Beberapa hari yang lalu, Ruangguru bikin gaduh dunia internet dan pertelevisian. Bukan hanya satu, dua atau tiga, melainkan sembilan stasiun televisi swasta mereka “bajak” selama dua jam. Menampilkan anak-anak yang tampil tanpa “ruang” dan “guru” mereka.
Ulang tahun adalah ritus khusus manusia sejak jaman pra-aksara hingga pasca-strukturialisme dalam merayakan pertambahan usia. Mereka akan tepuk tangan, hingga riuh sorak adalah hal wajib yang ada dalam acara tersebut. Namun, jika acara ulangtahun ini mengganggu ketentraman orang lain, maka bukannya mendapatkan doa, malah sumpah serapah yang akan diterima.
Saya akan memberikan contohnya. Rumah kawan saya terletak di belakang warung sate klatak yang terkenal. Ketika saya menginap, jam dua belas tepat ketika hendak tidur, ndilalah suara teriakan begitu nyaring terdengar. Konveti yang diledakkan dan nyanyian ulangtahun mengganggu tidur kami. Bukan doa panjang umur, namun kawan saya mengucapkan “asu” dengan begitu indahnya.
Kembali ke Ruangguru.
Adanya hal semacam ini, entah menyiratkan pendidikan di negara kita sedang tidak baik-baik saja atau bagaimana, yang jelas Ruangguru menampilkan jagad baru pendidikan kita. Melalui promosi masif nan tidak penting, pun mengindikasikan ingin hadirnya cuan untuk mereka, jelas pengeluaran “pembajakan” ini bukan lagi seberapa, namun berapa besarnya.
Melalui studi kontemplasi bersama ikan terapi, inilah perkiraan berapa Ruangguru menghabiskan uangnya demi cuan melalui segi pendidikan negara kita.
Pertama, tamu yang diundang. Sebelumnya, maaf, saya hanya tahu beberapa nama saja. Dari poster, yang jelas berisikan artis papan atas, papan tengah, medioker, Mas Belva mantan stafnus itu, dan jebolan pencarian bakat yang harganya murah meriah. Ini sebenarnya Ruangguru atau Ruang Artis?
Angka ini bisa ditaksir sebesar 2 miliar untuk menyewa jasa pengisi acara. Ditambah satu miliar sebagai anggaran tambahan untuk tempat istirahat, tata rias, properti dan akomodasi kondisional. Angka ini tergolong murah. Cuma 3 miliar sudah dapat beberapa idola remaja masa kini seperti Jess Never Surrender, Sabyan Gambus dan beberapa jebolan pencarian bakat.
“Eh, 3 miliar termasuk konsumsi cukup nggak, sih? Ya udah, kalau nggak cukup kita main di LPJ aja. Siapkan nota aja, ya,” ini salah satu temple chat anak acara kampus.
Entah mereka menggunakan venue di mana, saya juga malas mencari tahu, tapi ada dua kemungkinan besar. Pertama, mereka menyewa dan nggak bakal lebih dari 1 miliar. Kedua, penyelenggara acara kenal baik dengan pemilik gedung dan dapat korting. Tapi, mari kita berspekulasi bahwa biaya untuk gedung adalah 500 juta.
Kedua, 9 stasiun televisi swasta. Wah, ini sudah gila. Ruangguru sangat keren, baru 6 tahun sudah bisa bergerak secara masif dan mbois. Bayangkan saja, 6 stasiun televisi, di jam prime time dan 2 jam lamanya. Nyewa lapak iklan di majalah kampus saja mahalnya nggak kira-kira, apa lagi ini, stasiun televisi yang disaksikan berjuta emak-emak yang bertanya-tanya, “lho sinetron favorit ku kok nggak ada?”
Nggak ada yang terang-terangan sebuah stasiun televisi memasang harga lapak untuk iklan masuk. Baliho saja disuruh telfon dahulu untuk negosiasi, apa lagi stasiun televisi. Yang pasti, waktu sangat menentukan. Kian banyak intensitas yang melihat, makin tinggi harganya. Dan jam prime time, sekitar jam 6 sore hingga 8 malam, merupakan harga tertinggi.
Kedua, tayangan juga menentukan harga. Misal sepak bola banyak yang melihat, maka iklan yang masuk harus merogoh kocek lebih dalam. Jika acara yang kurang diminati, harganya makin rendah. Begitu cara kerjanya, lagi-lagi, ini merupakan perkiraan kasar.
Jadi, acara Ruangguru masuk kategori mana? Selama dua jam penuh, acara ini notabene adalah sebuah iklan. Lagi pula siapa yang seneng melihat orang nyanyi-nyanyi membawa panji pendidikan yang semu macam acara itu? Dua jam non-stop, di jam prime time, Umar Bakri menangis melihat ini.
Dilansir dari BungkulCom, tiap stasiun memiliki biaya yang berbeda. Semisal RCTI pada jam prime time memiliki biaya iklan 45-65 juta per 30 detik. Sedangkan SCTV mewajibkan membayar 35-65 juta dalam rentan waktu yang sama. Angka tentu tidak pasti lantaran ini (lagi-lagi) perhitungan yang amat kasar. Tapi, bisalah menghimpun beberapa hal.
Jika kita mengambil angka terbesar, maka 30 detik, kita wajib membayar 65 juta. Semisal 1 menit, kita harus merogoh kocek sebesar 130 juta. Jika satu jam, sama dengan 7,8 miliar. Dan untuk 2 jam lamanya acara ini berlangsung, 15,6 miliar adalah harga yang wajib dibayarkan.
Memang harga iklan RCTI, SCTV, Trans TV, dan stasiun televisi swasta lainnya berbeda per 30 detiknya. Namun, semisal kita samakan lantaran tidak mengetahui harga resmi dan tepatnya, maka Ruangguru harus membayar 15,6 miliar untuk 9 stasiun swasta atau sebesar 140,4 miliar rupiah.
Tapi perlu diingatkan, angka ini tercipta semisal kita mengambil harga tertinggi, yakni 65 juta per 30 detik. Bisa saja 35-45 juta per 30 detik atau ada negosiasi saling untung lain yang tidak pernah kita bayangkan seutuhnya. Lagi pula, apa untungnya stasiun televisi menampilkan acara yang sama dengan stasiun lawan? Di jam prime time pula, kala sinetron sampah dan reality show berderai air mata lebih menggiurkan meraih jutaan pasang mata.
Ini hanya perhitungan kasar saja. Saya tidak bisa menjamin seutuhnya. Bisa saja biaya iklan masif Ruangguru ini lebih murah atau malah lebih mahal. Banyak yang mengatakan pengeluaran mereka ada di angka 42 miliar secara keseluruhan, ya itu bisa saja. Namun, hadirnya acara ini tidak menutup fakta yang berhembus di lapangan bahwa semua sudah muak dan memilih mematikan televisi saja.
Saya nggak akan bilang “halah mending uangnya buat….” enggak, kok. Saya hanya ingin berharap saja. Harapan saya, pada ulangtahun Ruangguru yang ketujuh tahun depan, coba bikin syukuran live di layar kaca selama seminggu penuh. Tampilkan Keluarga Ruben atau tokoh inspiratif ala kalian itu. Kan lumayan, bisa menghemat pemakaian listrik, terutama televisi, bagi warga Indonesia tanpa terkecuali.
BACA JUGA Jika Pidi Baiq Menulis Biografi Presiden dan tulisan Gusti Aditya lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.