Ada yang bilang, Kak Ros nggak punya teman itu karena ia introvert. Padahal, bisa jadi, ia tak punya teman karena nggak punya waktu untuk bersenang-senang dengan temannya.
Beberapa tahun belakangan, ilmu tentang personal finance digandrungi oleh kaum milenial. Hampir secara serentak, influencer yang berkecimpung di dunia finansial mulai membagikan ilmu dan pengalaman yang pernah mereka geluti sebelumnya. Hal yang bagus, memang. Di mana dunia investasi beserta berbagai terminologinya mulai dikenal oleh awam, bahkan oleh mereka yang tidak mengenyam pendidikan tentang keuangan. Di samping itu, asuransi yang dulunya dipandang sebagai sesuatu yang berkonotasi negatif, perlahan mulai dipahami masyarakat sebagai instrumen proteksi.
Akan tetapi, berbagai hingar bingar investasi dan kawan-kawannya itu mulai tidak relevan sejak pandemi Covid-19 meruntuhkan berbagai sektor ekonomi. Kontra opini mengenai berbagai teori keuangan mulai banyak bersliweran di lini masa media sosial. Maklum, pemutusan kerja massal banyak dilakukan oleh korporasi lantaran tidak kuat lagi menanggung beban perusahaan. Jangankan bicara investasi atau dana darurat, untuk makan esok hari saja sudah bersyukur. Kira-kira begitulah cibiran netizen di pihak yang kontra.
Belum lagi, status sebagai seorang sandwich generation juga menjadi faktor utama seseorang tidak dapat menabung dari hasil kerjanya. Seperti yang diketahui, sandwich generation berada dalam posisi terjepit. Pasalnya, ia harus membiayai dua generasi sekaligus, orang tua dan anak. Ketika roda ekonomi berputar normal saja, para sandwich generation ini masih kesulitan untuk menyisihkan pendapatan. Apalagi ketika resesi menyerang negeri ini.
Walaupun memaklumi semua perdebatan di atas, tak lantas kita menjadi lupa bersyukur dengan apa yang sudah dimiliki saat ini. Hidup tak pernah mudah dan setiap individu pasti memiliki medan perangnya masing-masing. Mengeluh di media sosial memang bukan hal yang tabu tetapi juga tak lalu menyelesaikan masalah. Akan lebih baik bila usai berkeluh kesah, kita mencari motivasi lagi. Misalnya saja, dengan menonton serial Upin & Ipin yang mana terdapat tokoh tangguh di dalam kisah tersebut.
Kak Ros, anak perempuan sulung yang merupakan kakak dari si kembar Upin dan Ipin ini ternyata layak dijadikan teladan. Khususnya, bagi mereka yang merasa paling merana sebagai seorang sandwich generation.
#1 Berperan sabagai orang tua tunggal di usia belia
Kehilangan kedua orang tua di saat masih muda merupakan pukulan telak. Itulah yang terjadi pada diri Kak Ros yang terlahir sebagai anak pertama, di mana kedua adik kembarnya masih sangat kecil. Menjadi single parent saat masih remaja tentu saja merupakan fase kehidupan yang berat.
Ketika banyak anak muda seusianya sedang bersenang-senang dengan berbagai hal yang sedang hits seperti mengunjungi mal, menonton film di bioskop, atau sekadar ngopi-ngopi cantik, Kak Ros dipaksa menjadi dewasa sebelum waktunya. Bahkan, ia memiliki tiga peran sekaligus dalam dirinya: sebagai kakak, ayah, serta ibu.
Menjadi orang tua itu tidak ada sekolahnya. Apalagi bagi Kak Ros yang harus mandiri dan hanya berbekal nekat untuk mendidik kedua adik tersayangnya. Kalau mau dibandingkan sesama tokoh fiktif anak sulung perempuan yatim piatu lainnya, Princess Elsa dalam film Frozen jauh lebih beruntung.
Bagaimana tidak? Ia memiliki privilese sebagai pewaris takhta kerajaan yang pastinya mampu mempekerjakan banyak dayang untuk mengurus segala keperluanya. Kak Ros? Sebagai jelata, ia harus melakukan semuanya sendirian.
#2 Mengerjakan 90% pekerjaan domestik
Sebagai satu-satunya orang dewasa dalam rumah yang masih memiliki fisik kuat, Kak Ros mengerjakan hampir seluruh porsi pekerjaan domestik di rumah. Mulai dari memasak, membersihkan rumah, mengurus kebun, hingga memeriksa tugas sekolah Upin dan Ipin, semuanya dilakukan oleh Kak Ros.
Sementara itu, Opah hanya sesekali saja terlihat mengurus rumah seperti memasak dan merawat kebun sayur mereka. Seringnya, Opah hanya duduk di depan televisi dan menonton acara kesayangannya.
Menjadi ibu rumah tangga tampaknya sepele, tetapi sebenarnya rawan terkena stres karena beban pekerjaan selalu ada, tapi minim apresiasi. IRT yang berusia cukup matang saja sering kali jenuh menghadapi rutinitas pekerjaan domestik yang selalu tidak ada habisnya.
Jadi, mohon dimaklumi saja jika kelihatannya Kak Ros hobi marah-marah menghadapi keisengan dan kenakalan adik-adiknya. Di samping ia harus bertanggung jawab atas urusan rumah, Kak Ros masih harus belajar demi tidak tinggal kelas. Manajemen waktu Kak Ros ini sungguh patut diacungi jempol!
#3 Mengurus orang lanjut usia sekaligus anak kecil
Bukan rahasia lagi kalau gaji baby sitter dan suster yang merawat lansia itu luar biasa mahal. Bayangkan saja, Kak Ros bisa menanggung dua profesi itu dalam sekali waktu. Mengurus anak bukan hal yang mudah. Seorang ibu yang mempunyai seorang anak kandung saja tak jarang merasa dibuat pusing dengan tetek bengek merawat anak kecil, sampai-sampai ada istilah terrible two, threenager, dan sebagainya. Bagaimana pula seorang kakak yang dalam waktu singkat diwajibkan memiliki kemampuan mendidik anak kecil, kembar pula. Pastinya akan menjadi double trouble.
Belum lagi, Kak Ros kudu menyiapkan mental sekuat baja sebab ia masih harus merawat neneknya yang sudah lanjut usia. Seperti yang kita tahu, mengurus orang tua itu tak lebih mudah daripada mengurus anak. Banyak yang bilang, ketika seseorang mendekati usia senja, maka pemikirannya akan kembali seperti anak-anak. Oleh sebab itu, mereka yang lebih muda diharapkan bisa lebih lapang dada dan memaklumi tingkah laku yang kadang dirasa mengesalkan. Nah, sudah bisa dibayangkan, bukan, bagaimana tangguhnya Kak Ros?
#4 Menjadi tulang punggung keluarga
Di masa mudanya, Kak Ros sudah dituntut bertanggung jawab sendiri atas hidupnya serta adik-adik dan neneknya. Mungkin, masih ada warisan dan uang pensiunan yang ditinggalkan almarhum dan almarhumah kedua orang tuanya. Tapi, seberapa lama, sih, warisan dapat bertahan untuk menghidupi keempat orang? Opah mungkin saja juga memiliki harta kekayaan, tapi mereka bukan keluarga yang berlebihan sebagaimana keluarga Ehsan. Ya, anak lelaki berkacamata itu selalu dihujani dengan mainan terbaru dan fasilitas terbaik.
Kak Ros sadar, sebagai yatim piatu, ia tak bisa terus mengandalkan harta tinggalan. Maka dari itu, gadis SMA tersebut memutar otak untuk mencari uang tambahan. Mulai dari membuat nasi lemak untuk dititipkan di warung sampai menggambar komik, ia lakukan. Keterbatasan membuat Kak Ros menjadi sosok yang kreatif dalam mencari penghasilan. Di sisi lain, ia harus mengorbankan masa-masa pergaulan yang biasa dilakukan teman-temannya.
Oleh karena itu, dalam cerita Upin dan Ipin, Kak Ros tidak tampak memiliki teman segenk ala-ala Cinta dalam film Indonesia populer, Ada Apa dengan Cinta. Lucunya, Kak Ros mendapat sahabat pena dari luar negeri yang setidaknya bisa menjadi tempatnya berbagi dalam sepi.
Mobile Legends NFT? Hmmm, sepertinya menarik.
Penulis: Paula Gianita Primasari
Editor: Audian Laili
BACA JUGA 4 Alasan Ini Buktikan kalau Kak Ros di Serial Upin dan Ipin Adalah Seorang Introvert