Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Hubungan Ungkapan “Akehe Sak Ndayak” dengan Konflik Majapahit dan Nansarunai

Prabu Yudianto oleh Prabu Yudianto
23 Agustus 2020
A A
sak ndayak majapahit mojok

sak ndayak majapahit mojok

Share on FacebookShare on Twitter

“Deloken, Cah, pengunjunge sak ndayak!” Itulah ungkapan kawan saya ketika nongkrong di salah satu warung pinggiran alun-alun utara Jogja. jika diterjemahkan, ungkapan itu berarti “lihatlah, Bro, pengunjungnya banyak sekali.” Ungkapan basa-basi tadi membuat saya berpikir: mengapa Dayak dipakai untuk menyimbolkan jumlah yang banyak?

Saya berpikir, kata “sak ndayak” ini bukan menunjukkan suku Dayak. Mungkin, memang ada kata Dayak dalam kosakata Jawa. Tapi, saya tidak menemukan kata Dayak yang berarti banyak dalam kamus-kamus yang saya baca. Dan ketika mencari tahu pada sesama penutur bahasa Jawa, mereka juga mengasumsikan kata “sak ndayak” berhubungan dengan suku Dayak. Apakah ini stereotip?

Saya sering mendengar stereotip kepada suku Dayak. Banyak yang memandang salah satu suku asli Nusantara tersebut sebagai “pemburu kepala”. Tentu ini mengingat tragedi berdarah Sampit. Stereotip positif suku Dayak adalah “cantik dan ganteng”. Kalau ini, saya tak bisa komentar banyak tapi mengamini.

Tapi, perkara ungkapan “sak ndayak” tidak cocok dengan berbagai stereotip yang lumrah dibicarakan. Sangat jarang saya mendengar stereotip orang Dayak itu banyak jumlahnya. Menurut data sensus yang diterbitkan oleh indonesia.go.id, populasi suku Dayak sekitar 3 juta jiwa. Hanya 1,27% dari total populasi Indonesia, dan kalah jauh dengan populasi suku Jawa serta Batak. Tapi, kenapa orang Jawa menggunakan suku Dayak untuk mengungkapkan jumlah yang banyak ini?

Menurut saya, populasi suku Dayak tidak relevan dengan istilah “akehe sak ndayak”. Pasti ada alasan lain yang menyebabkan suku Dayak dianggap punya jumlah besar. Menurut logika saya, pasti ada satu peristiwa yang mempertemukan suku Jawa dan Dayak. Pertemuan ini berujung pada anggapan bahwa suku Dayak memiliki populasi besar. Bisa jadi, pertemuan ini adalah konflik bersenjata.

Logika saya ini berdasarkan kecenderungan konflik menjadi sumber stereotip. Larangan suku Sunda dan Jawa menikah dikarenakan Perang Bubat. Pandangan suku Osing Banyuwangi sebagai ahli klenik dikarenakan Puputan Bayu. Suku Tionghoa dipandang benci suku Jawa gara-gara Geger Pecinan. Ngomong-ngomong, leluhur Jawa hobi terlibat konflik besar ya?

Bicara konflik antara suku Dayak dan Jawa, pasti kita teringat tragedi Sampit. Tragedi berdarah dan kejam ini memang memberi stereotip pada suku Dayak sebagai “pemburu kepala”. Namun, saya tidak melihat bahwa tragedi Sampit melahirkan istilah “akehe sak ndayak”. Tragedi Sampit dikenang karena kekejamannya, dan bukan kuantitas orang yang terlibat. Lagipula, istilah “sak ndayak” sudah dipakai sebelum tragedi Sampit.

Ternyata, ada satu konflik besar yang terjadi sebelum Sampit. Konflik yang melibatkan kerajaan terbesar di Nusantara. Konflik tersebut adalah penyerangan Kerajaan Majapahit kepada Kerajaan Nansarunai. Selain penyerangan yang melibatkan banyak pasukan, perang ini juga menyebabkan lahirnya kerajaan-kerajaan kecil di Dayak hingga sekarang.

Baca Juga:

Trowulan, Daerah di Mojokerto yang (Hampir) Tak Mungkin Kena Banjir

Tahu Buddha Tidur, tapi Tidak Tahu Bejijong Itu Gimana Ceritanya

Perang ini dikisahkan dalam Syair Nansarunai Usak Jawa. Sebuah sastra lisan dalam bahasa Dayak. Syair yang berkisah tentang hancurnya Kerajaan Nansarunai oleh Jawa (Majapahit) ini menjadi pegangan sejumlah sejarawan dalam menafsirkan penyerangan Majapahit ke Kalimantan. Salah satunya sejarawan Dayak Fridolin Ukur, dalam risetnya tahun 1977 yang dimuat dalam jejakrekam.com.

Blio meyakini Kerajaan Nansuranai adalah pemerintahan monarki yang mempersatukan Dayak Maanyan di Kalimantan. Meskipun masih kontroversial, Ukur yakin kerajaan ini berdiri pada 1309 Masehi, saat Raden Japutra Layar dinobatkan sebagai raja. Kerajaan ini lenyap usai ditaklukkan armada Majapahit pada 1389 Masehi. Sebuah catatan sejarah yang ngeri-ngeri sedap.

Setidaknya, ada tiga ekspedisi militer yang dilakukan Majapahit. Dua ekspedisi awal gagal menaklukkan Nansarunai. Kesuksesan penaklukan baru diraih setelah ekspedisi ketiga. Hebatnya, tiga raja Majapahit terlibat dalam tiga ekspedisi ini. Dan ekspedisi ini juga melibatkan Gajah Mada sebagai bagian dari Sumpah Palapa. Saya berdecak kagum, karena kehebatan Majapahit benar-benar diuji dalam ekspedisi ini.

Riset Fridolin Ukur ini menjadi rujukan peneliti sejarah Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Apriansyah. Dalam wawancara dengan jejakrekam.com, blio menyatakan ekspedisi pertama Majapahit melibatkan 40 ribu pasukan. Angka tersebut bukanlah angka kecil, apalagi sampai terjadi tiga kali.

40 ribu pasukan bisa dipukul mundur oleh sebuah kerajaan. Logika sederhananya, pasukan yang memukul mundur pasti memiliki jumlah yang sama atau lebih besar. Maka, wajar jika ada asumsi pasukan Narasarunai memiliki jumlah lebih besar daripada Majapahit. Seolah-olah, pasukan Narasarunai tidak habis-habis meskipun digempur Majapahit berulang kali. Bahkan setelah digempur Gajah Mada yang digdaya dalam strategi maupun kanuragan.

Maka, saya mengajukan hipotesis: karena Majapahit mengalami kekalahan berulang dalam ekspedisi yang melibatkan puluhan ribu pasukan, muncul stigma bahwa Kerajaan Nasarunai memiliki jumlah pasukan yang lebih besar. Maka, suku Jawa memandang bahwa suku Dayak punya populasi yang sangat besar. Maka lahirlah penyebutan sesuatu yang berjumlah besar dengan istilah “akehe sak ndayak”.

BACA JUGA Harus Gimana Lagi sama Orang yang Percaya Konspirasi Wahyudi Covid-19?! dan tulisan Dimas Prabu Yudianto lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 23 Agustus 2020 oleh

Tags: dayakmajapahit
Prabu Yudianto

Prabu Yudianto

Penulis kelahiran Yogyakarta. Bekerja sebagai manajer marketing. Founder Academy of BUG. Co-Founder Kelas Menulis Bahagia. Fans PSIM dan West Ham United!

ArtikelTerkait

majapahit situs peninggalan bumi lasem mojok

Mengupas Sebab Lenyapnya Situs-situs Majapahit di Bumi Lasem

15 Oktober 2020
ranggalawe bendera majapahit berdiri tahun 1293 M bonek bondho nekat mentalitas asal-usul surabaya sejarah madura menakjingga mojok

Surat dari Menakjingga: Semua Ini karena Ratu Ayu Kencana Wungu Ingkar Janji

22 Agustus 2020
ranggalawe bendera majapahit berdiri tahun 1293 M bonek bondho nekat mentalitas asal-usul surabaya sejarah madura menakjingga mojok

Ranggalawe dan Raden Wijaya: dari Sahabat Jadi Saling Babat

16 Oktober 2020
ranggalawe bendera majapahit berdiri tahun 1293 M bonek bondho nekat mentalitas asal-usul surabaya sejarah madura menakjingga mojok

Mentalitas Bonek Sudah Ada Sejak Awal Berdirinya Majapahit

22 April 2020
Stereotipe tentang Orang Kalimantan yang Bikin Ngakak, Dikira Orang Tionghoa Sampai Makan Orang Terminal Mojok

Stereotipe Terkait Orang Kalimantan yang Bikin Ngakak, dari Juragan Batu Bara Sampai Suka Makan Orang

11 September 2022
tun abdul jalil majapahit samudera pasai mojok

Akhir Tragis Cerita Cinta Tun Abdul Jalil dan Raden Galuh Gemerencang

2 Oktober 2020
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

5 Tips Agar Kantong Nggak Jebol Dikeroyok Diskon Natal dan Tahun Baru Mojok.co

5 Tips Agar Kantong Nggak Jebol Dikeroyok Diskon Natal dan Tahun Baru

2 Desember 2025
Jalur Pansela Kebumen, Jalur Maut Perenggut Nyawa Tanpa Aba-aba

Jalur Pansela Kebumen, Jalur Maut Perenggut Nyawa Tanpa Aba-aba

2 Desember 2025
Logika Aneh di Balik Es Teh Solo yang Bikin Kaget (Unsplash)

Logika Ekonomi yang Aneh di Balik Es Teh Solo, Membuat Pendatang dari Klaten Heran Sekaligus Bahagia

30 November 2025
Alasan Orang Solo Lebih Hafal Jalan Tikus daripada Jalan Utama

Alasan Orang Solo Lebih Hafal Jalan Tikus daripada Jalan Utama

30 November 2025
Malang Nyaman untuk Hidup tapi Bikin Sesak Buat Bertahan Hidup (Unsplash)

Ironi Pembangunan Kota Malang: Sukses Meniru Jakarta dalam Transportasi, tapi Gagal Menghindari Banjir

5 Desember 2025
QRIS Dianggap sebagai Puncak Peradaban Kaum Mager, tapi Sukses Bikin Pedagang Kecil Bingung

Surat untuk Pedagang yang Masih Minta Biaya Admin QRIS, Bertobatlah Kalian, Cari Untung Nggak Gini-gini Amat!

5 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.