Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Gaya Hidup

Dari Zukini, Saya Paham Kenapa Produk Impor Itu Mahal

Maria Kristi oleh Maria Kristi
14 Agustus 2021
A A
zukini produk impor mahal mojok

zukini produk impor mahal mojok

Share on FacebookShare on Twitter

Saya pernah beli zukini (zucchini) semata-mata karena penasaran dengan rasanya. Di grup fitness para mama yang saya ikuti dan berpusat di Amerika Serikat, sayuran sebangsa labu ini kerap dijadikan menu pengganti spaghetti. Vegetti, begitu nama alat yang dapat membuat sayuran menjadi berbentuk mirip mi. Sepertinya merek tersebut berasal dari kata vegetable dan spaghetti.

Oh iya, zukini tersebut saya beli di sebuah jaringan supermarket besar di Semarang. Setelah sebelumnya salah membeli ketika belanja di Yogyakarta (malah beli timun Jepang), kali ini saya pastikan tidak salah lagi. Zukini yang saya beli harganya sekitar Rp12.000,00 per buahnya. Saya beli dua buah, sekadar biar pantas. Soalnya saya malu kalau cuma beli satu.

Oleh karena saya tidak punya alat yang sudah saya sebutkan di atas, zukini tersebut hanya saya potong-potong memanjang, tentunya setelah kulitnya dikupas terlebih dahulu. Sesuai dengan resep yang banyak dibagikan di grup fitnes para mama dari Amerika Serikat itu, saya hanya meng-saute sayur tersebut dengan bawang putih dan merica. Tentunya dengan tetap diberi garam.

Ketika matang, saya agak curiga. Tekstur dan aromanya mengingatkan saya pada sesuatu. Benar saja, ketika saya mencoba, rasa tumisan zukini itu sangat jauh dari spaghetti. Lebih mirip dengan tumisan labu siam. Ralat, persis sama dengan rasa tumisan labu siam. Padahal harga labu siam hanya Rp2.000,00 per tiga biji. Saya sedikit kecewa, tapi tetap aku rapopo. Setidaknya sudah nggak penasaran lagi.

Mengapa harga zukini bisa jauh sekali di atas harga labu siam padahal rasanya serupa? Tentu saja karena sayuran yang pertama adalah produk impor. Bukan rahasia bahwa harga barang impor di Indonesia jauh lebih tinggi daripada barang produksi lokal maupun harga barang tersebut di tempat asalnya.

Kita lihat contoh harga zukini. Tahun 2020, satu kilogram zukini di Perancis dihargai sebesar 1,92 euro. Ini setara Rp32.300 per kilogram. Rata-rata satu kilogram berisi delapan zukini. Ini berarti harga per buahnya hanya sebesar Rp4.037,50. Harga sayuran ini di Semarang tiga kali lipat harganya di Perancis.

Salah satu hal yang membuat produk impor di Indonesia terasa mahal adalah pajak yang dibebankan. Setidaknya ada tiga jenis pungutan yang dikenakan pada produk impor, yaitu Pajak Penghasilan (PPN), dan Pajak Penghasilan (PPh) dan bea masuk.

Per 30 Januari 2020 yang lalu, ambang batas pembebasan bea impor atau yang sering disebut de minimis bea impor via e-commerce diturunkan menjadi USD 3. Ini terdapat dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 199/PMK.010/2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor Barang Kiriman. Artinya pembelian barang impor yang harganya setara dengan Rp42.000 (kurs Rp 14.000) dikenakan bea masuk. Nilai yang sangat kecil dibandingkan dengan ambang batas sebelumnya yaitu sebesar USD 75.

Baca Juga:

Perempuan Menikah dan Pajaknya: Hakmu, Bukan Sekadar Ikut Suami

Membenahi Citra Bea Cukai di Mata Publik, PR Prabowo yang Wajib Diselesaikan

Meskipun demikian, dilakukan juga penyesuaian tarif. Sebelumnya aturan tersebut diubah, besaran tarif yang dikenakan untuk produk impor di atas USD 75 adalah sebesar 27,5 persen hingga 37,5 persen pasca-penurunan ambang batas tersebut maka tarifnya menjadi 17,5 persen. Rinciannya adalah dari bea masuk sebesar 7,5 persen, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen dan Pajak Penghasilan (PPh) nol persen. Namun produk tekstil, tas, dan sepatu impor dikenai tarif yang lebih mahal. Bea Masuk untuk tas sebesar 15-20 persen, sepatu 25-30 persen, dan untuk tekstil 15-20 persen. Sementara PPN sebesar 10 persen dan PPh 7,5-10 persen.

Kita ambil zukini yang saya beli sebagai contoh perhitungan pajak. Jika saya mengimpor sepuluh kilogram zukini dari Perancis, maka pajak yang saya tanggung adalah sebagai berikut:

Harga 10 kg zukini dari Perancis = 10 x Rp32.300,00 = Rp323.000,00

Bea masuk 10 kg zukini= 7,5% x nilai barang= 7,5% x Rp323.000,00 = Rp24.225,00

PPN= 10% x (nilai barang + bea masuk) = 10% x (Rp. 323.000,00 + Rp24.225,00) = 10% x Rp347.225,00 = Rp34.722,50

PPh= 0% (zukini bukan salah satu produk tekstil, tas maupun sepatu)

Total harga setelah pajak dan bea masuk= nilai barang + bea masuk + PPN + PPh = Rp323.000,00 + Rp24.225,00 + Rp34.722,50 + Rp0 = Rp381.947,50

Dari perhitungan tersebut, pajak memang menambah harga barang impor, namun tidak terlalu signifikan. Jadi apa yang sebenarnya membuat harga barang impor di Indonesia terasa mahal? Jawabannya adalah ongkos logistik.

Ongkos logistik di Indonesia jauh lebih mahal dibandingkan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Di Indonesia, importir harus mengeluarkan ongkos logistik antara 30 persen hingga 36 persen dari total nilai barang, sedangkan di Singapura hanya 16 persen dan Malaysia 17 persen.

Ongkos logistik yang masih tinggi itu, membuat harga barang impor di Indonesia sangat mahal. Terlebih para importir tidak hanya membayar ongkos logistik yang resmi, namun juga uang jaminan yang kerap kali tidak dikembalikan secara utuh karena kontainer yang digunakan rusak.

Kembali ke contoh impor sepuluh kilogram zukini yang saya lakukan. Ongkos logistik yang harus saya bayar adalah sebesar 30 sampai 36 persen nilai barang. Kita ambil nilai tengah sebesar 33 persen.

Ongkos logistik = 33% x nilai barang = 33% x Rp323.000,00 = Rp106.590,00

Total biaya yang saya keluarkan = harga setelah pajak + ongkos logistik = Rp381.947,50 + Rp106.590,00 = Rp488.537,50

Hampir lima ratus ribu rupiah. Cukup jauh dari harga asli yang hanya Rp323.000,00 bukan? Itu belum saya masukkan biaya untuk membayar uang jaminan (karena saya tidak menemukan besarannya). Belum lagi jika ada dokumen yang tidak lengkap sehingga barang tertahan beberapa hari di pelabuhan (ini akan menambah ongkos logistik). Ditambah kalau ada zukini yang busuk sehingga tidak bisa dipasarkan.

Dengan melihat besarnya biaya yang ditanggung importir untuk membuat zukini tersebut sampai ke tangan saya, wajar rasanya jika labu yang di negara Prancis sana harganya hanya empat ribu rupiah per buah dijual tiga kali lipatnya setelah sampai di Indonesia. Tapi, sebagai konsumen pelit nan irit yang pura-pura peduli dengan jejak karbon, sepertinya mulai saat ini saya akan makan labu siam saja alih-alih zukini. Toh rasanya serupa.

BACA JUGA Tuntutlah Ilmu Sampai ke Negeri China, Bukan Hanya Belanja Barang Impor dari Mr. Hu dan tulisan Maria Kristi lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 7 September 2021 oleh

Tags: bea cukaiGaya Hidup Terminalongkos logistikpajakproduk imporzukini
Maria Kristi

Maria Kristi

Ibu tiga orang anak. Pecinta kopi tapi harus pakai gula yang banyak.

ArtikelTerkait

Perajin Tempe Bermental Baja di Tengah Problem Produksi yang Pelik terminal mojok.co

Perajin Tempe Bermental Baja di Tengah Problem Produksi Pelik

7 Januari 2021
Mengupas 5 Jenis Soft Skill di Balik Aktivitas Gibah terminal mojok

Mengupas 5 Macam Soft Skill di Balik Aktivitas Gibah

29 Juli 2021
Momen-momen Zaman Sebelum Segalanya Pakai Internet yang Bikin Kangen terminal mojok

Momen-momen Zaman Sebelum Segalanya Pakai Internet yang Bikin Kangen

31 Mei 2021
Sasaeng Fans_ Kisah Para Penggemar yang Melewati Batas terminal mojok

Sasaeng Fans: Kisah para Penggemar yang Melewati Batas

10 Juni 2021
Perempuan Menikah dan Pajak: Hakmu, Bukan Sekadar Kolom “Ikut Suami”

Perempuan Menikah dan Pajaknya: Hakmu, Bukan Sekadar Ikut Suami

25 November 2025
Noryangjin, Surga dan Neraka bagi Mereka yang Mempersiapkan Diri untuk Jadi PNS di Korea Selatan

Noryangjin, Surga dan Neraka bagi Mereka yang Mempersiapkan Diri untuk Jadi PNS di Korea Selatan

17 Juni 2021
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Video Tukang Parkir Geledah Dasbor Motor di Parkiran Matos Malang Adalah Contoh Terbaik Betapa Problematik Profesi Ini parkir kampus tukang parkir resmi mawar preman pensiun tukang parkir kafe di malang surabaya, tukang parkir liar lahan parkir

Rebutan Lahan Parkir Itu Sama Tuanya dengan Umur Peradaban, dan Mungkin Akan Tetap Ada Hingga Kiamat

2 Desember 2025
Pengalaman Nonton di CGV J-Walk Jogja: Murah tapi Bikin Capek

Pengalaman Nonton di CGV J-Walk Jogja: Murah tapi Bikin Capek

4 Desember 2025
6 Hal Sepele, tapi Menyebalkan Saat Zoom Meeting Mojok

6 Hal Sepele, tapi Menyebalkan Saat Zoom Meeting

30 November 2025
Angka Pengangguran di Karawang Tinggi dan Menjadi ironi Industri (Unsplash) Malang

Ketika Malang Sudah Menghadirkan TransJatim, Karawang Masih Santai-santai Saja, padahal Transum Adalah Hak Warga!

29 November 2025
Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

2 Desember 2025
5 Hal yang Bikin Orang Solo Bangga tapi Orang Luar Nggak Ngerti Pentingnya

5 Hal yang Bikin Orang Solo Bangga tapi Orang Luar Nggak Ngerti Pentingnya

29 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana
  • Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih
  • Cerita Relawan WVI Kesulitan Menembus Jalanan Sumatera Utara demi Beri Bantuan kepada Anak-anak yang Terdampak Banjir dan Longsor


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.