Cerita Preman Pensiun episode 5 dimulai dengan kedatangan Esih, Eneng, dan Ema di Pasar Palasari. Begitu turun dari angkot, Ema langsung pergi saat Esih sedang membayar ongkos angkot. Untung Esih menyadarinya lalu meminta Ema mengikutinya. Adegan ini terulang lagi sebelum mereka bertiga masuk ke pasar. Padahal Ema baru pertama kali datang ke Pasar Palasari, tapi sotoynya minta ampun. Harusnya belok kiri, dia malah lurus. “Esih jalan di depan aja ya, Ma” kata Esih.
Di dalam pasar sebuah perempatan memisahkan mereka. Esih pergi ke kanan, Eneng lurus ke depan, sedangkan Ema ke kiri. Esih baru menyadari anak dan ibunya hilang saat dia sampai di tukang sayur. Esih panik! Dia celingukan sebentar, lalu menelepon Eneng.
“Eneng di mana?”
“Di sini.”
“Di sini di mana?”
“Di pasar.”
“Iya mamah juga tahu… tapi sebelah mananya?”
“Di sebelah sini.”
“Sebelah sini mana, Eneng?!”
“Di deket yang dagang.”
“Euuuh… ini the pasar, Eneng, di mana-mana juga banyak yang dagang. Tapi, Eneng di deket yang dagang apa?”
“Deket tukang daging.”
Esih lalu pergi ke tempat Eneng dan menanyakan keberadaan Ema, tapi Eneng juga nggak tahu. Mereka berdua kemudian mencari Ema selama satu jam, tapi hasilnya nihil, Ema hilang!
Sementara itu di rumahnya Kang Bahar, Kang Mus menemani Kang Bahar memikirkan nasib Kinanti yang belum juga punya pacar, padahal dia yakin anak bungsunya itu cantik. Ya emang cantik ya, siapa yang berani bilang Kinanti alias Tya Arifin nggak cantik? Kalau ada, berarti matanya harus dibersihin pakai Cling biar bersih bening seperti tanpa kaca.
Di tengah percakapan mereka, hape Kang Musb tiba-tiba berbunyi tapi langsung dia matikan. Kang Bahar tanya kenapa teleponnya nggak diangkat, siapa tahu ada yang penting. Kang Mus bilang itu cuma telepon dari istrinya, nggak ada yang penting jadi biarkan saja. Kang Bahar tetap nggak percaya, lalu Kang Mus disuruh menelepon balik istrinya. Dengan sigap Kang Mus langsung mengikuti perintah tersebut.
Di telepon, Esih cerita soal Ema yang hilang di pasar. Kang Mus menyuruh Esih menunggu di pasar, nanti ada orang yang bantuin dia nyari Ema. Selesai menelepon, Kang Mus laporan ke Kang Bahar, “Mertua saya, hilang di pasar. Haaah… ada-ada aja, bikin susah,” kata Kang Mus.
Mendengar anak buahnya bicara seperti itu, Kang Bahar jelas makin jengkel sama Kang Mus.
“Mertua kamu itu orang tua kamu juga. Ibu istri kamu, itu ibu kamu juga. Tanggung jawab kamu sama ibu istri kamu sama seperti kamu tanggung jawab sama orang tua kamu, ibu kamu sendiri. Pasti dia butuh kamu tuh. Pergi sekarang! Cari dia!”
“Iya, Kang” jawab Kang Mus
“Indit ayeuna!”
Nah, tolong ini diperhatikan dan diresapi dalam-dalam ya para calon pengantin. Kalau mau nikah, harus bisa menerima mertua kalian. Satu paket, baik sama buruknya.
Ngeeeeeeng… Kang Mus meluncur ke pasar. Di depan pasar dia disambut Esih, Eneng, dan tiga anak buahnya. Esih ngomong panjang lebar sambil nangis. Kang Mus meminta istrinya berhenti nangis terus memintanya pulang duluan, siapa tahu Ema ada di rumah, katanya.
Adegan loncat ke kantor tempat Kinanti magang. Di kantornya, Kinanti bingung, nggak tahu harus mengerjakan apa. Karyawan lain yang dia tanya pun nggak bisa ngasih jawaban. Kemudian datang karyawan lain, laki-laki, mengenalkan dirinya sebagai Aditya. Dia menyapa Kinanti sambil menanyakan kenapa Kinanti duduk di kursinya. Adit lalu menunjukkan kursi kosong untuk Kinanti tempati.
Kang Mus datang ke tempat Komar, minta dibuatkan kopi. Sambil garuk-garuk kepala, dia cerita soal mertuanya ke Komar.
“Waduh,” jawab Komar setelah mendengar cerita Kang Mus. Komar melihat ini sebagai peluang dia bisa kembali kerja di pasar. Apalagi Kang Mus cerita si Iwan nggak bisa menemukan mertuanya.
“Kalau saya masih tugas di pasar, pasti ketemu,” kata Komar. Mendengar jawaban Komar, Kang Mus berhenti menggaruk kepalanya yang nggak gatal, lalu melihat ke arah anak buahnya. Komar membalasnya dengan senyum yang lebar.
“Kalau kamu bisa nemuin mertua saya, kamu bisa tugas di pasar,” lanjut Kang Mus
“Ciyus?!” jawab Komar
“Ciyas-ciyus, ciyas-ciyus… SAYA BACKHAND!!!”
Komar, dengan semangat tinggi, bilang siap melaksanakan tugas. Lalu dia pergi… tapi baru beberapa langkah langsung balik lagi. Ternyata dia nggak tahu wajah mertua Kang Mus. Mereka berdua kemudian berangkat ke rumah Kang Mus menemui Esih untuk minta foto Ema. Hasilnya nihil, Esih bilang Ema nggak pernah difoto. Kang Mus lalu memerintahkan Komar mencari Ema sampai ketemu, bagaimanapun caranya, kalau nggak, rambutnya Komar yang Kang Mus hilangkan. Mohon diingat ya buat kalian yang alergi banget difoto, tolong jadikan ini sebagai pelajaran. Jangan sampai cuma punya foto KTP doang, nanti ribet kalau kamu tiba-tiba hilang.
Kang Mus dan Komar lalu mencari Ema di jalan sekitar Pasar Palasari. Kang Mus keliling naik motor, sedangkan Komar jalan Kaki. Komar memang loyal banget sama Kang Mus, dia tanya ke setiap ibu-ibu yang dia kira seumuran sama mertua bosnya. “Ibu mertuanya Kang Mus, Muslihat, bukan?”
Di tengah jalan, motor Kang Mus tiba-tiba mati, besinnya habis. Lalu dia suruh Komar mendorong motornya ke pom bensin dan dia lanjut mencari Ema ke daerah Burangrang.
Sementara itu, setelah menemani istrinya makan dan minum obat, Kang Bahar pergi ke toko tanaman hias, dia pengin punya kegiatan lagi di rumah selain baca koran. Atas saran penjualnya, Kang Bahar memutuskan untuk merawat pohon bonsai. Dia juga diberi satu pohon bonsai kecil sebagai ucapan terima kasih atas bantuannya dulu.
Setelah dari toko tanaman hias, Kang Bahar pergi mencari buku bonsai ke pasar. Di Pasar dia diantar ke toko buku oleh kenalannya yang jaga di pasar. Selagi Kang Bahar pergi, Amin menunggu di mobil. Tiba-tiba Ubed datang menyapa Amin, ternyata mereka teman satu SMP dulunya. Ubed menduga Amin sudah jadi manajer sekarang karena penampilannya terlihat rapi, lalu dia minta kerjaan. Amin cuma minta nomor hape Ubed, nanti dihubungi lagi, katanya.
Selesai membeli buku, Kang Bahar pulang ke rumah. Di tengah perjalanan, dia melihat seorang ibu sedang menangis di pinggir jalan. Kemudian Kang Bahar menyuruh Amin menghentikan mobil, lalu dia menghampiri si ibu itu.
“Ibu teh kenapa?”
“Saya mau pulang ke rumah anak saya, tapi nggak tahu jalan.”
“Memangnya Ibu dari mana, mau ke mana?”
“Tadi Ibu ke pasar sama anak, sama cucu… tapi Ibu ditinggal.”
“Sebentar, Ibu dari pasar sama anak sama cucu. Hilang di pasar?”
“Ditinggal!”
“Nama anak Ibu siapa?”
“Sukaesih.”
“Suaminya namanya Muslihat?”
“Iya, anak saya Sukaesih, istrinya Muslihat. Kenal?”
“Yaudah atuh, Ibu ikut saya. Hayu.”
Kemudian Ema dan Kang Bahar masuk ke mobil. Di dalam mobil, Kang Bahar memerintahkan Kang Mus menjemput Ema di rumahnya. Udah gitu aja, di Preman Pensiun episode 5 ini nggak ada teka-teki atau konflik yang menegangkan, memang cuma menceritakan Ema yang hilang di pasar.
Baca sinopsis semua episode Preman Pensiun musim 1 di sini.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.