Bukan rahasia lagi kalau Uniqlo kerap dijadikan tempat rujukan banyak orang untuk belanja kebutuhan fesyen, terutama baju. Selain karena memiliki reputasi mumpuni hingga sukses menembus pasar internasional serta dinobatkan menjadi salah satu pemain ritel terbesar di kelasnya, outlet resmi Uniqlo sekarang ini cukup mudah ditemukan di berbagai pusat perbelanjaan di sejumlah kota besar. Bahkan, label yang bernaung di bawah pimpinan Tadashi Yanai juga memfasilitasi pelanggan loyalnya yang nggak bisa berbelanja di toko fisik mereka dengan menciptakan aplikasi belanja online khusus brand mereka sehingga terjamin keasliannya.
Tentunya kesuksesan menjaring pasar ini didukung pula oleh kualitas produk yang tak ragu diadu dengan produk keluaran para perusahaan kompetitornya. Meski cakupan konsumen merek kenamaan asal Jepang ini terhitung sangat luas, nyatanya ada beberapa tipe orang yang kayaknya kurang sesuai belanja baju di Uniqlo. Misalnya saja orang-orang yang masuk klasifikasi berikut ini.
#1 Kaum mendang-mending
Golongan manusia yang satu ini memang menjadi salah satu yang paling menyebalkan di lingkaran pertemanan. Apalagi kalau orang-orang dengan tipe seperti ini dijadikan partner shopping. Ditambah lagi, belanja bajunya ke Uniqlo. Duh, mending cari temen lain, deh! Pasalnya, mereka yang tergolong kaum mendang-mending memang bukan orang yang cocok membeli keperluan fesyen di Uniqlo, kok.
Kok bisa? Seperti yang sudah banyak orang pahami, Uniqlo konsisten mengusung konsep minimalis. Artinya, baju yang diproduksi oleh brand berlogo warna merah-putih tersebut memang nggak neko-neko alias basic. Malahan kebanyakan bajunya polosan saja tanpa aplikasi atau modifikasi seperti penambahan patch atau bordir. T-shirt keluaran label raksasa ini pun mayoritas memiliki warna monokrom. Kalaupun nggak polosan, paling-paling cuma ketambahan printing tokoh kartun yang diajak berkolaborasi seperti karakter Disney.
Coba bayangkan jika penganut aliran mendang-mending ini nekat belanja baju di Uniqlo. Dijamin, mulut mereka nggak akan berhenti komentar. Cenderung sinis mungkin.
Lihat kaos polosan dengan harga nyaris 200 ribu, bisa jadi mereka langsung membandingkannya dengan t-shirt polos yang dijual dengan harga 100 ribu dapat 3 di marketplace atau kios pinggir jalan. “Sama-sama kaos polos,” begitu argumen yang umumnya dilontarkan.
Ngajak debat dengan opini beda mutu pun bakalan percuma karena kaum mendang-mending seperti ini hanya akan membandingkan apa yang terlihat secara kasat mata. Harga, contohnya.
#2 Pencinta aksesori fesyen
Suka menyematkan aksesori biar OOTD makin kece badai? Lebih baik batalkan niat belanja di Uniqlo, Gaes. Bukan apa-apa, tapi kalau tujuannya mau berburu printilan fesyen yang menggemaskan dan imut semacam straw hat, scrunchie, atau model sepatu yang lagi hits, kayaknya para penyuka aksesori ini hanya akan membuang-buang waktu dan tenaga saja.
Meskipun Uniqlo bisa dibilang sebagai salah satu pentolan fast fashion dan outletnya kerap berdampingan dengan brand besar yang nggak kalah tersohor, lini produk Uniqlo menonjolkan karakter yang sangat berbeda. Bila kebanyakan merek fast fashion lainnya getol memajang serta menjual aksesori yang cocok dengan produk pakaian mereka guna meningkatkan penjualan, Uniqlo justru cenderung pelit menciptakan varian aksesori.
Benar bahwa beberapa barang bukan baju tetap bisa ditemukan di outlet Uniqlo, misalnya saja tas dan kaos kaki. Akan tetapi, model yang ditawarkan pun terbatas dengan potongan serta warna yang basic pula. Topi maupun syal yang dijual pun boleh dibilang lebih mengedepankan aspek fungsional seperti untuk menghangatkan tubuh ketimbang sekadar pelengkap penampilan. Oleh sebab itu, apabila keinginan awal kalian adalah memborong kacamata unik ataupun headband lucu, mending nggak usah mampir di Uniqlo.
#3 Si paling trendi
Pengikut tren garis keras juga sebaiknya mengurungkan hasrat belanja baju di Uniqlo. Jadi gini, meski masih belum jelas benar Uniqlo ini diklasifikasikan mutlak sebagai fast fashion atau sustainable fashion, faktanya, konsep rancangan pakaian mereka mengarah pada idealisme sustainable fashion di mana desainnya bisa dipakai sepanjang waktu tanpa tergerus arus tren. Padahal penggemar fesyen yang sadar mode lazimnya akan langsung gerak cepat begitu ada model baju terbaru yang tengah naik daun.
Nah, kalau sudah begini, jelas saja nggak sejalan dengan konsep rancangan pakaian yang dibawakan oleh Uniqlo. Di gerai resminya, konsumen akan sulit menemukan item fesyen yang ngehits sesaat seperti harem pants, stocking jaring-jaring, maupun celana jeans sobek-sobek kayak habis dicakar macan. Intinya, jangan harap bisa belanja baju yang sifatnya nggak long lasting di Uniqlo.
#4 Pembeli yang hobi dilayani
Beda konsumen, beda pula preferensi pelayanan yang dimau ketika berbelanja di sebuah toko. Sebagian orang mungkin lebih nyaman memilih barang yang dicari tanpa harus diikuti oleh pramuniaga. Di sisi lain, nggak jarang pula pembeli yang lebih suka diiringi asisten toko sewaktu mencari baju. Nggak usah heran, konsumen semacam ini umumnya merasa cara melayani pelanggan yang demikian cukup membantu mereka menghemat waktu dan tenaga.
Nah, apabila kalian termasuk tipe yang kedua, belanja baju di Uniqlo tampaknya bukan pilihan yang tepat. Bukan maksudnya para asisten toko di Uniqlo itu jutek atau males menolong, ya. Sebaliknya, mereka sangat ramah, gemar menyapa, dan bersemangat. Akan tetapi, standar pelayanan mereka bukanlah tipe yang terus mengekor konsumen sampai menemukan baju yang tepat. Mereka akan membiarkan konsumen wira-wiri di gerai dengan alasan privasi dan hanya akan mengulurkan tangan bila diminta. Kesimpulannya, kalau kalian tipe pembeli yang senang ditungguin pramuniaga, artinya kalian nggak cocok belanja di Uniqlo.
#5 Si paling cermat dan perhitungan
Sekilas, tipe yang terakhir ini hampir sama dengan kaum mendang-mending. Bedanya, orang dengan sifat cermat dan perhitungan nggak akan rese membandingkan baju buatan Uniqlo dengan pakaian lain yang bahkan nggak bermerek hanya karena persamaan model serta warna. Namun, orang yang begini juga kurang cocok belanja baju di Uniqlo.
Sudah tahu kan kalau Uniqlo itu menerapkan strategi harga psikologis dalam menawarkan produk mereka? Umumnya, tag harga yang dipasang mempunyai angka yang tanggung seperti 199 ribu. Strategi pricing tersebut memang kuno, tetapi masih relevan digunakan hingga sekarang. Lumrahnya, orang akan menganggap harga 199 ribu tersebut masih dalam kisaran harga seratus ribuan karena kecenderungan masyarakat Indonesia yang membaca dari kiri ke kanan.
Namun, taktik semacam ini nggak akan berpengaruh bagi konsumen yang digolongkan sebagai tipe cermat dan perhitungan. Pasalnya, saking cermatnya, mereka bersikeras menganggap harga 199 ribu sebagai 200 ribu. Secara psikologis, anggapan harga yang dibulatkan ke atas, walau hanya selisih seribu rupiah, akan diterima otak menjadi harga yang lebih mahal. Persepsi harga mahal akan mendorong pemikiran bahwa barang tersebut nggak sebanding dengan value yang akan didapatkan. Ujung-ujungnya, pembeli dengan sifat seperti ini akan keluar outlet dengan tangan kosong.
Sudah jelas kan kenapa orang-orang di atas kurang cocok belanja baju di Uniqlo? Hayo, apakah kalian termasuk golongan orang-orang di atas?
Penulis: Paula Gianita Primasari
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Belanja Baju di Uniqlo Memang Cocok bagi Orang Berkepribadian Introvert.