Semarang merupakan gambaran ideal tempat mengadu nasib. Daya tarik sebagai pusat pemerintahan sekaligus perdagangan membuat Kota Atlas bak magnet untuk para pengais rezeki. Tak heran banyak pendatang dari daerah lain membuka usaha di Semarang, termasuk bisnis kuliner.
Maka wajar jika wisata kuliner Semarang diperkaya oleh panganan khas dari wilayah sekitarnya. Misalnya saja bandeng presto asli Pati atau wingko babat yang sejatinya milik Lamongan. Namun demikian, keberagaman tersebut tak menjamin segala panganan pasti ada di Kota Lumpia. Buktinya, mengulik sederet sajian berikut di Semarang sama artinya dengan mencari sebatang jarum dalam tumpukan jerami.
Daftar Isi
- #1 Jumlah pedagang kerak telor dapat dihitung dengan jari
- #2 Meski dekat Solo, nasi liwet susah dijumpai di Semarang
- #3 Kalau kangen gudeg Jogja, jangan harap menemukan kuliner satu ini di Semarang, sebab rasanya sungguh berbeda
- #4 Keberadaan sate kere tidak tercium di Semarang
- #5 Nasi campur ala Bali, kuliner non-halal jarang didapati di Semarang
#1 Jumlah pedagang kerak telor dapat dihitung dengan jari
Susah sekali menemukan kuliner legendaris yang terbuat dari beras ketan, kelapa sangria, dan telur di Semarang. Walaupun popularitas kerak telor tidak lagi diragukan, belum banyak pedagang makanan yang menjual kudapan ini. Jumlah penjajanya bahkan tidak melebihi total jari tangan.
Sebagaimana hukum ekonomi, tidak adanya permintaan akan meniadakan penawaran. Boleh jadi, konsumen di kota langganan banjir ini kurang menyukai karakter rasa yang dihadirkan oleh seporsi kerak telor. Akan tetapi, bila sangat mengidamkan sajian ini, orang dapat mengunjungi rumah makan khas Betawi yang berlokasi di Kelurahan Cabean, Kecamatan Semarang Barat pada sore hari.
#2 Meski dekat Solo, nasi liwet susah dijumpai di Semarang
Malam hari dirasa waktu yang tepat guna memuaskan lidah. Sebab, kuliner yang diperdagangkan biasanya mampu menyeimbangkan dinginnya udara malam sehingga menghadirkan rasa nyaman. Salah satu hidangan primadona di kala petang adalah nasi liwet.
Anehnya, walau kuliner tersebut terbilang sangat populer di Jawa Tengah, eksistensinya hampir tidak terdeteksi di Semarang. Alasannya tidak jauh-jauh dari perbedaan selera. Masyarakat di Semarang memiliki kecenderungan menyukai sajian khas pesisir seperti seafood. Siraman santan kental pada nasi liwet dianggap terlalu berat untuk dikonsumsi menjelang istirahat malam.
#3 Kalau kangen gudeg Jogja, jangan harap menemukan kuliner satu ini di Semarang, sebab rasanya sungguh berbeda
Setiap daerah mempunyai karakteristik tersendiri dalam meracik sebuah hidangan. Contohnya, gudeg Semarang dan gudeg Jogja memperlihatkan perbedaan yang cukup signifikan. Dari segi rasa, gudeg Jogja menyuguhkan sensasi manis lebih tajam karena penggunaan gula jawa yang terbilang mendominasi.
Sementara itu gudeg Semarang lebih condong terasa gurih dengan sentuhan pedas. Tampilan keduanya pun sangat bertolak belakang. Gudeg Jogja terlihat cokelat pekat dengan tekstur kering, sedangkan gudeg Semarang justru tampak lebih pucat serta disiram kuah opor.
#4 Keberadaan sate kere tidak tercium di Semarang
Sate adalah kuliner yang sangat umum ditemukan di berbagai kota. Sebab, cara mengolahnya terbilang sederhana tanpa bumbu yang terlampau beragam. Selain sate ayam Madura dan sate kambing, Semarang dikenal pula dengan kuliner sate sapi yang banyak dijual di sekitar wilayah Ungaran.
Lucunya, sate kere yang lebih murah justru tidak dapat ditemukan di Semarang. Sate yang terbuat dari gembus alias ampas tahu tersebut erat dengan kesan camilan murah meriah yang sering dijumpai di alun-alun kota. Mungkin, minimnya ruang terbuka publik di Semarang membuat para penjual sate kere tidak memiliki kesempatan untuk menggelar dagangannya.
#5 Nasi campur ala Bali, kuliner non-halal jarang didapati di Semarang
Bukan hanya makanan halal, hidangan olahan daging babi dengan racikan bumbu khas Bali pun sulit ditemui. Misalnya saja, nasi campur. Mayoritas santapan ini lebih banyak dibuat resep versi Chinese food. Jika pun ada yang dikelola orang Bali, rasanya kurang dapat disandingkan dengan yang ditawarkan di Pulau Dewata.
Salah satu penyebabnya adalah penggunaan rempah spesifik dari Bali yang mungkin tidak dapat diperoleh di Semarang. Kenihilan kunci resep rahasia tersebut membuat nasi campur yang diedarkan di Semarang gagal menyodorkan cita rasa autentiknya. Jadi, siap-siap saja kecewa ketika nekat menjajal nasi campur yang dijual di kota dengan monumen Tugu Muda tersebut.
Ada banyak alasan yang melatarbelakangi segelintir kuliner susah ditemukan di Semarang. Di samping faktor bahan baku yang tidak bisa disubtitusi, selera pasar ikut memengaruhi. Namun, setidaknya masih banyak pilihan kuliner lain yang dapat dinikmati saat berada di Semarang tanpa menimbulkan penyesalan.
Penulis: Paula Gianita Primasari
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Jalan Raya Madiun-Nganjuk, Jalur Tercepat Menuju Magetan dari Mojokerto yang Penuh Bahaya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.