Perdebatan baru di dunia kuliner Indonesia telah hadir. Setelah never-ending drama tentang bubur diaduk dan tidak, lalu disusul dengan soto dipisah atau dicampur, sekarang muncul kontroversi baru. Yang dijadikan bahan keributan kali ini adalah si tempe berbalut tepung nan lemah lembut yaitu tempe mendoan.
Bagi yang belum kenal dengan tempe mendoan, Wikipedia mendefinisikannya seperti ini,
“Mendoan adalah makanan sejenis gorengan yang berasal dari wilayah Karesidenan Banyumas, Jawa Tengah. Kata mendoan dianggap berasal dari bahasa Banyumas-an yaitu mendo yang berarti setengah matang atau lembek. Mendoan berarti memasak dengan minyak panas yang banyak dengan cepat sehingga masakan tidak matang benar. Bahan makanan yang paling sering dibuat Mendoan adalah tempe dan tahu.”
Terus apa yang diributkan? Ya tentu saja cara makannya.
Kembali netizen terpecah belah menjadi beberapa kubu. Yang pertama, orang-orang yang biasa makan tempe mendoan saat masih panas atau hangat. Yang kedua tentu saja kebalikannya yaitu golongan orang yang lebih suka memakannya saat sudah dingin.
Cuma itu? Tidak. Ada lagi yang bilang bahwa tempe mendoan bakalan jadi lebih nikmat bila dimakan dengan sambal kecap. Tapi grup sebelah meng-klaim bahwa pasangan yang pas untuk makan tempe mendoan adalah dengan cabai rawit saja.
Ada lagi barisan orang-orang yang menyatakan bahwa tempe mendoan adalah cemilan atau makanan ringan sehingga memang hanya untuk dimakan begitu saja, tapi ada juga yang ternyata lebih suka memakannya sebagai lauk bersama dengan nasi.
Wah, wah. Ternyata apa yang diperdebatkan tentang tempe mendoan ini lebih rumit ya daripada bubur ayam atau soto. Makanan yang sering kita temui sehari-hari ini nyatanya sanggup memecah belah kehidupan bangsa, hahaha. Mari kita coba bahas satu per satu.
Dari namanya, mendoan adalah singkatan dari ‘mendo-mendo dipangan’ yang kurang lebih artinya adalah dimakan saat masih setengah matang. Karena tempe mendoan dibuat dari tempe yang sangat tipis dibalut dengan tepung yang sudah diberi bumbu, maka saat digoreng setengah matang kondisinya akan terlihat dan terasa lembek. Kalau orang Jawa bilang sih klemar-klemer saking lemas dan lembutnya. Dilihat dari sini, tentu penampakannya saat masih panas atau hangat baru saja diangkat dari penggorengan masih lumayan daripada saat sudah dingin. Karena saat sudah dingin akan semakin lemas lah si mendoan ini.
Mungkin ada beberapa orang yang jadi kurang suka melihat gorengan yang lemas begitu, sehingga lebih memilih memakannya saat masih panas. Begitu juga kebalikannya, yang lebih suka memakannya saat dingin bisa saja merasa bahwa makan sesuatu di saat masih panas itu jadi kurang bisa dinikmati.
Lalu tentang pasangan yang pas untuk menikmati tempe mendoan. Ada yang bilang irisan cabai rawit yang diberi kecap manis adalah jodoh sejati si mendoan. Entah dimakan dalam keadaan panas atau dingin, pokoknya wajib hukumnya dicocol ke dalam sambal kecap. Hmmm, membayangkannya saja sudah bikin ngiler ya. Eh, tapi ada yang lebih setuju bila si tempe ini pasangannya haruslah cabai rawit utuh yang digigit langsung saat makan. Cabai rawit ranum berwarna hijau yang ginuk-ginuk itu memang bisa memancing selera.
Dua pilihan cara makan ini pastinya untuk mereka yang memang doyan rasa pedas, ya. Apa yang tidak suka pedas jadi tidak bisa menikmati? Ya tentu saja masih bisa, sambal kecap bisa menjadi pilihan karena mendoannya cukup dicocolkan di kecapnya saja tipis-tipis. Rasa manis dari kecap mungkin bisa meminimalisir rasa pedas dari cabai.
Kelar sampai di sini? Tidak.
Ada juga perkara dimakan dengan nasi atau tidak. Bagi yang menganggap tempe mendoan ini murni hanyalah jenis gorengan sebagai cemilan teman minum teh tentu memilih untuk memakannya begitu saja dengan sambal kecap atau cabai rawit hijau. Tapi bagi yang menganggap yang namanya tempe itu ya lauk, mungkin akan bisa lebih lengkap rasanya bila dimakan bersama nasi. Pilihan terakhir ini pastinya bikin lebih kenyang ya, cocok untuk kaum anak kos di akhir bulan. Dan ya tentu lebih komplet karena mempertemukan karbohidrat dan protein sekaligus.
Saya sendiri sudah lama tidak makan tempe Mendoan, di Jawa Timur susah mencarinya. Kalau mau ya bikin sendiri. Tapi saat beberapa tahun tinggal di Bogor, mendoan jadi teman setia saya hampir setiap hari. Saya menikmatinya dalam keadaan apapun. Dimakan hangat ya ayo, dingin juga tak apa. Pakai sambal kecap enak, cuma gigit cabai rawit juga saya nggak akan protes. Apa saya pernah makan tempe mendoan bersama nasi? Tentu saja pernahlah, saat lapar melanda tapi belum gajian maka tempe mendoan adalah jelmaan dewa penyelamat.
Semuanya tergantung selera masing-masing, tak perlu saling menyalahkan. Dan tak perlu juga membenarkan selera sendiri. Bagimu mendoanmu, bagiku mendoanku.
BACA JUGA Pengalaman Kuliner Sebagai Seorang Mahasiswa atau tulisan Dini N. Rizeki lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.