7 Kesalahan Kecil dalam Pengerjaan Skripsi yang Sering Bikin Mahasiswa Dapat Banyak Revisi, Baca Baik-baik biar Nggak Makin Stres

7 Kesalahan Kecil dalam Pengerjaan Skripsi yang Sering Bikin Mahasiswa Dapat Banyak Revisi, Baca Baik-baik biar Nggak Makin Stres

7 Kesalahan Kecil dalam Pengerjaan Skripsi yang Sering Bikin Mahasiswa Dapat Banyak Revisi, Baca Baik-baik biar Nggak Makin Stres (unsplash.com)

Mahasiswa kadang nggak sadar kalau mereka melakukan kesalahan ini saat mengerjakan skripsi. Mereka beranggapan kalau dosen pembimbingnya yang ruwet, padahal…

Kemarin, setelah saya mengunggah artikel tentang cara menyelesaikan skripsi dalam 2 minggu di story WhatsApp, saya mendadak mendapat banyak pesan dari teman-teman mahasiswa. Beberapa ada yang mengapresiasi, sebagian lagi ada yang tanpa basa-basi ngajak nongkrong dengan motif mau mendiskusikan skripsinya yang belum kelar-kelar.

Tentu saya menerima ajakan tersebut. Di awal diskusi, mereka mengaku stres karena merasa mendapat dosen pembimbing ruwet. Saya pun iya-iya aja awalnya. Tapi, begitu mereka menjelaskan soal revisi skripsinya, saya membatin, kalau kayak gini yang masalah bukan dosen pembimbingnya, memang mereka aja yang kelewatan!

Revisi skripsi mereka bagi saya terbilang kesalahan kecil. Dan itu harusnya tidak terjadi jika memang teliti. Maka, barangkali kalian juga lagi stres kayak teman saya, bacalah tulisan ini sampai habis. Saya mencatat setidaknya 7 kesalahan kecil dalam pengerjaan skripsi yang sering bikin mahasiswa dapat banyak revisi.

#1 Kebanyakan menulis konsep ataupun teori dalam latar belakang

Kesalahan skripsi pertama ada pada latar belakang. Bagian pertama dalam skripsi itu umumnya mencakup dua hal: kondisi ideal dan masalah. Kedua hal ini kemudian harus diperjelas dengan fakta, data, dan pendapat ahli agar urgensi penelitiannya terlihat jelas.

Teman-teman mahasiswa sebenarnya sudah paham soal ini. Tapi entah kenapa, mereka sering banget kebanyakan menulis konsep ataupun teori. Tentu saja hal itu tidak dilarang. Tapi usahakan jangan sampai overdosis. Karena itu akan membuat masalah penelitian malah terlihat kabur atau nggak jelas.

Dosen pembimbing saya pernah bilang soal ini. Kata beliau, kalau di latar belakang sudah banyak menjelaskan konsep dan teori, lalu apa isi dari bab 2 nanti? Wong namanya saja latar belakang, kok, bukan kajian atau landasan teori.

#2 Menulis kata-kata yang bersifat subjektif

Sebagai karya ilmiah, isi skripsi dituntut agar bersifat objektif. Itulah mengapa di dalamnya ada istilah fakta, data, teori, dan teknik pengecekan keabsahan data. Tujuannya jelas, supaya mahasiswa terhindar dari penulisan yang bersifat opini atau subjektif.

Meski ini sesuatu yang sangat umum, tapi faktanya banyak teman-teman mahasiswa yang melakukan kesalahan dengan menulis kata-kata subjektif dalam skripsi. Misalnya menulis kata “mungkin”, “biasanya”, “sepertinya”, atau “menurut peneliti”. Kata-kata semacam itu haram hukumnya dalam skripsi, dan menandakan kalau mahasiswa tidak membaca referensi sebelum menulis.

#3 Nggak tahu perbedaan antara konjungsi intrakalimat dan antarkalimat

Kesalahan skripsi ketiga yaitu menulis kata hubung atau konjungsi di awal kalimat secara serampangan. Penyebab kesalahan ini sudah pasti satu hal: nggak tahu perbedaan antara konjungsi intrakalimat dan antarkalimat.

Secara sederhana, konjungsi intrakalimat adalah kata hubung yang menyatukan dua pernyataan dalam satu kalimat. Konjungsi ini tidak boleh ada di awal kalimat. Sebaliknya, konjungsi yang boleh di awal kalimat adalah konjungsi antarkalimat, yaitu kata hubung yang berfungsi untuk menjalin hubungan logis antara dua kalimat, seperti pertentangan atau penegasan.

Contoh konjungsi intrakalimat meliputi: dan, tapi, karena, meskipun, sehingga. Sementara contoh untuk konjungsi antarkalimat adalah: namun, sebaliknya, oleh karena itu, selain itu, akibatnya. Lebih lengkapnya, kalian bisa cari-cari di Google.

#4 Nggak tahu penulisan antara “di” yang dipisah dan digabung

Kesalahan kecil skripsi yang keempat adalah nggak tahu perbedaan antara “di” yang dipisah dan digabung. Jujur saja, saya sampai sekarang itu heran, kok bisa ada mahasiswa akhir tapi nggak paham ini soal. Padahal ya guampang banget membedakannya. Tolong, kalau kalian benar-benar mahasiswa akhir, mulai sekarang pahami ini di luar kepala.

Jadi, kata “di” yang dipisah itu untuk kata yang menunjukkan tempat, lokasi, dan waktu. Contohnya: di kantor (tempat), di bawah (lokasi), di siang hari (waktu). Sementara “di” yang digabung, itu untuk kata kerja. Contohnya: ditulis, dibuang, dikocok. Sekali lagi, tolong banget pahami ini baik-baik sampai di luar kepala.

#5 Nggak tahu perbedaan antara pendekatan dan jenis penelitian

Kesalahan kecil yang sering dilakukan mahasiswa saat menulis skripsi juga terjadi di bagian metode penelitian. Mereka sering bingung membedakan antara pendekatan dan jenis penelitian. Ada yang menganggap pendekatan itu jenis penelitian, ada pula yang menganggap jenis penelitian itu pendekatan. Terbalik-balik.

Dikutip dari Deepublish, pendekatan itu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan dan menentukan jawaban penelitian. Contohnya: kualitatif, kuantitatif, atau campuran. Nah, tiga pendekatan ini punya jenisnya masing-masing. Misal kualitatif, ada fenomenologi, studi kasus, dan content analysis. Lalu kuantitatif, ada komparatif, eksperimen, dan korelasi. Sementara campuran, ada sequential explanatory atau sequential exploratory.

Maka, di dalam metode penelitian, penulisannya jadi begini: penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis content analysis. Intinya, yang ditulis itu pendekatannya dulu, baru jenisnya.

#6 Kesalahan penulisan bahasa asing

Kesalahan kecil pada skripsi berikutnya pada penulisan bahasa asing. Banyak teman-teman mahasiswa, masih nggak paham soal bahasa asing yang perlu diketik miring dan yang tidak perlu. Bahkan, ada juga yang nggak paham kalau ada aturan bahasa asing itu diketik miring. Miris memang.

Jadi begini. Semua bahasa asing dalam penulisan karya ilmiah, termasuk bahasa slang, itu harus diketik miring. Bahasa asing yang tidak perlu diketik miring hanya dua: nama dan singkatan. Nama seperti Karl Marx atau Jean Baudrillard, itu diketik biasa. Begitu juga dengan singkatan seperti UGC (User Generated Content) atau WHO (World Health Organization).

#7 Microsoft Word 2013 tidak diatur untuk mengoreksi tipo dan bahasa baku

Kesalahan kecil yang terakhir adalah tipo dan menggunakan bahasa tidak baku. Kesalahan ini yang paling sering bikin skripsi mahasiswa dapat buanyak banget revisi. Apalagi kalau dosennya teliti dan termasuk polisi bahasa garis keras.

Tentu saya paham kalau soal ini memang perlu ketelitian ekstra. Tapi sebenarnya juga nggak perlu teliti-teliti amat kalau Microsoft Word yang dipunyai versi 2013. Dia punya fitur yang bisa mengoreksi tipo dan bahasa baku. Cara mengaktifkannya, pilih menu Review > Language > Set Proffing Language > Bahasa Indonesia > Set As Default > Yes > lalu OK.

Jika sudah, coba amati baik-baik kata-kata dalam dokumen skripsi kalian. Kalau ada kata yang di bawahnya terdapat garis merah, maka kata itu artinya tipo dan bahasanya nggak baku. Cara mengubahnya bisa otomatis, yaitu tekan Ctrl+A dan Spelling & Grammar. Setelah itu, kalian akan dibantu memilih kata-kata yang sesuai dengan KBBI.

Sebenarnya masih banyak kesalahan kecil dalam pengerjaan skripsi. Tapi 7 kesalahan di atas itu yang paling umum dan sering saya temui pada skripsi teman-teman mahasiswa. Semoga tulisan ini juga bisa membantu kalian meski kita tidak saling kenal.

Penulis: Achmad Fauzan Syaikhoni
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Saya Bukan Mahasiswa Pintar, tapi Bisa Menyelesaikan Skripsi dalam 2 Minggu, Sini Saya Kasih Tahu Strateginya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version