Sebelumnya saya hendak woro-woro terlebih dahulu bahwa tempat tinggal saya merupakan salah satu daerah pinggiran di Kabupaten Gresik yang menurut saya tergolong dalam kategori masyarakat desa. Di sini saya sedikit sedikit tergeleng-geleng, nggak habis pikir mengenai pemahaman yang dikatakan orang sombong versi masyarakat di daerah saya. Pasalnya, penilaiannya nggak berdasarkan perilaku sebagaimana mestinya yang diajarkan di sekolah yang pernah saya alami, melainkan berdasarkan starterpack yang dikenakannya dalam kondisi tertentu. Jadi, penilaiannya berdasarkan apa yang dikenakannya, bukan apa yang dilakukannya.
#1 Menggunakan kacamata hitam ketika keluar rumah
Sependek pengetahuan saya, umumnya penggunaan kacamata hitam ketika keluar rumah digunakan untuk melindungi mata dari debu-debu jahat yang menyerang. Tentunya itu cukup mengganggu penglihatan, dong.
Saya sendiri terkadang juga menggunakan kacamata hitam agar terhindar dari silaunya cahaya matahari yang begitu terang benderang. Pasalnya, ketika musim kemarau di daerah saya sudah seperti hidup di gurun Sahara yang kering kerontang terkena terik matahari.
Meskipun ada alasan yang cukup logis untuk mengenakan kacamata hitam ketika keluar rumah tersebut, tapi masyarakat di daerah tetap saja menganggap penggunaan kacamata hitam sebagai sebuah kesombongan. Mereka beranggapan bahwa kacamata hitam sering digunakan oleh “orang kaya”, sedangkan orang kaya bagi mereka sering berperilaku sombong.
Sebuah pola pikir yang absurd banget menurut saya, bahkan terlalu menyimpulkan dengan gamblang. Padahal, nggak semua “orang kaya” itu orang sombong dan nggak semua “orang kaya” gemar mengenakan kacamata hitam. Saya menduga mereka kebanyakan nonton sinetron yang meresahkan.
#2 Mengenakan jam tangan ketika nongkrong
Starterpack ini nggak jauh berbeda dengan menggunakan kacamata hitam sebelumnya. Menggunakan jam tangan ketika nongkrong bersama masyarakat dianggap sebagai bentuk kesombongan duniawi. Mereka menganggap jam tangan sebagai simbol “orang kaya”, sedangkan “orang kaya” sering dianggap sombong.
Meskipun jam tangannya nggak memiliki merek yang terkenal, bahkan hasil beli di pasar malam yang diadakan ketika ada orang kawinan, tapi tetap saja jam tangan dianggap sebagai starterpack orang sombong.
Padahal menggunakan jam tangan nggak selalu mencerminkan sebagai “orang kaya”. Sangat mungkin mengenakan jam tangan hanya untuk memanajemen waktu agar bisa tepat waktu. Jadi, nongkrongnya nggak kebablasan hingga nggak kenal waktu.
#3 Menggunakan alas kaki ketika di sawah
Percaya nggak percaya, saya pernah menggunakan sandal jepit ketika hendak ke sawah, tapi seketika itu juga mbah-mbah sekitar rumah saya ngomel, “Sombonge, nang sawah ae gawe sandal.” Mendengar omelan itu, akhirnya saya memberanikan diri nggak menggunakan alas kaki ketika ke sawah.
Meskipun sebenarnya mengenakan sandal itu untuk melindungi kaki dari berbagai macam marabahaya di sawah. Bukannya anak mami, lembek atau bagaimana, tapi mengenakan alas kaki itu merupakan tindakan realistis dan logis. Pasalnya, di sawah itu segala hal bisa melukai kaki.
Namun, seolah-olah masyarakat daerah saya mendidik anaknya untuk menjadi samson yang memiliki kaki kebal, tahan banting, dan anti sobek atas berbagai bahaya di sawah. Meskipun kaki mereka pernah sobek atau kehilangan jari kaki ketika di sawah, tapi mereka nggak pernah kapok. Mereka tetap saja masih nggak menggunakan alas kaki ketika di sawah.
#4 Memakai headset ketika berkendara
Sebenarnya mengenakan headset ketika berkendara merupakan pelanggaran lalu lintas. Sayangnya, saya pernah sesekali melakukan itu, tapi itu dulu, sekarang sudah nggak melakukannya. Jadi, jangan tilang saya, ya. Hehehe.
Sebenarnya tujuan mengenakan headset bahkan mendengarkan music itu bukan untuk sombong-sombongan, gaya-gayaan, melainkan untuk menghindari rasa kantuk ketika berkendara, sembari bernyanyi nggak jelas di jalanan.
Jika berkendara dalam kondisi mengantuk tentunya lebih berbahaya dan nyawa sebagai taruhannya. Oleh karena itu, saya sempat mengenakan headset sebagai penghilang rasa kantuk yang menggebu-gebu.
Menggunakan headset ketika berkendara inilah yang dianggap orang sombong oleh masyarakat di daerah saya. Bukan karena nggak takut ditilang, tapi karena menggunakan headset ini mengakibatkan ke-tuli-an sementara pada penggunanya, sebab terhalang oleh suara yang dikeluarkan oleh headset tersebut.
Jadi ketika ada orang yang memanggilnya maka pengguna headset tersebut nggak akan kedengaran. Ketika nggak kedengaran inilah masyarakat daerah saya menganggap orang yang mengenakan headset ketika berkendara merupakan sebuah kesombongan duniawi.
Di sini saya ingin menekankan, bukan berniat menggurui, hanya berniat meluruskan bahwa sifat sombong nggak bisa dengan mudah dilekatkan pada atribut tertentu yang digunakan seseorang. Penilaian sombong atau nggaknya seseorang, nggak berdasarkan permukaan seperti itu, melainkan berdasarkan aspek yang lebih inti seperti perilakunya.
BACA JUGA Beberapa Momen yang Bikin Saya Sadar Pakai Kacamata Itu Nggak Enak dan tulisan Mohammad Maulana Iqbal lainnya.