Bagi warga Kota Solo tentu sudah tak asing dengan Jalan Jenderal Sudirman. Jalan ini menjadi salah satu jalan arteri di kota ini dan jalan ini nggak kalah ramai dengan Jalan Slamet Riyadi tentunya. Ya gimana nggak ramai, di jalan ini berdiri balai kota yang menjadi tempat kerja wali kota Solo.
Bergeser sedikit dari balai kota ke selatan ada kantor cabang Bank Indonesia dan kantor cabang Pos Indonesia. Di sisi timur ada kantor cabang BRI, pusat kuliner Galabo, dan bangunan cagar budaya yang hampir terlupakan dan sempat terbengkalai, Benteng Vastenburg. Belum lagi jalan ini dekat dengan Pasar Gedhe yang menjadi salah satu pusat ekonomi kota dan juga dekat dengan Keraton Kasunanan Surakarta yang menjadi salah satu destinasi wisata Kota Solo.
Secara lokasi, Jalan Jenderal Sudirman sangat strategis memang. Udah berlokasi di pusat kota, dekat dengan pusat pemerintahan, dekat dengan pasar, dekat dengan pusat kuliner, dekat dengan tempat wisata, dan cagar budaya. Pokoknya jalan ini nyenengke banget deh.
Cuma sayangnya ada satu hal yang bikin saya malas lewat jalan ini, jalan ini sudah dipaving. Alasannya sepele memang, tapi saya benar-benar merasa kalau Jalan Jenderal Sudirman lebih baik pakai aspal saja daripada harus pakai paving. Jalan yang dulunya mulus-mulus aja dengan aspal tiba-tiba menjadi “neraka” bagi saya sejak mulai dipaving.
Setiap pergi kalau udah kebayang bakal lewat jalan ini pasti saya akan berpikir keras untuk menghindari jalan ini. Gimana nggak berusaha buat ngehindar, sejak jalan ini dipaving tiap kali roda motor saya melindas batu andesit yang kurang rata dan sambungan beton yang membentang sebagai penguat susunan batu isinya cuma getar-geter doang, maklum Honda Karisma saya udah tua udah di atas sepuluh tahun jadi wajar kalau bodinya terutama di bagian batok gampang getar-geter.
Saya yakin pasti pemilik motor yang motornya berusia di atas sepuluh tahun bakal ngerasain hal yang sama tiap lewat Jalan Jenderal Sudirman, ngerasain getaran yang luar biasa lebih dahsyat daripada getaran cinta. Apalagi kalau motornya merk Honda yang dikenal bodinya gampang geter. Jalan versi paving ini cocok buat kendaraan yang masih berusia lima tahun ke bawah, tapi kalo masih sayang sama bodi mending nggak usah lewat jalan ini aja deh.
Lagian ngapain sih jalan yang udah bagus pakai aspal tiba-tiba diubah pakai paving? Kalau karena alasan estetika karena kawasan jalan ini bisa jadi kawasan kota tuanya Solo sampai-sampai harus dipaving dan dibuatin mosaik cuma buat mempercantik tampilan, buat apa coba? Kalau mau mempercantik tampilan biar jalannya makin estetik kenapa nggak dibagusin aja trotoarnya, terus dipugar bangunan cagar budayanya biar lebih enak dipandang, itu aja udah cukup kok.
Lagian mosaik yang membentang sepanjang jalan juga nggak ada gunanya. Bukannya viral karena keindahannya, malah viral karena dibilang mirip salib, hadeh. Lagian pengguna jalan juga nggak bisa lihat betapa bagusnya mosaik ini secara langsung kecuali kalau kendaraannya bisa terbang atau modal dikit buat nyewa drone buat lihat mosaiknya.
Moga-moga Mas Wali Kota Solo—sapaan akrab wali kota saat ini — kepikiran buat ubah jalan ini pakai aspal lagi dan Mas wali juga kepikiran sama nasib pemilik kendaraan sepuh tiap lewat jalan ini. Kasian lho Mas buat yang punya kendaraan yang udah sepuh dan bodinya gampang geter. Kalau jalan ini masih dipaving juga bisa-bisa ambyar bodinya ya kan, hehehe.
BACA JUGA Wisata ke Kota Solo? Jangan Lupa Sambangi Tempat-tempat Foto-able ala Kawula Muda