Membaca artikel tulisan Mas Seno tentang bagaimana Arsenal yang sering menyakiti dirinya sendiri membuat saya bergidik. Saya tahu apa yang dirasakan Mas Seno ketika menonton Arsenal, karena sedikit banyak Real Madrid juga sering ngide macam itu. Tidak ada tim yang berbagi nasib bodoh dengan Barcelona sebanyak Madrid pada musim ini.
Dari awal hingga tengah musim, Real Madrid sering kehilangan poin penting. Masalahnya, mereka kehilangan poin di saat Barcelona sedang terpeleset. Saya sampai pernah menulis tentang hal itu, yaitu bagaimana Real Madrid begitu mesra dengan Barcelona masalah berbagi nasib buruk.
Los Galacticos semalam baru saja menjungkalkan Granada dengan skor 2-1 dan mencatatkan sembilan kemenangan berturut-turut. Rekor yang apik, memang. Tapi melihat susunan pemain yang diturunkan Zinedine Zidane membuat saya garuk-garuk kepala. Zizou menurunkan 5 gelandang yang dibawanya ke markas Granada ke dalam starting line up tanpa menyisakan satu gelandang pun duduk di bangku cadangan.
Bagi fans Madrid yang musim ini mengikuti dengan seksama, pasti mulai khawatir dengan polah Zidane yang kadang menurunkan komposisi pemain yang tak terduga. Awal-awal restart musim, dia bahkan menurunkan Ferland Mendy dan Marcelo pada saat bersamaan, dengan menggeser Mendy ke kanan. Edan iki wong.
Masalahnya, gelar La Liga sudah di depan mata. Kalau sampai terpeleset karena formasi absurd, kok ya rasanya pahit. Alih-alih menurunkan Isco dan Valverde sebagai sayap kiri dan kanan, masih ada opsi lain yang lebih masuk akal. Vinicius dan Asensio bisa dijadikan starter alih-alih Isco dan Valverde, mengingat Vini dan Asensio bermain cukup bagus dalam beberapa pertandingan terakhir.
Real Madrid seringkali terpeleset di momen-momen menentukan La Liga. Musim ini memang pertahanan El Real ditasbihkan sebagai pertahanan terbaik di Eropa, namun tidak dengan barisan penyerangnya. Benzema memang bermain bagus, tapi penyerang yang lain seperti tidak tahu cara membuat gol. Sejauh ini, justru Ramos yang menjadi second top scorer di Los Galacticos, menandakan bahwa penyelesaian akhir adalah masalah serius yang perlu diselesaikan oleh penyerangnya.
Terlebih lagi, musim ini adalah musim di mana Madrid mencatatkan rekor personal error tertinggi. Real Madrid mencatatkan 0,41 personal error per game, jauh lebih tinggi dibanding musim lalu yang hanya 0,15 personal error per game. Ini bahkan jauh lebih tinggi dibanding musim 2017/2018 di mana pertahanan Madrid saat itu seperti lelucon yaitu 0,21 personal error per game.
Mungkin inilah penyebab Courtois terlihat begitu tua di Bernabeu, ha kancane marai tratapan terus.
Dengan dua game tersisa, masing-masing melawan Villareal dan Leganes, Madrid dihantui kekurangan striker dan ketidakbugaran Hazard. Mariano cedera, Jovic masih dikarantina, yang praktis membuat Benzema adalah satu-satunya striker tersisa. Walau hanya butuh satu kemenangan untuk menyegel gelar, tetap saja itu bukan perkara mudah. Villareal dari dulu tiba-tiba bermain hebat kalau ketemu Madrid. Dan di saat yang sama, Real Madrid seperti orang bingung ketika melawan tim-tim yang tiba-tiba beringas.
Hanya memiliki satu striker fit, winger muda yang ngewel di depan gawang, dan Bale yang cuma prengas-prenges di bench, jujur saja saya khawatir. Saya yakin Hazard belum tentu dimainkan mengingat dia begitu injury prone. Zidane ingin menyimpannya untuk melawan City, yang berarti Madrid harus putar otak agar bisa tetap menyerang dengan bagus.
Los Galacticos juga tidak bisa mengharapkan penalti akan datang terus-terusan. Beberapa kemenangan didapat lewat penalti, dan itu pertanda bahwa Madrid belum cukup kuat untuk menggedor. Kalau kalian bertanya kenapa Madrid bisa dapat penalti terus, coba saja kalian liat betapa tololnya cara musuh menekel di dalam penalti. Jangan mengaitkan Madrid disukai oleh para wasit, itu udah jatahnya Manchester United. Mengucapkan Real Madrid dan Manchester United dalam satu nafas itu penghinaan.
Saya berharap Real Madrid nggak ikut-ikut Arsenal hanya dalam dua pertandingan ini saja. Saya juga berharap Zizou tidak menurunkan line-up ngawur seperti saat melawan Granada. Kalau Liga Champions musim ini harus lepas lagi, nggak apa-apa. Udah pernah juara tiga kali berturut-turut, pekewuh sama yang lain. Tapi kalau La Liga, jangan sampai. Jangan sampai ya Allah.
BACA JUGA Mobile Legends Kan Game Strategi, Wajar Dong Kalau Mainnya Diatur dan artikel Rizky Prasetya yang lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.