Kota Batu sepertinya belum mau berhenti untuk bersolek. Terlebih setelah Kota Batu punya pemimpin baru dan jelang hari jadi Kota Batu yang ke-17 pada 17 Oktober mendatang, kota kecil ini beneran ingin lebih mempercantik diri.Tempat-tempat wisata baru perlahan mulai bermunculan. Tata kota mulai diperbaiki. Taman-taman dipoles, bahkan beberapa apa yang dibangun baru.
Dari sekian banyak upaya mempercantik diri, ada satu hal, satu proyek tepatnya, yang masih mengganjal hati, setidaknya bagi saya orang Batu asli. Satu proyek itu adalah Taman Jalan Sultan Agung. Seperti namanya, Taman Jalan Sultan Agung adalah taman yang berada di tengah dua ruas jalan besar Sultan Agung. Di dalam landmark ini tidak hanya ada taman, tapi juga patung dan tugu yang bisa jadi ikon dari Kota Batu itu sendiri.
Nah, Taman Jalan Sultan Agung ini sedang dalam proyek revitalisasi. Menurut beberapa informasi, revitalisasi Taman Jalan Sultan Agung adalah proyek kerja sama antara Pemkot Batu dan CSR Jawa Timur Park. Dalam beberapa bulan terakhir, Pemkot Batu memang sedang fokus banget mempercantik taman ini. Maklum, taman ini memang kurang menarik. Sayangnya, hasil dari revitalisasi ini masih jauh dari kata memuaskan. Bahkan, bisa dibilang hasilnya jelek.
Tugu apel jelek, sama seperti kualitasnya
Satu elemen di Taman Jalan Sultan Agung yang paling banyak dapat kritikan adalah adanya tugu apel raksasa. Tugu apel ini berada di Jalan Sultan Agung bagian Timur, di pertemuan antara Jalan Sultan Agung, Jalan Imam Bonjol, dan Jalan Agus Salim. Orang-orang Batu mengkritik betapa jeleknya tugu apel ini, baik secara kualitas, maupun secara konsep.
Secara konsep, tugu apel ini sebenarnya nggak terlalu ada masalah. Wajar jika Kota Batu punya tugu apel, sebab Kota Apel adalah julukan kota ini. Tapi, masalahnya, secara konsep,tugu ini kayak nggak punya statement apa-apa gitu. Ya cuma tugu (patung) apel raksasa berwarna hijau, dengan beberapa aksen saja. Lalu ada tulisan “Jendela BATU Sae” (Sae, adalah slogan walikota Batu saat ini) berwarna biru, yang tipografinya jelek banget. Beneran jadul pokoknya.
Selain konsep dan tipografi yang jelek, kualitas tugu apel ini juga nggak kalah buruk. Tugu apel ini baru dibangun beberapa bulan, tapi catnya sudah mengelupas. Kayak nggak niat banget untuk bikin sebuah landmark yang bagus gitu. Jelek banget kualitasnya. Makanya nggak heran kalau banyak wong mbatu yang mengkritik, bahkan sampai menghujat tugu apel ini.
Tugu “Batu Tourism City” yang lebih nggak jelas lagi konsepnya
Di sebelah barat tugu apel di Taman Jalan Sultan Agung, terdapat satu lagi tugu yang nggak kalah aneh. Tugu tersebut ingin menonjolkan Batu sebagai kota yang berada di pegunungan. Bentuknya berupa empat segitiga berwarna oranye (segitiga sebagai simbol gunung), dengan satu gambar gunung, dan ada tambahan kibaran bendera merah-putih yang melintang di dua tugu segitiga yang paling besar.
Nah, yang bikin tugu di taman ini jelek adalah adanya deretan bendera-bendera negara ASEAN dan beberapa bendera negara Asia lainnya di luar ASEAN. Buat apa, coba? Maksudnya, ngapain memajang bendera negara-negara lain? Mau bikin statement apa dengan memajang bendera-bendera negara lain? Biar dibilang bahwa Batu punya nama di kancah pariwisata internasional, gitu?
Elemen yang bikin jelek nggak cuma perkara bendera negara-negara saja. Di tugu tersebut, ada beberapa tulisan yang juga bikin tugunya malah kelihatan jelek. Pertama, ada tulisan “BATU TOURISM CITY” berwarna biru di bawah tugunya. Ini sebenarnya nggak jelek-jelek banget, cuma tipografi dan warnanya aja yang mungkin bisa diganti. Lalu kedua, ada tulisan “700—1800 meter above sea level” dan “surrounded by 8 mountains”. Ngapain ada tulisan ini? Nggak guna banget.
Maksudnya begini, tulisan “700—1800 meter above sea level” dan “surrounded by 8 mountains” itu bukanlah sesuatu yang layak dan pas dipasang di sebuah tugu. Apalagi sebagai sebuah statement desain. Ini adalah informasi yang cukup ada di pamflet atau website saja. Fakta bahwa Batu itu dikelilingi gunung dan berada di dataran tinggi, itu harusnya punya interpretasi sendiri kalau sudah ingin dijadikan desain tugu atau landmark. Kalau gini, kelihatannya ngasal banget gitu lho.
PR besar Taman Jalan Sultan Agung
Taman Jalan Sultan Agung memang nggak cuma dua tugu itu saja. Di sepanjang nyaris 1 kilometer, ada beberapa tugu atau landmark yang akan dibangun, yang masuk dalam proyek revitalisasi. Termasuk salah satunya patung petani berkepala apel yang entah apa pula maksud dan maknanya. Beneran nggak jelas banget.
Melihat bagaimana hasilnya saat ini, dan bagaimana respons masyarakat, proyek revitalisasi Taman Jalan Sultan Agung ini tampaknya masih jadi PR besar bagi Pemkot Batu. Tugu apel dan Tugu “Batu Tourism City” kayak udah jadi bukti bahwa Pemkot Batu kayak nggak serius dalam upaya mempersolek kota. Kesannya kayak ngasal aja. Padahal di Batu ini banyak ahli taman, banyak ahli desain kota. Maksudnya, kok kayak nggak mau memanfaatkan potensi yang ada, gitu lho.
Sebagai orang Batu, jujur saya malu melihat Taman Jalan Sultan Agung saat ini. Masih jauh dari kata bagus, masih jauh dari kata cantik. Makanya, kalau Pemkot Batu nggak bisa bikin atau membangun taman, tugu, atau landmark yang cantik di Taman Jalan Sultan Agung, mending nggak usah sekalian. Daripada hasilnya jelek dan memalukan, kan? Sia-sia banget anggaran yang sampai ratusan juta cuma bisa jadi landmark kota yang jelek.
Penulis: Iqbal AR
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Tugu Jombang Senilai Rp1 Miliar Bukti Pemkab Jombang Nggak Paham Prioritas.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara iniini ya.




















