Kenapa sih di Indonesia, makanan yang harusnya tidak boleh dicampur keju, malah justru diberi keju? Kari, sambal, atau rica-rica, dicampur keju. Udah pada gila apa?
Entah ada obsesi apa orang Indonesia dengan yang namanya keju. Indomie rebus diberi parutan keju, bakso diisi keju, ayam geprek diberi topping keju, sampai bakwan sayur ada yang diberi keju.
Oke, inovasi memang penting dalam dunia kuliner. Beberapa makanan muncul karena inovasi atau karena melihat peluang. Mungkin saja keju adalah upaya pengusaha kuliner untuk menciptakan pasar baru. Dan itu ya sah-sah saja.
Masalahnya, rasa autentik dari sajian-sajian di atas, yang biasa diinovasi dengan ditambahi keju, jadi terganggu oleh keju yang notabene terbuat dari susu. Ketika makan bakso, saya ingin merasakan kuah kaldu dagingnya. Kalau makan ayam geprek. saya ingin rasa pedasnya cabai. Saat makan Indomie, saya ingin merasakan gurihnya MSG, tanpa diganggu oleh rasa susu.
Memang, ada beberapa makanan yang rasanya pas jika dicampur keju. Misalnya martabak, pisang bakar, roti coklat dan masih banyak lainnya. Walaupun menurut orang bule, makanan yang ada coklatnya tidak cocok jika dikombinasikan dengan produk turunan susu ini.
Cuman kenapa makanan yang sudah punya cita rasa yang khas harus ditambah bahan yang jelas nggak nyambung dengan rasa aslinya? Perjudian besar dalam hal usaha ya sebenarnya wajar-wajar saja. Tapi, apakah sepadan jika kudu melawan hal yang sudah sahih kedudukannya?
Selera orang memang berbeda, tapi…
Jawaban normatif dari obsesi menambahkan keju ke makanan itu bakal seperti ini: sebenarnya tidak ada jawaban pasti untuk pertanyaan-pertanyaan tersebut. Setiap orang memiliki selera dan preferensi yang berbeda-beda. Ada yang suka makanan manis, ada yang suka makanan pedas, ada yang suka makanan asam, dan ada juga yang suka makanan asin.
Sebab, tidak bisa dimungkiri juga, keju adalah bahan makanan yang populer. Ya hanya menunggu waktu jika ada yang cukup berani untuk mencampur ke makanan-makanan yang sudah established baik resep dan rasanya.
Tapi kalau kayak fenomena sekarang, yang apa-apa dicampur, ya lama-lama nggak masuk akal lah. Bayangkan bakso dikasih susu. Atau, mi ayam diberi daun teh. Kan ya nggak mashok.
Baik, memang itu jadi contoh yang ekstrem. Tapi kan sebenarnya mencampur keju ke makanan yang sudah established macam mi rebus sudah jadi contoh yang ekstrem.
Orang Asia nggak familiar sama keju
Ada satu hal lain yang perlu dipikir juga ketika mau menambahkan keju ke makanan: mayoritas orang Asia adalah lactose intolerant. Alias, mereka nggak bisa memproses makanan berasal dari dairy product, mudahnya, berbahan dasar susu.
Orang Asia berbeda dengan orang Eropa yang punya sejarah panjang dengan makanan berbahan dasar susu. Orang Eropa dan belahan bumi lainnya berevolusi dan bisa menerima laktosa. Asia, sebaliknya, nggak familiar sama makanan berlaktosa. Dan itu sebenarnya ya nggak anomali juga, wong pada dasarnya, mamalia itu nggak minum susu lagi ketika beranjak dewasa. Jangan lupa, manusia itu mamalia juga.
Jadi nggak usah kaget kalau kalian tiba-tiba mual atau kembung setelah minum/makan makanan berbahan dasar susu. Bisa jadi memang kalian lactose intolerant, dan itu bukanlah masalah yang besar.
Saya nggak mau melarang orang menambahkan keju ke makanan mereka. Bebas, selera nggak bisa didebat kan. Tapi, ya tolonglah jangan jadi obsesi berlebihan dan jadi merusak rasa yang ada. Kalau memang rasanya gagal, ya jangan ditaruh di pasar agar orang nggak kecewa sama pengalaman yang ada.
Penulis: Rully Novrianto
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Mi Goreng Keju Richeese, Sensasi Makan Mi Goreng yang Berbeda