Sedih banget kalau ketemu penumpang yang kayak gini di bus TransJakarta.
Tinggal di Jakarta itu nggak asyik kalau belum pernah menjajal kendaraan umumnya. Kendaraan umum yang beberapa tahun lalu masih lalu-lalang di jalanan Jakarta dengan kondisi memprihatinkan, sekarang sudah jadi bagus dan nyaman. Tentunya dengan tarif yang terjangkau untuk semua kalangan. Kalau ada yang bilang, “Gue sih penginnya naik kendaraan umum, tapi kalau udah bagus,” itu berarti dia nggak pernah move on dari kendaraan pribadinya, sehingga nggak tahu kondisi terkini kendaraan umum di Jakarta.
Sebagai warga Jakarta, saya lebih suka naik kendaraan umum ke tempat kerja. Kebetulan rumah saya di Pejaten, Jakarta Selatan, dekat dengan halte bus TransJakarta. Sebenarnya saya bisa naik KRL dari Stasiun Pasar Minggu dan turun di Stasiun Gondangdia, setelah itu tinggal menyeberang untuk sampai ke kantor. Tapi, saya lebih suka suasana naik bus TransJakarta.
Sejauh ini, pengalaman saya naik bus TransJakarta nggak ada yang buruk. Tapi, dasar namanya manusia dengan berbagai macam karakternya, ada saja kelakuan menyebalkan penumpang yang bikin penumpang lain keki. Mungkin lima tipe penumpang berikut memang sebaiknya nggak usah naik bus TransJakarta.
#1 Penumpang yang nggak mau pindahin ranselnya ke depan dada
Seperti kendaraan umum lainnya di jam-jam berangkat dan pulang kerja, TransJakarta hampir selalu penuh. Beruntung kalau pas rush hour kita dapat tempat duduk di dalam bus. Tapi untuk para penumpang yang berdiri, harus punya kepekaan sosial supaya nggak mengganggu penumpang lainnya. Salah satunya dengan cara memindahkan ransel dari belakang punggung ke depan dada.
Kenapa ransel harus dipindahin ke depan kalau bus lagi penuh? Ya simpel saja, biar penumpang yang berdiri di belakang kita nggak kesempitan kena tas kita. Dan biar aman juga, sih. Siapa tahu lagi sial, terus ada yang tiba-tiba “menggerayangi” tas kita. Kalau tasnya ditaruh di depan dada kan bisa kita awasi.
#2 Penumpang yang nggak mau isi ruang di selasar
Berdasarkan pengamatan saya selama ini, penumpang TransJakarta itu cenderung menyemut dekat pintu tengah dan pintu belakang, nggak ada yang mau pindah ke selasar (ruang panjang dekat deretan bangku tengah). Oke lah kalau busnya lagi sepi nggak masalah, lha, kalau busnya lagi penuh?
Kenapa penumpang tipe kedua ini saya bilang sebaiknya nggak usah naik bus TransJakarta? Ya soalnya mereka bakal nyusahin penumpang yang baru naik. Gimana penumpang bisa masuk ke dalam bus dengan mudah dan aman kalau di pintu masuknya sudah berkerumun orang banyak.
#3 Penumpang yang nggak peduli ada orang lain yang butuh duduk
Penumpang tipe ketiga ini paling kurang ajar, sih. Saya pernah melihat ada seorang penyandang disabilitas yang naik bus, tapi orang yang duduk dekat pintu nggak berdiri untuk memberi bangkunya. Haduh, padahal kan sudah jelas ada aturan tak tertulis untuk mendahulukan penumpang prioritas. Bahkan di tiap bus juga sudah ada, lho, bangku prioritas untuk penyandang disabilitas, ibu hamil, dan lansia di dekat pintu bus. Tapi, untungnya penumpang yang tipe begini sudah mulai jarang, sih.
#4 Penumpang yang jelalatan
Salah satu keuntungan era media sosial adalah banyak orang jadi fokus pada gawainya masing-masing, sehingga di kendaraan umum nggak iseng ngelihatin orang lain. Coba kalau ada penumpang yang dengan nyamannya menatap penumpang lain berlama-lama, wah, bakal risih dan mengira dia punya maksud tertentu. Oleh karena itu, usahakan kalau di TransJakarta, mata kita selalu melihat ke depan (melihat pemandangan) atau ke bawah (melihat gawai).
#5 Penumpang yang nggak sabar masuk ke dalam halte
Di jam-jam sibuk, penumpang yang turun di beberapa halte TransJakarta biasanya antre untuk keluar dari halte. Yang masuk biasanya nggak seramai yang keluar. Tapi, kalau ada penumpang yang mau masuk ke dalam, petugas biasanya akan membatasi sampai yang mau masuk itu dapat giliran. Namun, saya pernah mengalami pengalaman agak menyebalkan saat sedang antre keluar halte Bank Indonesia. Di sana sudah ada 2 orang penumpang yang masuk ke dalam halte, namun tiba-tiba ada orang ketiga lari dan nyelonong masuk ke dalam padahal posisinya masih agak jauh.
Sejujurnya, saya nggak keberatan mempersilakan penumpang lain masuk duluan, tapi kalau nyelonong gitu ya rasanya nyebelin banget. Mungkin orang itu sedang buru-buru, tapi kan bisa permisi dulu kalau memang lagi buru-buru. Kalau asal nyelonong masuk gitu kan terkesan nggak mau “haknya” didahului orang lain.
Kira-kira itulah lima tipe penumpang yang sebaiknya nggak usah naik TransJakarta. Semoga di antara kita nggak ada yang punya kriteria seperti yang saya sebutkan di atas, ya. Yuk, jadi penumpang santun biar hidup lebih rukun!
Penulis: Bayu Putra
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Jangan Naik TransJakarta jika Terburu-buru.