ini. No hard feeling ya, Mylov.

Bicara filsafat memang menyenangkan. Alasannya akan saya sampaikan nanti. Tapi, memang filsafat seperti gula. Mengkonsumsi ilmu filsafat berlebih dan dipendam sebagai ide bisa menyebabkan penyakit. Bukan diabetes apalagi diare, tapi saya sebut sebagai jebakan filsafat.

Sebenarnya, saya temukan istilah ini di Reddit. Tapi, saya memandang istilah ini sangat relevan untuk menjelaskan fenomena filsuf kedai kopi.

Jebakan filsafat saya pakai untuk menyebut efek samping dari mengkaji filsafat berlebih tanpa mengkaji berdasar realitas hari ini. Sebenarnya, inilah inti dari sindiran saya kepada filsuf kedai kopi. Tapi, blio Nikma Al Kafi melewatkan poin ini dalam antitesisnya. Ya nggak apa-apa sih, suka-suka blio.

Mari kita mereka sebuah adegan. Bayangkan para filsuf kedai kopi berkumpul. Di antara mereka, terselip diskusi dan adu argumen perihal teori filsafat. Diskusi ini terdengar seru, sampai akhirnya mereka harus pulang. Di luar diskusi, mereka menemukan realita yang berlawanan dengan diskusi kemarin. Negasi pada realita ini membuahkan diskusi di malam berikutnya. Dan berulang lagi.

Inilah yang saya sebut sebagai jebakan filsafat. Pernah melakukan? Atau sekadar menyaksikan?

Jebakan filsafat terjadi ketika teori filsafat klasik bertentangan dengan realitas hari ini. Padahal, teori tadi dipandang sebagai kondisi ideal. Negasi yang terjadi menggiring si filsuf kedai kopi untuk memaksakan teori idealnya terhadap realitas. Paksaan yang sebatas ide ini tentu berakhir dalam pikiran. Pikiran ideal tadi kembali terbentur realitas. Dan seterusnya seperti itu.

Baca Juga:

4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop

Mencibir Wacana Bodoh Menghapus Jurusan Filsafat karena Mereka Nggak Paham kalau Kuliah di Filsafat UGM Bikin Saya Bahagia Seumur Hidup

Kok bisa? Bukankah ide itu abadi? Dan filsafat adalah pancaran ide? Memang demikian. Tapi, memandang filsafat klasik semegah itulah sumber dari “sindrom” jebakan filsafat.

Pertama, saya menolak keabadian semua hal. Termasuk ide. Ide tercetus sebagai jawaban dari problematika. Maka, ide akan relevan pada problem tertentu saja. Ketika dunia ini berevolusi, maka ide juga akan muncul menjawab problem selama evolusi itu.

Sebagai pancaran ide, filsafat juga demikian. Sudah saya tekankan kemarin, teori filsafat memang landasan keilmuan. Ibarat rumah, filsafat adalah pondasi yang menentukan bagaimana sebuah bangunan berdiri. Tapi, apakah kita akan sibuk memperdebatkan pondasi ketika hujan badai menerpa?

Filsafat mengawali terbentuknya berbagai disiplin ilmu. Dari politik, sosial, budaya, sampai psikologi diawali dari filsafat. Bahkan reproduksi ayam dikaji melalui pendekatan filsafat oleh Aristoteles. Tapi, filsafat bukanlah ilmu itu sendiri. Kajian ilmiah yang mengkristalisasi perdebatan dalam ranah pikiran menjadi metode praktis dalam realitas.

Di sinilah jebakan filsafat hadir. Ketika perdebatan di ranah konsep pemikiran masih menguasai, realitas yang terus berjalan akan terasing. Seperti rumah tadi, golongan yang saya sebut sebagai filsuf kedai kopi berdebat perkara pondasi. Sedangkan mereka sendiri tengah terpapar terik matahari dan hujan badai.

Jebakan filsafat akan menjebak seseorang dalam dialektika yang sebenarnya sudah selesai. Menjebak sekelompok orang dalam tesis dan antitesis, ketika sintesis telah tercapai dan dipraktikkan. Seperti kiasan genjutsu Izanami saya. Para filsuf kedai kopi terjebak dalam philosophy loop yang seharusnya selesai berabad-abad silam.

Tapi, saya memaklumi fenomena ini. Perdebatan filsafat klasik adalah zona nyaman. Membicarakan sesuatu yang sifatnya ideal akan memberi rasa aman pada individu. Tapi, dunia di sekitarnya bergerak diluar kehendak yang ideal ini. Hari ini dunia tengah melawan resesi global ketika para filsuf kedai kopi sibuk memetakan landasan sosial budaya masyarakat.

Perkara meniru tokoh sebelumnya juga bisa saya maklumi. Manusia menurut psikologis humanis adalah kertas kosong, dan meniru adalah coretan yang membentuk karakter manusia.

Tapi, meniru mentah-mentah pemikiran lampau hanya menjadi gerbang masuk jebakan filsafat ini. Sebab, sekali lagi, pemikiran para tokoh tersebut dilandasi kondisi lingkungan pada saat itu. Apakah Anda perlu meniru persis pemikiran dan metode Aristoteles? Anda akan berakhir seperti anak SMP saat belajar biologi.

Inilah yang menyebabkan terjebak dalam urusan ndakik-ndaki bisa berbahaya. Penyampaian filsafat memang membuat terbuai. Siapa sih yang tidak terpukau pada semboyan “cogito ergo sum”? Tapi, urusan bagaimana seseorang berpikir dan membentuk sudut pandang telah terjawab oleh ilmu psikologi. Ilmu kognitif telah diuji dan melampaui konsep filsafat Descartes.

Itulah yang mendasari ungkapan “dinosaurus”. Ketika manusia telah mencapai pembebasan iptek, beberapa manusia lain masih berputar dalam dasar-dasar ilmu pengetahuan. Bukankah perdebatan perkara pondasi ini harusnya sudah punah?

Maka, saya akan menegasi tudingan sebagai orang kolot. Menurut saya, orang kolot adalah mereka yang terjebak dalam pusaran pemikiran lampau, serta memaksakan pada realitas hari ini. Apalagi memuliakan pemikiran yang sebenarnya sudah dikaji secara ilmiah.

Orang-orang kolot itulah dinosaurus peradaban. Mereka adalah gerombolan yang menolak berevolusi, dan bertahan sebagai reptil raksasa yang tidak relevan dengan iklim sosial budaya hari ini.

BACA JUGA Upah Layak, Tanah Murah, atau Lapangan Pekerjaan: Mana yang Lebih Worth It bagi Pekerja Jogja? dan artikel Prabu Yudianto lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 14 Desember 2020 oleh

Tags: filsafatKedai Kopirealitas
Prabu Yudianto

Prabu Yudianto

Penulis kelahiran Yogyakarta. Bekerja sebagai manajer marketing. Founder Academy of BUG. Co-Founder Kelas Menulis Bahagia. Fans PSIM dan West Ham United!

ArtikelTerkait

sophie arwah noni belanda mojok

Sophie, Arwah Noni Belanda yang Setia Menemani Saya Jaga Malam di Kedai Kopi

24 Oktober 2020
Wajah Lain Kabupaten Ciamis yang Perlu Kamu Tahu

Wajah Lain Kabupaten Ciamis yang Perlu Kamu Tahu

12 Maret 2020
Ketika Orang yang Biasa ke Angkringan Mengunjungi Kafe Kelas Menengah terminal mojok.co

Ketika Orang yang Biasa ke Angkringan Mengunjungi Kafe Kelas Menengah

28 Oktober 2020
Slow Bar Coffee Konsep Kedai Kopi yang Cenderung Tidak Menguntungkan, Kenapa Banyak yang Tertarik?

Slow Bar Coffee Cenderung Tidak Menguntungkan, Kenapa Banyak yang Tertarik?

28 Oktober 2023
ulang tahun

Orang yang Rayain Ultah dan Rusuh di Kedai Kopi Layak Dirujak Barista se-Indonesia

9 Maret 2021
Dilema Barista Perempuan yang Berakhir Jadi Pemanis Mata terminal mojok.co

Barista Hari Ini: Gaya Terdepan, SOP Belakangan

30 September 2020
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Rekomendasi 8 Drama Korea yang Wajib Ditonton sebelum 2025 Berakhir

Rekomendasi 8 Drama Korea yang Wajib Ditonton sebelum 2025 Berakhir

2 Desember 2025
8 Aturan Tak Tertulis Tinggal Surabaya (Unsplash)

8 Aturan Tak Tertulis di Surabaya yang Wajib Kalian Tahu Sebelum Datang ke Sana

1 Desember 2025
Suzuki Karimun Wagon R Boleh Mati, tapi Ia Mati Terhormat

Suzuki Karimun Wagon R Boleh Mati, tapi Ia Mati Terhormat

1 Desember 2025
Saya Pengguna Setia Transjakarta dan Setuju kalau Tarifnya Naik asal 4 Hal Ini Terpenuhi Mojok.co

Saya Pengguna Setia Transjakarta dan Setuju kalau Tarifnya Naik asal 4 Hal Ini Terpenuhi

29 November 2025
7 Fakta Surabaya yang Bikin Kota Lain Cuma Bisa Gigit Jari

7 Fakta Surabaya yang Bikin Kota Lain Cuma Bisa Gigit Jari

30 November 2025
Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang Mojok.co

Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang

5 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.