Jadi sarjana ekonomi syariah enak bukan? Bukaaan!
Jadi sarjana adalah keharusan di masa kini. Klaim tersebut muncul dari banyaknya lowongan pekerjaan yang memberi syarat untuk pelamar haruslah sarjana. Kita bisa saja mendebatnya sampai berbusa, bahwa gelar tak menjamin kemampuan, tapi toh kenyataannya seperti itu.
Ngomong-ngomong mengenai sarjana, saya adalah seorang sarjana ekonomi syariah dari salah satu Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) di wilayah provinsi Jawa Tengah. Bagi saya yang merupakan lulusan dari jurusan ekonomi syariah, jurusan tersebut nggak sebegitu kerennya kok. Tidak seperti yang diagung-agungkan dosen maupun senior kampus. Terlebih ketika saya telah menjadi seorang sarjana, saya mendapati berbagai hal kejadian nggak mengenakan terkait sebagai lulusan dari jurusan ekonomi syariah. Apa saja hal nggak enak itu ?
#1 Kerap tidak lolos seleksi administrasi CPNS
Lulusan ekonomi syariah kerap nggak lolos seleksi administrasi penerimaan CPNS. Seringnya, hal ini disebabkan karena lulusan ekonomi syariah mendaftar formasi jurusan ekonomi. Berdasarkan keterangan panitia seleksi, katanya ijazah pelamar tidak sesuai dengan instansi yang dilamar.
Padahal sebenarnya, ekonomi syariat bisa saja mendaftar instansi ekonomi. Ha wong tetap mempelajari hal yang kurang lebih sama. Untung saja ada masa sanggah, jadi, banyak yang bisa lolos meski harus pake ribet.
#2 Dianggap hanya bisa bekerja di industri keuangan syariah
Dalam wawancara kerja yang pernah saya ikuti, saya pernah dibilang harusnya bekerja di bank syariah, sesuai dengan jurusan saya. Ini masih berhubungan dengan poin nomor satu, bahwa lulusan ekonomi syariah dianggap berbeda dengan ekonomi.
Ya bedanya ada, tapi kan jurusan saya juga mempelajari mata kuliah ekonomi umum. Kan dasarnya tetap ekonomi. Ketidaktahuan ini kerap jadi penghalang.
#3 Lowongan kerja industri keuangan syariah terbuka untuk semua jurusan
Coba perhatikan lowongan kerja di industri keuangan syariah, seperti marketing dan teller. Biasanya, lowongan tersebut dibuka untuk semua jurusan. Lha, ini yang aneh. Kalau memang mahasiswa dipersiapkan untuk jadi tenaga kerja sesuai bidangnya, lha ngapain dibuka untuk semua jurusan?
Bukan saya nggak mau bersaing. Lagian, toh, seharusnya, jurusan yang terkait punya kans yang lebih besar untuk diterima. Cuman, rasanya aneh saja kalau semua jurusan diterima untuk hal yang seharusnya dipelajari secara spesifik.
#4 Dianggap tahu fatwa halal dan haram
Kerap kali saya ditanyai oleh teman-teman dekat saya yang kuliah non-PTAIN tentang hukum suatu transaksi, misalnya kripto dan NFT yang sedang hype akhir-akhir ini. Jujur saja, selalu saya jawab dengan cara melampirkan hasil fatwa DSN-MUI, Majelis Tarjih Muhammadiyah, dan Bahtsul Masail NU. Lha wong, memang ranah keilmuan saya itu praktis, bukan menentukan hukum dari suatu transaksi atau kejadian unik berkaitan dengan perkembangan zaman. Beda urusan, Brooo.
#5 Kerap diajak debat tentang perbankan syariah
Ini sih yang menurut saya paling nggak enak. Saya kerap diajak debat oleh orang yang bingung sama perbankan syariah. Contohnya, bapak saya yang kerap mempertanyakan kenapa bunga bank syariah malah lebih tinggi ketimbang bank konvensional. Seringnya, saya membela sistem keuangan syariah. Tapi, belakangan, saya memilih untuk menghindari perdebatan. Seringnya saya iyain. Ya debat terus buat apa coba, mending turu awan ra risiko.
Itulah beberapa hal nggak enaknya saya jadi lulusan ekonomi syariah. Kalau kalian kuliah atau lulusan jurusan yang sama, mbok bantu saya di kolom komentar. Berbagi kepedihan, gitu. Biar saya makin kuat menghadapi semuanya. Ceileh.
Penulis: Ahmad Arief Widodo
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGAÂ Bikin Skripsi Sampai Ratusan Halaman Itu buat Apa, sih?