Skena Mobile Legends Professional League (MPL) ID telah memasuki penghujung regular season. Sejarah baru pun tercipta di mana untuk pertama kalinya, Evos Legends gagal lolos ke fase playoff. Tidak akan ada laga el-clasico antara RRQ dan Evos Legends di play off. Semua kaget, heran, dan kecewa, mulai dari para fans, analis, hingga streamer.
Tapi begitulah, sejarah yang tercipta memang tidak selalu positif, kadang juga negatif. Dan saat ini Evos memang pantas untuk menelan sejarah pahit itu.
Kegagalan Evos Legends disebabkan oleh penurunan performa yang sangat signifikan. Pertengahan musim hingga akhir musim dilalui tanpa kemenangan satupun, dan rata-rata kekalahannya adalah dua nol. Tanpa poin kemenangan. Padahal, di awal musim, mereka tampak superior hingga menjadi juara paruh musim. “Pucuk dingin bosss”, kata Clover (player Evos) ketika diwawancarai. Tapi yah begitu, tidak ada yang bertahan lama dengan glorifikasi yang berlebihan.
Glorifikasi berlebihan
Seperti potret orang sombong yang tak selalu berujung baik, glorifikasi yang berlebihan juga sangat berdampak buruk bagi mental dan otak player. Setelah mengalahkan RRQ di pertemuan pertama dan didapuk sebagai juara paruh musim, Evos dipuji dan disanjung bahkan dianggap lebih hebat dari Evos era World (Wann, Oura, Rekt, Luminaire, dan Donkey).
Puja-puji yang berlebihan dari fans dan coach yang menyanjung player Evos saat ini lebih hebat dari Evos era World itu sudah kelewatan. Mungkin secara mikro dan mekanik, player Evos saat ini memang lebih baik, tapi dalam ekosistem kompetisi apa pun, aspek mental, daya pikir, dan pengalaman itu lebih penting. Membandingkan Evos saat ini dengan Evos era World itu suul adab dan kurang ajar.
Glorifikasi berlebihan buat mereka terlena secara mental, nggak peka dengan para pesaingnya yang berbenah diri. Contoh RRQ yang babak belur di seperempat musim lalu bangkit di paruh hingga akhir musim. Mereka nggak aware dengan itu.
Glorifikasi bikin seluruh ekosistem Evos, baik manajemen, pelatih, dan player kebanjiran dopamine sehingga jadi OON. Bom kekalahan pun dimulai ketika bersua dengan Aura Fire, dan berlanjut hingga akhir musim. Mirisss.
Coach yang kehabisan baterai
Zeys ini sudah kehabisan baterai. Tapi, sayangnya manajemen dan Zeys sendiri seperti bodo amat dengan itu. Relasi sebuah klub dengan satu pelatih secara jangka panjang itu nggak selalu baik, contoh Arsenal dengan Arsene Wenger-nya, di mana sebuah klub butuh pembaruan pola kepelatihan.
Dalam kasus Evos, manajemen terlalu ketergantungan dengan Zeys, hingga malas mencari pengganti pelatih baru. Padahal Zeys ini sudah habis, perlu dicas, perlu direset, perlu direparasi mentalnya.
Bukti Zeys perlu diganti ini bisa dilihat dari match penentu Jumat lalu ketika melawan Bigetron Alpa. Draft pemilihan heronya sangat mudah ditebak dan dari segi power semua kalah. Contoh saja, bagaimana Clover di area gold lane bisa menang, bila hero yang digunakan adalah Brody yang harus menghadapi Claude yang clear minionnya cepat dan bagus dalam tim fight? Brody punya serangan jarak jauh yang bagus, namun jelek dalam team fight. Kenapa tidak pilih hero lain?
Bukti lain Zeys ini usang adalah menurunkan seorang offlaner kelas dunia dan berpengalaman macam Dlar ke level MDL. Apa maksudnya? Biar belajar? Lucu sekali. Menyuruh belajar offlaner kelas dunia dengan para bocil? Logika aneh..
Sebaliknya justru yang perlu diturunkan adalah Clover yang secara pool heronya sangat terbatas, dia bisa diganti dengan Branz yang menggila di MDL dan punya pengalaman di MPL. Hero poolnya juga sangat luas. Jadi sudah jelas, Zeys sudah habis. Dari potret ini, harusnya Evos belajar dari RRQ yang membiarkan James pergi meski pada saat itu berhasil membawa RRQ juara MPL.
Kehilangan wise man di dalam tim
Setelah Rekt dan Luminaire resmi pergi dari Evos, tugas mendinginkan suasana ruang ganti dan ketika bertanding ada di diri Clover. Persoalannya, Clover ini hanya bisa jadi “nice man”, bukan “wise man”. Dia hanya player baik-baik saja, dan itu nggak cukup untuk mengangkat mental tim ketika sedang jatuh.
Kita lihat di tim lain, RRQ ada Vyn dan R7, Alter Ego ada Udil, Onic ada Butss, Bigetron ada kyy dan Markyyyy (mantan Onic PH), di Aura ada Facehugger, dan tim-tim MPL lainnya minimal menempatkan satu player “wise” di dalam tim. Sementara Evos ompong tanpa player bertipe wise macam Rekt atau Luminaire.
Evos Legends, saat ini hanya jadi macan ompong yang pesakitan, kegagalan menuju play off jadi ajang untuk berbenah, terutama dari segi pelatih dan mental.
Penulis: Muhamad Iqbal Haqiqi
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA 30 Istilah Mobile Legends yang Harus Kamu Ketahui