Memotong rambut panjang pada zaman Dinasti Joseon dianggap dosa, lho.
Sudah lima pekan drama Korea The King’s Affection menghiasi hari Senin dan Selasa malam. Drama yang bisa disaksikan di channel KBS di Korea Selatan dan tersedia pula di Netflix ini menjadi drama kedua dari segerombolan drama kolosal yang bakal bikin para penonton kenyang di akhir tahun.
Memasuki episode ke-8, konflik cerita The King’s Affection semakin memuncak. Kisah seorang putra mahkota yang memalsukan identitas dan dua lelaki di sekelilingnya yang saling memperebutkan atensi blio ini cukup ramai diperbincangkan di Twitter. Meski ada risiko gumoh dengan drakor sageuk yang sebentar lagi akan disusul oleh Royal Inspector and Joy dan Red Sleeve, dengungan The King’s Affection di Twitter tak pernah padam. Mungkin karena saya juga ikut bergabung sebagai buzzer-nya, xixixi.
Dalam drama sageuk seperti ini, saya acap kali menemukan adegan-adegan yang bikin kening berkerut. Detail-detail kecil yang terjadi di masa monarki Semenanjung Korea bikin saya selalu kepo dan lekas mencari di internet. Tontonan yang sedang berlangsung akan saya pause karena saya harus segera melegakan rasa penasaran saya ini. Kadang kala saya juga berbagi temuan saya di Twitter pribadi.
Misalnya saja ketika saya sedang khidmat menonton film Forbidden Dream, saya merasa penasaran dengan putra tertua Raja Sejong yang ke mana-mana selalu ngintilin bapaknya. Setelah saya cari tau, ternyata blio adalah Raja Munjong, suksesor Raja Sejong yang sebenarnya sakit-sakitan. Baru menjabat beberapa tahun, eh tahtanya malah direbut sama adiknya sendiri yang kemudian bergelar Raja Sejo. Btw, Sejo ini adalah salah satu tokoh antagonis dalam novel The Secret of The Red Sky. Nah loh, satu film malah nyambung sama drakor lain, kan?
Kebiasaan saya ini juga terjadi ketika saya sedang menonton The King’s Affection episode 7-8 sambil melipat pakaian-pakaian yang sudah saya cuci dan jemur sampai kering di pagi hari. Pada episode tersebut, Lee Hwi, sang putra mahkota palsu, menjadi perwakilan istana untuk menyambut beberapa utusan dari Kerajaan Ming. Semuanya berjalan biasa saja sampai akhirnya Kepala Sida Kerajaan Ming bikin ribut di istana.
Kepala Sida yang dulunya berasal dari kalangan budak ini merasa tersinggung kala dia menyangka bahwa Dayang Kim, pelayan setia Lee Hwi, membicarakannya di belakang. Padahal pada saat itu, Dayang Kim hanya mewanti-wanti Lee Hwi agar nggak terlalu emosi menghadapi Kepala Sida melalui tatapan mata dan gelengan kepala. Kepala Sida merasa dirinya direndahkan oleh tindakan Dayang Kim. Ya Allah, udah suuzan, ngamuk pula.
Lee Hwi membela dengan berbohong bahwa blio sedang memerintahkan Dayang Kim untuk mengambil makanan lagi. Lee Hwi, Dayang Kim, dan Kasim Bok Dong lantas pergi meninggalkan Kepala Sida. Kepala Sida yang memang kurang ajar dan sok berkuasa ini lantas menarik rambut Dayang Kim dan memotongnya menggunakan pedang.
Dayang Kim langsung jatuh terduduk dan amat terkejut menyaksikan rambut panjangnya yang digelung dan dikepang itu tanggal. Orang-orang yang menyaksikan kejadian itu terperanjat, sementara Lee Hwi bener-bener terbakar emosi. Selanjutnya wajah Kepala Sida bonyok karena dipukuli oleh Lee Hwi.
Sebuah adegan serupa juga pernah terjadi di drakor sageuk Tale of Nokdu yang tayang tahun 2019. Ada seorang gisaeng pemula yang diancam akan dipotong rambutnya menggunakan pedang oleh seorang lelaki nggak tau diri. Dong Ju, kawan dari gisaeng tersebut mencoba menyelamatkannya dengan memotong rambutnya sendiri. Dong Ju lantas didamprat oleh kepala gisaeng karena bisa-bisanya ia memotong rambutnya.
Saya penasaran banget kenapa orang-orang Joseon pada masa itu marah, merana, dan bersusah hati ketika rambutnya terpotong. Ini mungkin terjadi pada orang-orang yang amat menyayangi rambutnya, terutama bila rambutnya sehat dan lebat. Tapi kok bisa seluruh warga Joseon kayak gitu, tanpa terkecuali. Padahal tentunya ada orang di Joseon yang rambutnya biasa saja atau malah cenderung tipis dan mudah rontok.
Saya mencoba mencari tau alasannya. Seorang user dengan nama seol7271 di HiNative menjelaskan bahwa pada era Dinasti Joseon, ideologi yang dijadikan pedoman adalah ajaran Konfusianisme. Prinsip Konfusianisme ini beragam, seperti kesetiaan kepada pemimpin negara, kepercayaan antarteman, dan kehormatan pada orang tua. Untuk yang terakhir ini disebut sebagai “Hyo” pada masa itu.
“Hyo” diawali dengan amanat untuk nggak merusak maupun melukai tubuh karena itu adalah pemberian orang tua dan diakhiri dengan anjuran untuk merawat diri sendiri. Itulah alasan utama larangan pemotongan rambut pada orang Korea, baik pada perempuan maupun laki-laki. Rambut menjadi salah satu media untuk menghormati orang tua dan leluhur yang telah memberikan kehidupan kepada mereka.
Saya pun bertanya-tanya, Konfusianisme ini kan ratusan tahun menjadi pegangan hidup warga Joseon, tapi kok bisa ya zaman sekarang orang-orang Korea bisa dengan mudah gonta-ganti gaya dan warna rambut?
Yoon Min Sik dalam media The Korea Herald menyebutkan bahwa di akhir abad ke-19, Korea mulai mengalami modernisasi. Para laki-laki pun diminta untuk memotong rambut mereka oleh pemerintah pada masa itu. Salon kecantikan juga mulai banyak berdiri, seperti Gyeongsong Miyongwon di tahun 1920 dan Hwasin Miyongwon yang dibuka oleh Oh Yeop Ju di 1933.
Tapi, jangan dikira pembiasaan ini berlangsung dengan mulus. Sampai tahun 1990-an, masih ada kepercayaan bahwa masyarakat Korea masih merasa tabu untuk memotong rambut mereka. Barulah ketika seleb Korea, seperti Jang Dong Gun dan Jung Woo Sung mempopulerkan gaya-gaya rambut keren, sedikit demi sedikit pantangan itu menghilang. Salon kecantikan di Korea Selatan pun sempat menjamur, gaya rambut pria dan wanita di daratan tersebut juga makin bermacam-macam. Orang Joseon zaman dulu mungkin nggak pernah menyangka bahwa akan ada laki-laki berambut pelangi seperti Sehun EXO maupun perempuan yang kerap tampil berambut pendek seperti Jeongyeon Twice.
Sumber Gambar: Pixabay