Stefano Bonaccorso, Kepala Akademi Atalanta, suatu kali pernah berkata seperti ini: “Jika lahir di Kutub Utara, Diego Maradona tidak akan menjadi pesepak bola yang baik.” Menurut Stefano, selain unsur genetis, lingkungan adalah pendukung terbaik tumbuh dan kembangnya atlet sepak bola.
Sebuah pernyataan yang sangat berdasar ketika kita semua bisa bersepakat bahwa akademi Atalanta adalah salah satu scuola di calcio (sekolah sepak bola) terbaik di dunia. Kita memuja La Masia milik Barcelona dan Jong Ajax, tim muda Ajax Amsterdam sebagai yang terbaik. Seiring pemujaan itu, sudah selayaknya pujian juga dialamatkan untuk akademi Atalanta.
Ketika saya masih aktif di sebuah sekolah sepak bola di Yogyakarta, salah satu pelatih selalu menekankan pentingnya dua hal. Pertama, menikmati latihan, bukan sekadar sebagai sasana melatih teknik. Maklum, masih kanak, yang ditekankan bukan soal kesempurnaan terlebih dahulu. Kedua, kebersamaan, yang melahirkan bond yang kuat di antara teman.
Dua hal itu membentuk rasa nyaman di dalam sebuah tim. Sebuah ikatan yang akan sangat dibutuhkan ketika berlaga di sebuah kompetisi. Team work dibangun dari sana. Teknik dasarmu boleh menonjol. Namun, ketika tim tidak didahulukan, perlahan, keberadaanmu tidak akan pernah diakui.
Dua hal yang ditekankan oleh pelatih saya semasa kanak, sepertinya terwujud juga di akademi Atalanta. Secara otomatis, terwujud juga di tim utama mereka. Kenapa bisa begitu? Karena nilai dan identitas sebuah klub sudah ditekankan sejak dini. Bukan semata sukses karena uang, tetapi karena tradisi dan nilai-nilai luhur dikawal secara ketat.
Kekuatan tim dibangun oleh 11 pemain, plus pelatih, plus staf, plus manajemen, plus suporter. Artinya, sebuah tim tidak hanya hidup di atas lapangan. Atalanta dan Bergamo yang menaungi, saling menghidupi. Bagi saya, pertautan kasih di antara persona yang hidup di tengahnya itu menghadirkan kesenangan di sepak bola.
Team work yang disajikan Atalanta itu, dipadukan dengan kualitas teknis yang diasah sejak dini. Stefano pernah menegaskan kalau sistem bermain bisa jadi hanya sekadar “nomor telepon” jika dieksekusi tanpa kualitas teknis. Saya sendiri yakin, kurikulum sepak bola profesional seperti itu diterapkan di mana saja. Namun, aspek apa yang membuat Atalanta bisa begitu istimewa?
Jawabannya adalah menanamkan mental pemenang sejak dini. Stefano Bonaccorso menjelaskan dengan begitu jernih. Dia berkata seperti ini:
“Kenapa pelatih dari Inggris sering datang ke akademi ini sembari berkata bahwa anak-anak tidak perlu memikirkan soal kemenangan? Izinkan saya bertanya balik. Kira-kira, apa yang sudah Inggris menangi di segala level usia? Kami pergi sebuah pertandingan bukan untuk bersenang-senang dan makan es krim. Kamu pilih mana, bermain baik lalu kalah, atau win ugly dengan skor 1-0 di mana gol dicetak di menit ke-94? Jika ada sebuah kompetisi, kami akan selalu mengincar kemenangan. Selalu!”
Keyakinan dan kepercayaan diri yang ditanamkan ke dalam benak pupils akademi, terbukti “buahnya sangat manis”. Silakan bikin daftar lulusan akademi Atalanta. Perhatikan daftar itu lekat-lekat dan kagumi nama-nama yang ada di sana. Ketika sepak bola Italia, dalam kurun waktu 15 tahun terakhir dirundung awan hitam isu gelap, scuola di calcio Atalanta tidak berhenti “memproduksi” pemuda dan pemudi terbaik di Serie A.
Di atas, saya menyinggung bahwa nilai dan tradisi selalu ditekankan sejak dini, di akademi. Saya juga menegaskan, nilai luhur seperti itu pasti tercitrakan di tim utama. Mulai dari kesenangan bermain sepak bola, hingga mentalitas untuk selalu menang di setiap laga. Oh, jangan salah, tim utama Atalanta punya keduanya.
Ketika Serie A masih menyisakan 5 pertandingan, Atalanta sudah mencatatkan 93 gol. Jumlah gol yang luar biasa. Jumlah gol di mana ketika membaca angka yang tertera, pikiran kita pasti melayang ke tim-tim seperti Juventus, AC Milan, Internazionale, atau AS Roma. Tidak, 93 gol itu, 93 kesenangan itu milik Atalanta.
Dominasi Juventus adalah sebuah keniscayaan. Namun, kekasih Serie A, mulai musim ini, bertambah satu lagi. Dia adalah Atalanta, yang menaburkan kesenangan di setiap pertandingannya. Sebuah eye orgasm untuk siapa saja yang berkesempatan melihatnya. Sebuah kesenangan murni dari lapangan hijau.
Vinci per noi, Magica Atalanta, Vinci per noi!
BACA JUGA 8 Menit 46 Detik George Floyd Meregang Nyawa Adalah Sebuah Pengkhianatan dan tulisan Yamadipati Seno lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.