Jika Jogja punya kos LV yang tenar di skena kos-kosan bebas, Kediri juga tidak mau ketinggalan. Ada kos per jam atau kos jam-jaman di sini. Awal perkenalan saya dengan kosan seperti ini pun tak disengaja. Dulu, di awal kedatangan saya ke Kediri, saya sempat meminta tolong pada seorang teman kuliah untuk mencarikan kos. Saya percaya saja dengannya apalagi setelah tahu bangunan kosnya bagus dan harganya cocok di kantong.
Akan tetapi setelah sehari dua hari tinggal di sana, saya baru sadar jika beberapa kamar yang ada di kos saya itu penghuninya selalu berganti. Ada pasangan pelajar yang kalau datang pakai jaket tertutup rapat, padahal celana dan roknya kelihatan sekali kalau mereka memakai seragam sekolah. Ada juga pasangan mbak-mbak dan bapak-bapak yang kalau masuk kos nggak melepaskan helm sama sekali. Bahkan pernah ada ibu-ibu dan mas-mas yang datang pakai dua sepeda motor berbeda tapi masuk ke kamar yang sama.
Usut punya usut ternyata pemilik kos saya memang mengiklankan kamar-kamar yang masih kosong di Facebook jadi kos per jam. Nahasnya, tiap ada pasangan yang menyewa kamar kos tersebut dan kebetulan berpapasan di jalan masuk kos, justru saya yang merasa malu nggak karuan. Alhasil saya hanya bertahan sekitar semingguan di sana sebelum akhirnya memutuskan pindah. Namun pengalaman tinggal seminggu di kos tersebut membuka mata saya mengenai dunia indekos di Kediri.
Kos per jam jadi hal lumrah bagi warga lokal
Bagi saya, kos per jam adalah culture shock pertama saya sebagai perantau di Kediri. Padahal hal itu lumrah bagi warga lokal. Awal mulanya dari industri yang maju pesat di sini. Imbasnya, kebutuhan hunian untuk pekerja yang tak sedikit dari luar kota meningkat. Membangun bisnis kos menjadi upaya warga untuk mendapat rezeki dari para perantau yang datang ke Kediri.
Apesnya saat ini Kediri berada di titik banyak kamar kos tersedia, tapi tak sebanding dengan permintaan yang terus menurun. Akhirnya daripada tak dihuni, pemilik kos mencoba berbagai cara untuk tetap bertahan. Mulai dari perang harga sejatuh-jatuhnya hingga mengambil langkah berani dengan bermain banyak kaki. Misalnya menerima penyewa bulanan, mingguan, dan harian.
Teman saya yang mencarikan kos per jam itu bahkan berseloroh ringan tanpa rasa bersalah saat saya tanyai. Katanya kos per jam di Kediri bak fatamorgana, baru terlihat kalau sudah tinggal di sana. Alasannya ya nggak sedikit kos yang menutup rapi praktik ini. Kos tanpa induk semang, transaksi via transfer bank, dan kunci kamar sudah disediakan.
“Pokoknya asal nggak saling ganggu dengan penghuni kos lain. Ngapain repot,” begitu kata teman saya.
Baca halaman selanjutnya: Menjamur di Facebook…




















