Surabaya dikenal sebagai kota terbesar kedua di Indonesia. Meski dikategorikan sebagai kota metropolitan, tata ruang kotanya tidaklah semrawut. Kota Surabaya bahkan memiliki ruang terbuka hijau seperti hutan mangrove dan taman kota yang jumlahnya banyak sekali. Yang terbaru, Surabaya juga memperoleh penghargaan sebagai kota besar dengan udara terbersih se-Asia Tenggara. Piye? Keren kan, Rek?
Meskipun memiliki banyak tempat bagus, ada beberapa tempat di Surabaya yang sebaiknya nggak perlu kamu kunjungi. Berikut daftarnya:
#1 Gang Dolly
Gang Dolly adalah tempat lokalisasi yang terletak di Pasar Kembang. Di sini, perempuan penghiburnya duduk di sebuah ruangan mirip etalase yang berjajar rapi di sepanjang jalan. Kok saya tahu? Dulu saya sering lewat sini kalau mau ke Kampus Wijaya Kusuma. Sambil motoran, biasanya saya melirik ke etalase yang menurut saya mirip akuarium, tapi isinya orang. Apakah saya berdosa? Emboh, lah penasaran terus e setiap kali lewat.
Kawasan Dolly juga diklaim sebagai red district terbesar se-Asia Tenggara, mengalahkan Geylang di Singapura dan Patpong di Bangkok. Dinamakan Dolly karena awal berdirinya dikelola oleh perempuan Belanda bernama Dolly Van Der Mart.
Meskipun sangat populer dan jadi primadona hiburan malam di Surabaya, sebaiknya kalian nggak berkunjung ke Dolly. Bukannya saya takut kalian berbuat dosa, masalahnya cuma satu, tempat tersebut sekarang telah tiada. Deretan etalase yang dulunya berjejeran berdampingan dengan rumah warga, kini telah lenyap berganti toko kelontong, lapangan futsal, dan warung makan.
Pada tahun 2014, Wali Kota Surabaya resmi menutup Dolly secara permanen. Nggak hanya Dolly, lokalisasi lain yang terletak di Surabaya Barat yang dikenal dengan nama Sememi, Moro Seneng juga ditutup oleh pemerintah Kota Surabaya.
#2 Museum House of Sampoerna
House of Sampoerna adalah museum tembakau yang berada di Krembangan, Surabaya Selatan. Arsitektur museum ini menyerupai gedung zaman kolonial dengan pilar-pilar rokok raksasa berwarna abu-abu. Bangunan utama museum ini memiliki dua lantai.
Di lantai pertama museum ini ada replika warung, sepeda ontel, dan peralatan yang dulunya digunakan oleh Liem Seeng Tee (pendiri Sampoerna) untuk berjualan tembakau dan rokok. Nggak hanya itu, ada juga deretan cengkeh dan tembakau pilihan dari berbagai daerah yang dipajang rapi di dalam museum, tentu saja lengkap dengan cerita dan sejarahnya. Tak ketinggalan, ada peralatan marching band Sampoerna yang dulu pernah digunakan untuk mengikuti Tournament of Roses di California.
Naik ke lantai dua museum, ada toko suvenir. Jika berkunjung pada jam kerja, kita bisa melihat aktivitas pekerja yang sedang memproduksi rokok secara tradisional. Serunya lagi, museum ini menawarkan city tour gratis menggunakan bus dengan rute bangunan bersejarah di Kota Surabaya. Jika lelah, pengunjung bisa menyantap makanan di kafe yang terletak tak jauh dari bangunan utama museum.
Meskipun sangat menarik, sebaiknya kalian jangan datang ke House of Sampoerna. Alasannya satu, museum ini tutup sejak pendemi dan sampai tulisan ini dibuat belum dibuka kembali.
#3 Taman Bungkul
Surabaya juga dikenal sebagai Kota Seribu Taman, ada Taman Lansia, Taman Prestasi, Taman Pelangi, dan masih banyak lagi. Menurut Pemkot Surabaya, jumlah taman di Kota Pahlawan mencapai 1.900 dan di antara ribuan taman itu, Taman Bungkul adalah ikonnya. Pada tahun 2013, Taman Bungkul yang terletak di pusat Kota Surabaya ini meraih penghargaan sebagai taman terbaik se-Asia dari PBB.
Taman Bungkul dinilai istimewa lantaran memiliki amfiteater, gelanggang terbuka yang digunakan untuk hiburan dan pertunjukan. Saat nggak ada kegiatan, amfiteater ini dimanfaatkan sebagai wahana bermain anak-anak. Di taman ini juga ada fasilitas skate dan BMX track, lho. Kran air siap minum juga tersedia di area taman. Tak ketinggalan ada deretan PKL yang menawarkan banyak makanan enak seperti pecel semanggi.
Saat ada car free day, banyak orang memenuhi jalan di sepanjang Taman Bungkul. Ada yang olahraga, ada yang hanya melihat-lihat orang berjualan, tapi yang pasti, banyak sekali orang jajan makanan. Sayangnya, dengan berat hati, harus saya sampaikan jangan datang dulu ke Taman Bungkul untuk saat ini, sebab masih ditutup karena pandemi.
#4 Danau Unesa
Unesa adalah salah satu kampus negeri di Surabaya yang dulunya dikenal juga dengan nama IKIP. Di kampus Unesa yang berlokasi di Lidah Wetan ada sebuah danau. Biasanya, orang-orang menggunakan danau tersebut untuk memancing. Selain karena terbukti ada ikannya, danau Unesa ini rindang dikelilingi pepohonan. Mancing di sini memang syahdu, sih.
Tapi, saya sarankan jangan mengunjungi danau Unesa saat musim hujan seperti sekarang ini kecuali kalian ingin kecek sambil berenang, karena luberan air danau kerap kali membuat jalan di sekitarnya banjir.
#5 Hotel Majapahit
Sebelum bernama Majapahit, dulunya hotel ini bernama Hotel Orange. Sebuah peristiwa penting pernah terjadi di sini, yaitu saat arek-arek Suroboyo menaiki bangunan hotel dan merobek kain warna biru pada bendera Belanda. Tanpa warna biru, bendera tersebut menjadi merah putih, warna bendera Indonesia.
Hotel Majapahit sudah berdiri sejak tahun 1910 dan sebagian besar bangunannya masih terawat baik hingga sekarang. Hotel Majapahit memang sengaja mempertahankan bangunan aslinya, hotel ini menawarkan nuansa kemewahan zaman kolonial. Saat memasuki lobi hotel, kita langsung disambut pajangan mobil tua. Sementara di dalam kamar mandinya, kloset duduk dengan lapisan kayu tampak elegan dengan tuas tarik di atasnya. Pokoknya tipe hotel mewah dengan arsitektur zaman penjajah gitu lah.
Namun, saya nggak merekomendasikan hotel ini dikunjungi apalagi saat pandemi begini. Bukan karena hotelnya tutup, sih, masalahnya hanya satu, harga sewanya mahal, Rek. Bukankah kita harus berhemat di saat pandemi gini? Yah, kecuali kalau duitmu banyak sampai turah-turah, sih.
Itulah 5 tempat yang sebaiknya nggak dikunjungi di Surabaya. Tapi, jika kamu tetap pengin datang ya nggak apa-apa juga, sih. Kan saya nggak punya hak ngelarang juga.
Sumber Gambar: Unsplash