Sejak saya masih anak-anak hingga sekarang memasuki usia dewasa, dan dari belum populernya handphone sampai dengan banyaknya bisnis di bidang jasa berbasis aplikasi seperti saat ini, selalu ada orang di sekitar kita yang menghubungkan segala sesuatunya dengan hal mistis. Paling tidak, hal itu memang nyata adanya di lingkungan sekitar saya—dengan atau tanpa disadari keberadaannya.
Sewaktu sekolah—berkaitan dengan hal tersebut—guru saya pernah mengatakan masih banyak orang Indonesia yang selalu mengaitkan segala sesuatunya dengan mistis karena kurangnya pengetahuan dan pendidikan yang belum merata. Dalam hal ini, setelah saya cermati bisa sependapat bisa juga tidak. Sebab, saat ini yang berpendidikan pun sama saja dalam cocoklogi atau mengaitkan segala sesuatunya dengan hal mistis.
Nggak percaya? Coba ada berapa tokoh politik yang memiliki kepentingan saat Pilpres kemarin yang mengaitkan antara tanggal lahir, nama, dan lain sebagainya dari calon presiden kemarin dengan nasib suatu bangsa ke depannya. Padahal, tak sedikit dari mereka yang berpendidikan bahkan memiliki pendidikan terbilang tinggi.
Saya pun pernah mengalami secara langsung bagaimana sewaktu anak saya berusia 3 bulan dan kala itu seringkali menangis. Lalu, ada seorang nenek tetangga yang katanya memiliki kemampuan agar anak tidak rewel. Pikir saya mungkin caranya adalah dengan dipijit karena khawatir anak yang baru 3 bulan rentan salah posisi ketika digendong.
Nyatanya tidak. Setelah sang nenek datang, tiba-tiba mengatakan bahwa anak saya selama ini sering menangis karena diganggu oleh kuntilanak yang berkandang di pohon belimbing depan rumah. Lah, maksud saya sih bukannya tidak percaya dengan hal gaib, tapi apa iya langsung begitu saja dikaitkan dengan hal mistis? Setelah itu, di depan pintu rumah diminta segera ditaburi garam agar kuntilanak tidak masuk lagi ke rumah.
Pada saat itu saya baru tahu bahwa kuntilanak takut dengan garam. Ke mana saja saya selama ini yang lebih percaya dengan tindakan medis dari ahlinya? Bahkan Google saja tidak sanggup mencari tahu bagaimana cara mengusir kuntilanak dengan baik dan benar. Namun, tanpa banyak bicara dan melihat tutorial di YouTube Nenek bisa menemukan cara yang ampuh mengusir kuntilanak.
Pernah juga saat rekan kerja saya terjatuh dari tangga kantor saat akan turun dari lantai dua ke lantai satu, ada seorang rekan kerja yang lain dengan cepatnya ia berkata, “ada setan yang gangguin dia itu, kakinya dijegal”. Pikir saya waktu itu maksudnya di-tackling seperti pemain bola gitu? Jangan-jangan setannya dulu bercita-cita sebagai pemain sepak bola tapi tidak kesampaian.
Maksud saya sih, soal jatuh dari tangga apalagi di jam pulang kerja, mungkin rekan kerja saya sedang lelah karena banyak pikiran mengenai tanggung jawa dan beban kerja. Bisa dijelaskan seperti itu, kan? Tanpa harus grasa-grusu dan menyimpulkan bahwa hal tersebut disebabkan oleh hal gaib.
Rekan saya yang lain pernah bercerita juga, di suatu hotel dia pernah mendengar telepon selama jam 3 pagi setiap harinya. Setelah diangkat tidak ada suaranya dan hal itu berulang secara terus-menerus. Dengan nalar cepat, secepat memforward pesan hoax di grup WhatsApp teman saya langsung berpikir dan bersikeras bahwa itu ulah makhluk gaib. Mungkin dia belum menyadari dengan keberadaan teknologi automatic call sebagai reminder.
Mungkin setan di luar sana sempat menggerutu, “Mas, saya nggak ngapa-ngapain lho—kok masih saja disalahin. Dia yang jatuh karena capek, Masnya yang berpikir negatif ke saya, saya juga yang disalahkan.”
Sial betul nasib menjadi setan. Padahal, setan kan punya tugas yang lebih berat dibanding menganggu anak kecil dan tackling seseorang. Mengadu domba para manusia agar larut dalam tipu daya politik misalnya—tidak peduli mau saudara atau keluarga, pokoknya sebar hoax dan saling menyindir. Dalam kasus ini, boleh jadi cebong dan kampret adalah salah satu prestasi yang dimiliki oleh setan di Indonesia.
Walau saya tergolong orang yang cukup optimis, tapi untuk menghilangkan pemikiran sebagian orang Indonesia yang segala sesuatunya seringkali dikaitkan dengan hal mistis, rasanya saya menjadi pesimis. Maksud saya sih, biar sajalah mereka yang berpikir demikian tetap ada, toh mereka juga tidak akan berubah secara mindset dan pemikiran jika tidak ada keinginan dari dalam diri.